Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Domestik dan Kritik Kinerja Pemerintah

 
Foto: Biro Staf Kepresidenan
Ada benarnya pernyataan Bapak Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang disampaikan pada acara Mata Najwa Edisi Kartu Kuning Jokowi, Rabu (7/7/2018), “... sepertinya pemerintah kurang memberikan informasi secara penuh kepada masyarakat.” Akibatnya ya banyak pihak yang teriak-teriak mengritisi kinerja pemerintah tanpa data, atau menggunakan data mentah ditambah dengan asumsi-asumsi dan opini sehingga kritiknya alih-alih membangun justru malah memecah belah bangsa.

Saya bersyukur menjadi pengikut Bu Sri Mulyani , Menteri Keuangan dan Bapak Bambang Brodjonegoro, Menteri Bappenas di meda sosial. Setidaknya saya nggak sekedar stalking akun sosmed artis yang isinya gosip entah pencitraan, tapi justru saya dapat pemahaman dan informasi. Di akun-akun mereka, sering dipaparkan kemajuan-kemajuan kinerja. Setidaknya ya saya juga bisa membaca pola pikir belaiau-beliau daripada menanggapi cuitan para natizan yang terkadang subjektif.

Menanggapi aksi Presiden BEM UI, Zaadit Taqwa yang menghebohkan dunia, Bu Sri Mulyani dalam kuliah umumnya bilang bahwa beruntung kita berada negara ASEAN. So, pertumbuhan ekonomi kita yang ‘hanya’ 5% ini rupanya berdampak sangat nyata dan bermakna sangat besar karena kita ASEAN.

Kata pak Bambang, pertumbuhan ekonomi global membaik sejak 2017 meski laju pertumbuhannya masih di bawah laju sebelum krisi finansial global 2008. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi Cina yang berada di level sebelumnya. Selain itu, perekonomian kita yang masih berbasis konomitas menyebabkan ketergantungan pada permasalahan struktural.

Seharusnya, transformasi  struktural agar Indonesia menjadi negara Industri harus segera dilakukan. Saat ini kita dalam kondisi darurat. Bahkan dalam kunjungannya ke ITERA bulanlalu, Bapak Kemenristekdikti menyatakan bahwa saat indonesia harus masuk ke industri 4.0. Sehingga semua  perguruan tinggi harus menyiapkan produk-produk yang siap membuat start up baru tanpa bergantung dengan yang sudah ada. Harapannya, industri 4.0 ini kelak akan menjadi solusi dari tumpulnya kreativitas bangsa Indonesia dalam menyikapi krisi global.


Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6% pertahun. Selain harus naik, pertumbuhan ekonomi harus inklusif.  Jangan sampai ada ketimpangan yang sangat signifikan yang akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak sustainable.

Sementara skenario Bappenas menggunakan asumsi bahwa investasi tumbuh rata-rata 5,5% pertahun. Selain itu asumsinya adalah tidak ada peningkatan efisiensi pasar tenaga kerja dan tidak adanya reformasi di dunia pendidikan.
Lalu sebenarnya tantangan apa saja yang dihadapi oleh Indonesia dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi?

Ketidakpastian Kebijakan Moneter Negara Maju

Kondisi ini berpengaruh secara langsung terhadap sistem keuangan dunia. Bagi Indonesia, ini menimbulkan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.

Proteksionisme

Hal ini berpotensi memicu perang dagang global sehingga taris perdagangan global bisa naik hingga 115%. Negara-negara di dunia bisa mempererat kerjasama ekonomi kawasan. Misalnya Asia, jika negara-negara di Asia bersatu, maka ini akan mampu menahan dampak dari proteksionisme.

Salah satu caranya adalah dengan RCEP atau kerjasama ekonomi komprehensif regional. Jika RCEP tidak menaikkan tarif, resiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat diminimalisasi. Sebaliknya, akan ada sumbangan pertumbuhan ekonomi dari perdagangan regional tersebut.

Teknologi Disruptif

Hal ini merupakan tantangan serius bagi perekonomian domestik . Mainstream dalam wacana umumnya adalah teknologi digital akan membantu akses UKM terhadap konsumen dan sebaliknya.

So, saya pikir untuk bisa mengritisi kinerja pemerintah, terlebih dahulu kita harus mampu berpikir secara komprehensif. Kumpulkan data, lakukan analisis minimalnya SWOT, baru kemudian bandingkan dengan data capaian kinerja pemerintah dari sumber yang terpercaya. Benar bahwa untuk bisa menjadi mahasiswa yang mampu menjadi corong lidah rakyat itu berat. Meski pun untuk menyuarakan aspirasi rakyat miskin tak perlu jadi orang miskin dulu, tapi setidaknya kita harus paham benar sampai ke dalam relung rasa bahwa data dalam kondisi yang nyata itulah yang akan membuka pemikiran dan ruang-ruang kritis kita.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<