Cikwo Coffeee and Resto: Sejuta Inspirasi dalam Secangkir Kopi




Ada yang berbeda dari Sabtu sore saya kali ini. Bertemu dengan kawan-kawan lama hingga kawan baru yang nggak pernah berhenti menginspirasi selalu bikin saya seperti hidup lagi. Apalagi kalau bukan gara-gara kopi.


Hari ini saya diundang untuk menghadiri grand launching sebuah kedai kopi dan resto baru di seputaran Kota Sepang, Cikwo Coffee and Resto. Bagi yang sering buka-buka sosmed atau pernah ke Lampung, nama ini pasti nggak asing lagi. Iya, ini adalah tempat makan dan nongkrong dengan konsep berbeda daripada yang udah ada sebelumnya di Jl. Nusa Indah.

Ikuti; [GIVEAWAY] Indonesia bebas Sampah 2020

Kalo menurut saya sih di Cikwo Coffee and Resto yang ini kesannya lebih minimalis dan modern. Sasarannya juga sepertinya beda. Meski pun visinya tetap sama, yaitu mempromosikan kuliner dan potensi Lampung.

Menu-menu Unik dan Berbeda

Dari nama restonya aja udah etnik banget kan, so nggak heran kalo menu-menunya juga lokalan. Lebih tepatnya menu yang biasa kita temukan di resto-resto mainstream di sini diulik jadi menu yang berbeda. Misalnya spaghetti, kalau biasanya disajikan dengan saus bolognese dan daging sapi atau tuna, di sini disajikan bareng iwa tukhuk. Apa hayoooo iwa tukhuk? Ini adalah ikan blue marlin yang terkenal banget dari Pesisir Barat. Biasanya banyak ditemui di sepanjang perjalanan Krui. Saya biasanya ketemu Iwa Tukhuk di RM Ceria, di perjalanan menuju Lemong.



Diakui oleh Kak Andre, bahwa menu di Cikwo karakteristiknya adalah asin dan pedas. Bukan cuma spaghettinya aja, tapi juga katsunya. Saya emang nggak sempat nyicip katsu di sini, tapi dari fotonya keliatan enak. Katsu ayam disajikan dengan saus pedas yang dicocol saus keju mirip ricis berpadu dengan nasi ketan. Kalau spaghettinya mungkin bagi saya sedikit aneh dan fishy, jadi kurang pas aja bagi saya.

Menu food yang satu lagi yang saya cicip adalah komodo breakfast. Sumpah ini bikin dahi berkerut, apaan sih kok namanya gitu banget. Ternyata itu adalah semacam salad yang aslinya ada cornflakenya. Cuma karena tadi cornflakenya abis jadi deh absen. Pas digigit kok ada sensasi pedasnya yang bikin saya nyengir karena kaget.


“Salad kan harus ada karakter krunchy, lembut, termasuk lengkap sensasi rasanya,” terang Kak Andre sambil ketawa. Ternyata yang saya makan itu adalah paprika, sodara-sodara.

Kalau untuk minuman, secara visual saya udah sering ngeliat di instagram walau belum tau nama dan komposisinya apa. Karena saya udah bilang berkali-kali bahwa saya kangen kopi campur pisang, saya langsung pesan menu yang ada pisang-pisangnya. Nggak taunya itu protein power yang masuk golongan healthy drink. Rasanya gimana? Jadi menurut saya itu adalah semacam milkshake tapi lebih enak dengan tambahan krenyes-krenyes cornflake terus dikasih irisan pisang. Haha.


Akhirnya saya keidean mengombinasikannya dengan kopi. Saya ke belakang terus minta espresso double shot. Awalnya saya ragu, espresso dari robusta pasti pahit banget, apalagi double. Saya sempet mikir bahwa saya terlalu pede. Saya milih kopi ulu belu karena si-tukang-seduh-dari-Biha-yang-saya-lupa-namanya cuma ngasih opsi kopi ulu belu dan kebon tebu. 

Espressonya dibikin pake rok, terus banyak bubblenya gitu. Pas dicium wanginya robusta banget, terus pas dicicip panas-panas lidah saya meleleh. LOL. Saya tambahin aja ke dalam protein power, ternyata mantap. Mirip kopi pisang harapan saya. Enaaaak. Terus abis deh satu gelas. Glek.

Duh, ini kok saya jadi ngerasa sok tau soal rasa kopi yaaa. Maafkan, saya hanya penikmat tapi belum kenal lebih jauh tentang kopi. Jangan dibully.

another healthy drink and local camilan
Cikwo menyediakan kopi luwak, kopi kebon tebu, kopi serengit, dan kopi ulubelu. Ke depan Bu Isna, owner Cikwo Coffee and Resto, pengin ada kopi dari Way Kanan, tapi dia masih belum bisa memastikan kualitas kopinya. Ini tentang garansi bahwa si petani memetik merah, terus penanganan pasca panennya dan sebagainya. Kalau dari Lampung Barat Bu Isna percaya karena emang dia asalnya dari Liwa, jadi udah yakin banget dan kenal dengan petani di sana.

Konsistensi Adalah Kunci

Menurut Bu Isna, di sini pakai kopi dari Lampung, nantinya akan ada kopi dari tiap lokasi di Lampung. Menunya juga khas Lampung jadi sebagai orang Lampung asli dia benar-benar akan melestarikan tradisi. Whatta good idea! Di saat orang lain ikut-ikutan trend, resto yang ini justru bertahan dengan tradisi yang sebenarnya memang sangat priceless.


“... kita harus punya gimmick, nggak mau kayak yang lain. Kopi kita dimana-mana juara, ngapain musti pakai yang lain? Di Amerika Latin sana ada kopi khas yang juga kita konsumsi di sini, ditanamnya dimana? SUMATERA!” papar Kak Andre mengamini pernyataan Bu Isna. Menohok banget.

Ada yang spesial dan nggak ketinggalan dari ciri khas Cikwo, kehadiran sang barista cilik yang tak lain adalah anak dari Bu Isna sendiri.

Si Barista, Saya, dan Pak Fajar
“Kalau dia straight banget sama teori. Jadi harus berapa gram kopi, berapa suhu air, berapa lama seduh itu diperhatikan banget,” kata Bu Isna berbinar-binar.

Pak Fajar, seorang pengunjung yang juga Duta Gamolan Lampung mengakui enaknya kopi buatan sang barista cilik. Pertama kali dia ditawari minum kopi susu besutan sang ahli, terus jadi ketagihan dan nggak nyangka bahwa kopinya bisa seenak itu.

Saya, Bu Isna, dan Pak Fajar biar ketularan suksesnya :D

Bu Isna yang juga memelopori berdirinya Cikwo Coffee and Resto di Jl Nusa Indah ini memang ngaku kalo mau nggak mau dia harus belajar tentang kopi. Kurang lebih sejak enam bulan terakhir, dia belajar dari para barista, dari internet dan dari mana pun. Saya emang ngeliat kalau Bu Isna ini orang yang konsisten. Buktinya, dia yang udah bekerja dan merintis sebuah perusahaan engineering selama bertahun-tahun tetap bisa survive di sana meski dia juga sibuk dengan restonya. Hebat banget! Ini jadi pelajaran berharga buat saya yang masih muda (iya gitu? #grin).

Membangun Relasi

Selain konsisten dengan ciri khas Lampung, menurut saya Cikwo juga pandai menjaga relasi. Buktinya saya di acara grand opening ini bisa meet up bareng pegiat media sosial di Lampung. Iya, para influencer alias artes sosmed. Saya juga bisa ketemu kawan-kawan dari beberapa komunitas jadi betah nggak pulang-pulang. Ke sana kesini obrolannya seru dan beda.

 
Bareng Tapis Blogger dan Influencer (Foto milik Om Yo)
Hebatnya, personel Cikwo yang konon belum tidur dari semalam masih bisa mondar-mandir ke sana ke sini, ngeladenin celotehan dan pertanyaan-perntanyaan yang pastinya bikin lelah hati dan pikiran. Tapi mereka masih tampak bahagia, merona, meski keringat bercucuran dan muka udah klimis. Hihi. Sampai sore beberapa awak media baru datang dan langsung disambut, ditemenin duduk sambil menyapa tamu-tamu lainnya. Terima kasih lho sambutan hangatnya, Cikwo. Duh, curiga besok mereka tidur panjang nih abis pesta sehari semalam. LOL.

Bareng tukang seduh yang laper, yang ogah tenar, dan yang terpesona sama kupu-kupu di dahan
Mereka juga rencananya bakal bikin semacam member card buat para pelanggan supaya bisa dapat diskon khusus. Kalo untuk komunitas sih udah pasti dapat diskon. Dan setelah saya ngobrol-ngobrol kayaknya perkumpulan perempuan saya juga mau digirng kemari nih. Bahkan ada juga spesial diskon kalo pelanggan menunjukkan boarding pass Express Air. Wih, makin ada aja godaan buat jajan karena berbagai komudahan dan rayuan.

Dari harganya aja udah murce banget dibandingkan dengan coffee shop modern (yang sempat kami obrolkan). Meski dikenai pajak restoran, manajemen Cikwo nggak memungut pajak dari pelanggan. Mereka membayarnya dari total pendapatan. Karena emang food, beverage and service kan emang harus dibayar pajaknya tapi bedanya pelanggan nggak perlu ribet nambahin harga.

Buat saya yang hobi nongkrong sambil kerja di depan laptop juga udah dapat garansi kenyamanan. Kata Kak Andre nggak perlu khawatir soal wifi. Kenceng. Ada tivi dengan channel bejibun juga, meski saya kurang tertarik dengan tivi. LOL.

Nggak lupa foto bareng sang master
 
Ke depan akan ada live music juga dengan menggandeng pihak lain yang menyediakan alat musik dan perlengkapannya. Konsepnya soft, bukan musik yang kenceng-kenceng. Ih, saya juga nggak suka kalo nongkrong terus ngobrol harus teriak-teriak gara-gara musiknya bikin pekak. Selain musik, ada beberapa aktivitas yang tadi udah saya obrolin bareng Kak Andre. Sepertinya bakal seru dan bikin hidup komunitas dan inspiratif deh. Can’t hardly waiiiittt banget pokoknya, terus dengar perkembangan Cikwo yang makin matang.


Cikwo Coffee and Resto
Jl Ki Maja, Komplek Ki Maja Icon Blok D (Sebelum Fly Over Way Kandis)

Ps. Pardon my straw yaaaa. Lupa pesan tanpa sedotan. 
 

8 comments

  1. Keren memang Cikwo ini, oh iya tadi sempet cicip ulu belu, seduh tubruk sama v60, mau nyicip espresso keburu kembung, yg v60 satu teko abis sendiri soalnya.. wkwkw..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kontrol, mas , kontrol. Bisa2 bulimia loohhh ...hihi. dikit 2 aja biar bisa nyicip semuanya. LOL

      Delete
  2. Espressonya dibikin pake Rok
    Berhubung bukan penikmat kopi,ini pikiran saya jadi ngelantur. Memang kalau pakai celana rasanya beda gitu yaaaa..
    Ma'afkeuun.
    Tempatnya bisa direkomendasikan buat yang berkunjung ke Lampung nih
    Nuhuuun Infonya

    ReplyDelete
  3. Belum kesampean main ke kedai kopi. Hebring nich menunya cikwo. Nti klo ke lampung, bisa mampir deh...

    ReplyDelete
  4. Belum kesampean main ke kedai kopi. Hebring nich menunya cikwo. Nti klo ke lampung, bisa mampir deh...

    ReplyDelete
  5. Aku tadi cicip yang pake whippedcream. Enak bangeet looh. Tuh Si Arung juga ketagihan. Eh 😁

    ReplyDelete
  6. Aku tadi cicip yang pake whippedcream. Enak bangeet looh. Tuh Si Arung juga ketagihan. Eh 😁

    ReplyDelete
  7. Yeeeyyyyyy soal Kopi emang gak pernah Ada abisnya ---- Dari mulai jenis sampai style penyajiannya

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<