Preggo Stories: Acceptance




Saya katakan di tulisan pertama tentang kehamilan bahwa saya mulai menerima dan berkomitmen untuk melambat. Ternyata itu hanya isapan jempol semata. Kenyataannya saya belum bisa menerima.


Saya menyadari itu ketika membaca pesan dari seorang doula idola yang saat ini juga tengah hamil. Bahwa ada yang tidak beres dari dalam diri saya. Ada hal di dalam diri yang belum selesai. Itulah yang menyebabkan kondisi seperti yang saya ceritakan di cerita kedua.

"Menjadi ibu, menjadi hamil, kita perlu melambat dan melihat sekitar. Akan ada saatnya kita akan berada di fase cepat lagi. Hamil hanya 9 bulan, coba bicara dengan bayi. Minta maaf karena km kesal, km mencitai bayimu. Dia ditunggu di dunia ini."

Sekonyong-konyong saya merasa bahwa Ashtra mengerti betul apa yang saya rasakan. Nggak salah saya bercerita dengan dia. Saya langsung merasa bahwa, why so true? Ya itulah yang saya rasakan. Meskipun saya menyajak ngobrol si Kakak Bayi dan mengajaknya bekerjasama untuk bisa sehat dan bahagia, nyatanya dari dalam diri saya sendiri pun belum bisa. Ada yang belum selesai dan itulah yang mengakibatkan ini terjadi pada Kakak Bayi yang juga memperparah kondisi saya sendiri.

Minta maaf, tentu itu segera saya lakukan. Berdamai dengan kondisi dan berbahagia dengan anugerah Tuhan. Apalagi?

Nikmat Tuhan begitu banyak untuk sekedar saya lewatkan dengan merundungi keadaan. Saya hanya perlu mengikhlaskan, bahwa ya ini memang waktunya bagi saya untuk melambat. Toh, saya juga masih bisa melakukan beberapa hal di sela-sela aktivitas istirahat saya. Saya bisa membaca, belajar, nonton youtube bahkan nanton gosip artis yang bahkan nggak pernah saya lakukan sebelumnya. Saya bisa bernyanyi, melatih pronounciation yang kata guru IELTS saya harus senantiasa ditingkatkan. Nikmat Tuhan yang mana lagi yang bisa saya kesampingkan?


Nikmat istirahat berlebihan tanpa harus mendekam mondok di rumah sakit seperti beberapa orang hamil yang bahkan mungkin lebih ikhlas menjalaninya daripada saya. Nikmat istirahat dari aktivitas memasak karena saya langsung mual dan sakit kepala saat mencium aroma bumbu dapur. Nikmat ke kampus, ke mana pun naik go car karena kalau naik motor akan kecapekan dan menyebabkan keputihan. Nikmat istirahat di rumah daripada bergosip di kampus dan berlelah-lelah naik-turun tangga. Dan yang paling saya syukuri adalah nikmat keikhlasan dari HB untuk menerima kondisi saya dan selalu melayani dengan hati. HB yang selalu siap sedia kapan pun saya minta. HB yang lebih bisa menunjukkan kedewasaannya di tengah tanggungjawabnya yang tentunya semakin berat.

Saya hanya harus bisa menerima. Ikhlas dan bahagia.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<