Ketika Anak dengan Sensory Processing Disorder Disunat



 

 "Ma, Sakha mau potong penis (sunat) ya malam nanti jam tujuh!" Nah loh. Gimana perasaan kamu kalau jam empat sore anak kamu bilang gitu?! Kalau Saya sama pacar pertama kali saling lihat aja. Hahaha. Kaget, jujur.
 

 

Abis itu kami langsung kontak tempat sunat yang emang udah kami kepoin sejak lama. Safubot, yang lokasinya di seberang Kantor Tribun Lampung. Tapi ternyata mereka nggak praktik sampai malam, jadi kami langsung booking untuk keesokan paginya, takut anaknya berubah pikiran lagi. Jadilah Hari Selsa, 28 November 2023 pukul 09.00 WIB Sakhaboy lenjalani procedur sunat di Safubot.

 

Kami bujuk supaya Sakhaboy mau dijadwalkan besok paginya. Alhamdulilah anaknya mau, tapi kami yang was-was sebenarnya. Kami saling menguatkan mental masing-masing.

 

Malam itu, Sakhaboy over excited. Mungkin dia juga nervous, takut, entah apa deh yang dia rasakan soal keputusannya untuk disunat. Sebenarnya setahun sebelumnya kami emang pernah sounding dia untuk sunat, udah mau, tapi kami yang mundur dan merasa belum siap. Sampai akhirnya Sakha juga mundur dan bilang belum mau sunat. Ya sudah, kami juga jadi sedikit melupakan urasan persunatan ini.

 

 

Kami juga udah konsul sana-sini. Termasuk waktu ngobrol sama Pakde Saya yang dari jaman saya kecil tahunya semua sepupu iti disunat sama beliau. Sebagai ahli bedah, kami juga berharap beliau bisa memberikan saran terbaik karena sunat ini kan wajib dan juga demi kesehatan, ya. Sampai kami sempat obrolkan gimana kalau dibawa ke RS aja dan dilakukan prosedur bedah besar dengan bius total. Sampai merencanakan juga gimana skenario yang tepat, ke RS mana, dan sama dokter siapa. Duh, pokoknya urusan sunat ini jadi urusan semua orang ikut mikir. Hahaha.

 

Btw saya nggak akan bahas plus minus sunat dll ya. Silakan pelajari sendiri. Saya cuma akan share pengalaman kami aja.

 

Anak dengan Sensory Processing Disorder 

 

"Halah, lebay! Perkara sunat doang ribet banget!" Netizen said.

 

Ya emang harus direncanakan, disiapkan betul-betul. Pasalnya anak kami berbeda. Sakhaboy kalau sakit aja nggak bisa dia minum obat. Minum vitamin, suplemen, dll nggak bisa dia. Makan nugget aja baru sekitar dua kali, makan sosis empat kali, dan semua itu dalam kondisi lapar. Bukan, bukan perkara picky eater. Dia emang beda. Sensori dia beda. Kami harus akui, kami harus sadari itu. Bab ini, mungkin Saya bisa ceritakan lebih jauh di tulisan yang lainnya.

 

Nah, tahukah kalian bahwa anak berkebutuhan khusus perlu penanganan khusus saat melakukan prosedur sunat (sirkumsisi). Dokter akan kesulitan menangani tindakan sunat jika anak terus memberontak dan tidak berhenti bergerak. Hal ini bisa sangat berbahaya bagi anak.

 

Sakhaboy adalah anak dengan Sensory Processing Disorder (SPD) yang bisa jadi indranya terlalu sensitif atau justru sangat tidak sensitif terhadap rangsangan.

 

Nggak semua klinik sunat bisa menangani anak berkebutuhan khusus. Pastinya kita nggak mau, dong mengambil risiko yang bisa membahayakan anak, jadi sebaiknya pilih tempat sunat yang sesuai dan memiliki tenaga medis profesional.

 

Setelah kami pelajari, Safubot memiliki teknologi bedah vessel sealer dengan suhu lebih rendah jadi minim risiko bengkak dan infeksi. Tanpa jahit dan perban pula jadi anak yang nggak bisa melihat benda asing di tubuhnya nggak akan bereaksi berlebihan. Terpenting di sini juga belum terlalu rame karena emang baru buka. Soalnya di Lampung beneran ada tempat sunat yang sengantri itu. Bahaya kalau sampai Sakha menyaksikan anak yang disunat, nangis-nangis gitu pasti dia akan ketrigger. Ini penting bagi kami.

 

Kata dr. Yudistira yang menanganinya, Sakhaboy kondisinya ada perlengketan (fimosis) sampai 60% dan pembuluh darah besar sehingga ada risiko perdarahan. Hal ini membuat proses agak lama ditambah dengan anak yang terus berontak dan teriak sehingga proses bedah butuh waktu 30 menit hingga selesai.

 

Luar biasa banget. Kalian bisa lihat di foto, baju Sakhaboy sampe basah kutub. Yang pegang dia lima orang dan semuanya kuwalahan. Bapaknya aja sampe minum panadol. Dokternya semoga kondisinya baik ya, dok, karena Sakha sengaja banget menendang penis dokter sampai dokternya kayak dead air.

 

Ternyata waktu di perjalanan pulang, dia bilang sebenarnya bukan berontak karena kesakitan, tapi malu karena penisnya dilihat dan dipegang orang lain. Padahal sudah disounding sejak lama, lho dan sunat ini adalah permintaan dia sendiri, jadi bukan tanpa consent, ya! Dokter dan perawatnya juga izin dulu, kok, cuma emang malu jadi berontak deh.

 

Dengan kondisi anak yang berbeda, di Safubot kita bisa terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter yang akan menangani anak semudah chat WA aja sampai anak sembuh di Safubot. 

 

Suasanya di sana juga seru, banyak mainan dan jauh dari kesan medis yang kadang menyeramkan. Apalagi setelah disunat, anak bisa dapat banyak sekali souvenir yang bikin mereka senang.

 

Masa Penyembuhan

 

Seperti yang sudah ada di bayangan kami sebelumnya, pasti akan sangat sulit ngasih Sakha obat. Itu benar terjadi. Jadi antibiotik dan pain killer, semuanya nggak ada yang dikonsumsi. Udah dibiarkan gitu aja. Sakha dapat pain killer yang dimasukkan via anus cuma sekali waktu masih di klinik oleh dokter. Setelah itu nggak ada minum obat apa-apa lagi.

 

Obat oles kami dikasih beberapa. Lengkap banget. Tapi ini juga mengaplikasikan ke penisnya juga nggak semudah itu. Bisa dibilang nggak rutin dan nggak sesuai prosedur. Tapi kami tetap konsul ke dokter dengan ngasih foto juga. Jadi kami tenang.



Sakha benar-benar nggak merasa sakit. Pulang dari klinik, dia langsung ngajak ke Timezone. Ya sudah, dia main seperti biasa. Kayak nggak ada kejadian apa-apa aja. Lari-lari juga seperti biasa meski pun pakai celana sunat yang mirip masker itu. Padahal kata dokter jangan lari-lari karena takut bengkak dan jadi lama sembuhnya.

 

Hal yang kemudian jadi merepotkan adalah karena kami mengkhawatirkan tingkah lakunya yang nggak bisa diam. Kemudian urusan kencing yang dia nggak berani dan merasa khawatir. Setelah sunat di pagi hari, dia baru kencing waktu tidur. Jadi kencing dalam kondisi nggak sadar. Sudah pasti kasur jadi basah semua, dong. Kondisi mengompol ini terus terjadi selama berhari-hari. Meski dia sudah berani untuk kencing pun, di toilet dia masih takut untuk buka celana. Akhirnya ya kami harus beli stok beberapa celana masker itu. 

 

Yang heboh sih para eyang dan nininya yang pada mau datang. Eyang putrinya alias ibu saya, esok harinya langsung datang karena dekat, kan cuma 2 jam perjalanan. Eyang Kakung juga sebenarnya mau, tapi beliau rela jaga rumah aja. Kalau Nini nggak bisa datang karena ada persiapan peringatan 100 hari meninggalnya Mbahnya pacar saya di Cimahi. Jadi Nininya cuma bisa was-was aja dari jauh. 




 

Jadi kalau semua bisa Saya rangkum, selama proses sunat sampai penyembuhan ini adalah mental kami yang luar biasa kayak rollef coaster. Masyaa Allah. Sampe nggak ada foto-foto yang proper. Kami berusaha sabar bangetttttt. Alhamdulillah terlewati. Di hari kesepuluh dia udah nggak pakai celana masker lagi dan sudah pede dengan bentuk penis barunya. Udah kesekolah seperti biasa. Tapi PR manjanya, emosinya, dll masih nempel sampai sekarang. Bismillah, kita semua kuat!

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<