“Eh, emang bener di Lampung ada yang namanya kampong begal?”“Lo nggak takut naik motor sendirian di Lampung?”“Emang orang Lampung begal semua ya?”
Sedih loh
dapat pertanyaan-pertanyaan tentang kampang halaman tapi miris semua, tentang
begal. Nyatanya memang beberapa kali yang ketangkap ngebegal di Pulau Jawa ya
emang dari Lampung. Dan parahnya terkesan masalah begal ini jadi (suku)
Lampung-sentris. Padahal yang ketangkap lagi ngebegal, yang ditembak di tempat
sampe mati, nggak mesti keturunan warga pribumi.
Saya paling
males kalo orang sukuisme banget. Pernah saya nyari alamat orang yang mau jual
rumah, malah ditanya balik, “suku apa dia itu?” kan nyebelin. Nggak ada
hubungannya jual rumah sama suku-sukuan. Saya juga paling sebel kalo orang udah
ngomongin soal keturunan. Iya, apalagi yang keturunannya ningrat. Menurut saya
itu non sense ya. Nggak memberikan efek apa-apa kecuali bisa mempermudah jalan
hidup kamu lewat jalur nepotisme dan warisan yang awet tujuh turunan.
Oke, udah
dulu misuh-misuhnya. Saya pengin memperkenalkan kampung halaman saya.
Saya lahir
di Kota Bandar Lampung. Lalu besar di sebuah desa di Lampung Selatan. Ke kampung
saya cuma butuh waktu sekitar satu jam dari Pelabuhan Bakauheni. Atau dua jam
setengah dari Bandara Radin Inten. Tapi nanti kalau tol trans sumatera udah
rampung, paling cuma 45 menit aja dari Bandara ke kampung saya.
Honestly,
saya nggak pernah betah tinggal di desa. Kalau lagi liburan di sana, paling
kerjaan saya cuma di rumah aja. Atau mentok-mentok nemenin Ibu ke pasar atau
nganter sesuatu ke rumah sodara-sodaraan kami. Iya, kami nggak punya sodara
sedarah di sana karena Bapak dan Ibu adalah perantau tapi akhirnya ya ketemu
aja sama orang-orang baik yang pada akhirnya lekat seperti saudara. Kadang emang
jalinan pemikiran bisa lebih lekat daripada kentalnya darah.
Saya nggak
betah di sana karena yang pertama nggak ada tempat nongkrong. Saya biasa
menyendiri di suatu kafe atau taman atau apalah, lalu ngerjain apapun yang jadi
PR saya atau sekedar baca-baca. Tapi di sana adanya sawah. Dan saya sendiri
baru beberapa kali ikut Bapak ke sawah. Bapak juga ke sawah belum tentu dua
bulan sekali. LOL.
Nggak ada
tempat nongrong itu berkorelasi sama nggak ada sinyal. Susah banget di sana
kalo mau komunikasi. Saya sering bilang,”sorry gue lagi di the lost world, jadi
nggak bisa fast response.” Ya karena emang susah sinyal. Buat nelpon aja susah,
apalagi buat internetan. Mati gaya banget kaaaannn?
Di rumah
Beberapa kawan
yang main ke rumah sih takjub sama pemandangan selama di perjalanan. FYI, untuk
bisa sampai ke rumah saya butuh menjelajahi 15 km jalanan aspal yang masuk dari
bibir gang Jalan Lintas Sumatera. Di sepanjang perjalanan itu masih ada
beberapa petak sawah yang kadang menguarkan wangi bulir padi menguning atau
wangi rumput yang segar.
Sampai di
rumah, mereka kebanyakan ngambil kelapa muda. Bapak dari dulu emang nanam
kelapa muda hibrida. Pohonnya nggak terlalu tinggi. Saya aja waktu kecil bisa
metik tanpa harus pakai galah atau tangga. Kelapa-kelapa ini di tanam di
pojokan pekarangan. Kalau ada yang udah mulai tua, Bapak akan nanem anakannya
lagi sebelum yang tua dan udah tinggi itu di tebang. Menanam sebelum menebang
berlaku di pekarangan rumah kami.
Sebelum ada
yang datang, biasanya Bapak mancing ikan di kolam. Makanya kalau mau ke rumah
saya suka pada ngabarin dulu. Biasanya ikan yang diambil adalah ikan patin atau
gurame yang ukurannya sekitar satu kilo. Nggak terlalu besar, kadang juga yang
lebih kecil dari itu. Biasanya Ibu buat pindang ikan, pepes dan sambal terasi. Nggak
lupa juga kalau lagi musim ngambil daun-daunan dulu di pekarangan buat lalapan.
Kalau lagi nggak ada ya gampang, tinggal panen aja di pasar. LOL.
Kondisi rumah
yang serba ada mulai dari sayur, buah sampai lauk bikin saya juga udah ngerasa
cukup tinggal di rumah. Nggak perlu jajan atau konkow. Selain itu juga karena
saya nggak punya teman sebaya. Teman-teman saya sekarang udah pada berkeluarga
atau merantau. Dari dulu emang saya kurang cocok dengan teman di kampung karena
mereka lebih suka main yang cenderung berbahaya kayak main ke sawah, main api,
main golok, main bamboo. Kalau nggak gitu ya kadang mereka Cuma nongrong di
perempatan jalan yang menurut saya itu useless banget. Saya biasa memanfaatkan
waktu di rumah. Dari kecil saya suka baca sambal denger music. Bapak juga
memfasilitasi kami dengan taman bermain. Kami bisa main masak-masakan atau main
tanah sekalipun tapi tetap dalam pengawasan di rumah.
Rumah kami
jauh lebih sederhana dari pada para tetangga. Tapi kami selalu berkecukupan
dalam hal sandang dan pangan apalagi pendidikan. Kami jauh lebih bersyukur
untuk itu. Kecuali jalanan yang kadang rusak dan keabsenan sinyal, saya sangat
senang berada di rumah. Di rumah, bukan di kampung saya.
Berwisata di Kalianda
Beberapa orang
lebih mengenal kampung saya sebagai Kalianda. Padahal masih harus masuk lagi
sekitar 15 kilo hehe.
Kalianda adalah
sebuah kota pesisir, Ibu Kota Kabupaten Lampung Selatan. Kota kecil yang selalu
galau dengan patung di tengah jalan. Iya, udh berapa kali aja patung di depan Masjid
Kubah Intan di bumi hanguskan, terus dibangun lagi-dibongkar lagi. Galau. Masa remaja
saya habiskan di sini. Semasa SMA, saya sering pulang malam karena ikut ekskul
ini itu. Jadi waktu saya banyak di Kalianda dari pada di rumah. See, saya aja
yang anak SMA nggak pernah takut begal. Adik-adik saya juga. Teman-teman saya
juga.
Baca juga: Ayo Berwisata ke Sumatera Via Selat Sunda
Dari Bakau
Heni, biasanya kawan-kawan mampir ke Masjid Kubah Intan. Masjid ini udah iconic
banget. Sekarang fungsinya mirip rest area. Dulunya namanya Cuma Masjid Agung
Kalianda. Sekarang dipugar dengan kubah yang serupa intan dan shine bright like
a diamond gitu. Masjidnya jadi lebih besar dengan fasilitas AC dan free wifi
yang lumayan ngebut. Di lantai dasara ada juga perpuseru yang sering jadi
tempat anak-anak main computer. Haha.
Baca juga: Perpusseru, Sisi Lain Masjid Kubah Intan
Kalau misalnya
badan pegel-pegel abis perjalanan jauh dan butuh kafein, tinggal ngesot aja ke
Kedai Kopi Pacar Hitam. Kedai manual brew pertama di Lampung yang saya kenal
dan menyeret saya untuk lebih jauh mengeksplorasi kedai-kedai lainnya di
Lampung setelah pulang dari merantau. Sebagai lumbung kopi nasional, komoditas satu ini emang nggak bisa lepas dari keseharian masyarakatnya.
Baca
tentang kedai ini: Kopi Pacar Hitam, Kedai Kopi Pertama di Kalianda
Dari kejauhan
ada Gunung Rajabasa. Kita bisa sekedar mengitarinya, loh. Ada 22 desa di
sekitar gunung yang bisa kita eksplorasi. Salah satunya kampung halaman Pak
Zulkifli Hasan, mantan Menteri Kehutanan yang kampungnya sempat beberapa kali
banjir. LOL.
Untuk bisa
mendaki Gunung Rajabasa, nggak perlu latihan khusus. Kita cuma butuh waktu
sekitar enam jam aja kok, track-nya juga nggak terlalu ekstrim. Naiknya bisa dari
Desa Sumur Kumbang yang sekaligus bisa ketemu dengan pemuda-pemuda pecinta alam
Rimba Selatan (Risel) yang bisa menjadi guide biar para pendaki nggak nyasar. Mereka
juga akan dengan senang hati memperkenalkan kampungnya, cerita leluhur hingga
keberhasilan masyarakatnya mengelola hutan agar tetap lestari. Oh iya, di desa
ini ada yang namanya acara Peperahan. Biasa digelar sekali dalam setahun di
awal tahun hijriah.
Kalau mau datang
ke sana, kalau nggak ada acara Peperahan, datang aja pas musim duren kayak
sekarang. Siapa tau malah bisa ikut nunggu duren bareng warga sekitar. Seru,
loh.
Turun dari
Desa Sumur Kumbang, kita juga bisa nginap di Wisma Belerang. Seperti namanya,di
penginapan ini emang ada sumber air panas belerang. Di sana tersedia kolam air
tawar, ada juga air belerang yang bebas digunakan oleh tamu wisma. Ratenya murce,
kok. Sekitar Rp. 300.000 per kamar plus sarapan dan fasilitas shower hot water,
AC dan tivi.
Kalau nggak
mau nginap di Wisma Belerang, bisa juga ke sumber air panasnya langsung. Minta panduan
warga sekitar aja. Tiket masuknya Rp. 5000 doang. Tapi ingat ya, jangan
lama-lama terpapar air belerang. Bisa juga cari hot spring di Pantai Wartawan. Di
sana juga ada air panas belerang dan non belerang.
Setelah naik
gunung, makan duren, terus merilekskan badan di air belerang, waktunya
jalan-jalan ke pantai.
Kalianda emang
terkenal banget dengan pantainya. Dimana-mana ada pantai. Seberang sekolah saya
aja udah bibir pantai loh. Agak jalan sekitar 200 meter sih. Hihi.
Baca juga:
Banyak banget
pantai di Kalianda. Nggak sanggup saya nyebutin dan ngejelasin satu persatu. Berawal
dari pelabuhan Bakau Heni aja udah ada yang terkenal Pantai Tanjung Tuha, terus
ada Pantai Laguna, Pantai Ketang, dan yang mengelilingi Gunung Rajabasa yang
terkenal ada Pantai Canti dan Pantai Kahai. Di Pantai Kahai ini ada penginapan
yang lucu-lucu juga, ratenya mulai sekitar Rp. 500.000. Dari pantai ini atau Pantai
Canti atau Pantai Kunjir dan sekitarnya bisa nyebrang ke Batu Lapis dan Pulau
Mengkudu yang lagi happening.
What to eat?
Saya nggak akan singgung soal BAkso Sony sekalipun dia punya milyaran fans garis keras di luar sana. Jadi saya kasih gambarnya aja. Kalau mau bakso Sony, sini main ke Lampung! Bisa juga dikirim loh, ada bakso, pempek, rolade yang frozen. Macak promosi.
Tadi saya
sempat singgung soal duren. Iya, duren lokal sini emang nggak semantap duren
medan. Tapi tetap nggak kalah mantap kok. Apalagi yang segar. Paling cocok
dicampur sama kopi. Kopi duren apalagi sama ketan. Haha. Lampung banget katanya
sih yang beginian.
Selain di
Kedai Kopi Pacar Hitam, ada kedai Kopi Kalibata yang menyediakan manual brew. Dulu
Kedai Kopi Kalibata pernah sangat mengecewakan saya, tapi akhirnya sekarang
mereka bertrasformasi menjadi lebih baik lagi.
Baca juga: Bawa Gadget KAlau ke Kalibata Coffee
Kalau untuk
oleh-oleh atau yang hobi kopi robusta, bisa berburu kopi WC. Kopi ini adanya di
Pasar Inpres Kalianda. Nggak jauh dari Kedai Kalibata. Tanya aja kopi WC pasti
tau semua karena jualannya emang di depan WC. Eh, jangan salah. Kopi ini udah
nampang di beberapa majalah dan surat kabar. Di tivi juga. Keren banget.
Kalau oleh-oleh
lainnya tentu aja karena daerah pesisir jadi penganannya nggak jaih-jauh dari
seafood based product. Sebut aja pempek, otak-otak, bakso ikan. Ngetik ini saya
jadi ngiler dan pengin banget ngeburu otak-otak plus saus kacangnya. Glek.
Baca juga:
4 Pempek Enak di Kalianda
Kalau lapar,
jangan khawatir. Setiap kota emang punya ciri khasnya. Kalau di Kalianda ini ada
olahan ikan di Warung Makan Simpur Kuring. Letaknya nggak jauh dari Masjid Agung
Kubah Intan. Tepatnya di samping Samsat Lampung Selatan di seberang Kodim. Nggak
bakalan nyasar, soalnya ada di kiri jalan Lintas Sumatera.
Selain itu
bagi yang suka ayam bakar sambal agak gurih manis-manis manja gitu, bisa cobain
Ayam Bakar Sartika. Atau kalau yang vegetarian harus banget cobain Pecel Sudi
Mampir.
Baca juga: Warung Pecel Sudi Mampir
Ah, bicara
makanan di kampung halaman saat di kosan dengan tagihan deadline seabreg gini
bikin baper maksimal deh. Should I blame si admin 1 Minggu 1 Cerita yang udah
bikin tema segini bikin bapernya? -_____-
Baiknya
saya sudahi aja. Eh, ini baru cerita seujung kukunya Lampung loh. Baru ngesot
dari Pelabuhan Bakauheni. Di tempat lainnya banyak hal yang lebih seru lagi
bahkan yang belum sempat saya ceritain di sini. Kadang emang keindahan dan
kenikmatan itu bukan untuk diceritakan, tapi untuk disimpan sebagai kenangan. Halah,
kenikmatan.
So, kalau
yang mau datang ke Lampung nggak usah peduli begal. Dimana-mana juga ada. Bahkan
kekejaman begal lampung sekarang udah kalah dibandingkan dengan pelaku psiko
yang bikin mencekam suasana Pulo Mas. Waspada itu harus, tapi takut mah jangan.
Kan kita masih punya Tuhan, masih punya teman yang cute kayak aku yang bersedia
ditanya-tanya apalagi jadi guide asalkan segalnya ditraktir. Eh, maaf ya saya
anaknya penuh pamrih.
Begal yang ditakuti, Begal Cinta #PromoBukuKawan |
Review kampung halamannya lengkap banget....
ReplyDeletePengen ke sanaa..... Tapi kalau ke sana aku harus ditraktir.
Maaf, saya suka caper sama temen. Mau kan temenan...? :P
Hahaha...yaudah, kita saling nraktir aja yaaa. Ditunggu di Lampung loohhhh
DeleteDuh, pengen keliling Indonesia deh, Asli :3
ReplyDeleteSalam,
Oca
Ikuuuttttttt! Apalagi klo ada sponsor hihi
Deletesaya baru loh, kalo kebanyakan begal itu asalnya dari lampung #ketahuannihanaknyamalasnontonberita
ReplyDeleteIya, cukup terkenal begal Lampung mah sampe berlebihan
DeleteWahh.. baru tahu duren bisa dicampur kopi *udah kebayang aja saya meracik sendiri.LOL
ReplyDeleteSeru ya kampungnya.. Kami di Sultra juga banyak pantainya.
Salam kenal :)
Salam kenal juga. Wah saya penvin nyelam2 di lautnya Sultra, kemudian nyari rumput laut merah
DeleteSaya sih tertariknya sama duren kopi nya gmna ya rasanya kalo dicampur ketan?? Kopi duren itu kopi dari duren ato cm kopi dgn cemilan duren?? Hehe
ReplyDeleteSalam kenal sy jg member #1m1c dari Lombok!!
Wah ada jg yaaa yg dr Lombok. Salam kenal juga! Ada kopi yg dicampur duren instan, ada juga yg emang kopi diublek2 campur duren
Deletehahaha, sama kayak saya juga, kalo pulang ke kampung halaman cuma di rmh aja. slx anak rumahan
ReplyDeleteSy stay di Makassar. Disni juga sering dgr cerita ttg begal. Tp smoga aja gak prnh ketemu sm yang nama nya pembegal.
Btw itu buku begal cinta seru tuh... Abis ketemu pembegal trus jatuh cinta, slx yg begal mirip lee mih ho hihihi ^_^s salam kenal. Btw buku begal cinta nya bs di dpt kan dimana ya?
Waaahhh di makasar ada juga toh? Heuheu. Bukunya PM saya aja kak. Nanti dipesenin ke temen
DeleteWah, gua justru baru tau loh kalau begal itu seringnya dari lampung. Kayanya gua anak kosan yang anti tv banget ya, walaupun ada tv dikosan juga.
ReplyDeleteIya, setuju banget, paling gk suka sama orang yang rasis. Gua sendiri asal dari Palangka Raya, keturunan dayak. Tapi bukan orang dayak asli, karna disana gua numpang tinggal doang. Tapi, setiap yang ngajak ngobrol pasti nanyain soal kerusuhan dayak dulu, ya gua jelasin setaunya gua aja. Padahal nggak semua orang yang berasal dari suku itu, bakal berlaku seperti kebanyakan orang yang dari suku tersebut. Ya ibarat seorang oknum jahat yang berada di sebuah organisasi yang baik lah, kan organisasinya kebawa jelek juga. Ya, ibarat pepatah "Karna nila setitik, rusak susu se-balanga(wadah seperti guci)."
Haha iya, di sini jg pernah ada kerusuhan dan diungkit2 terus. Jadi cedi.
DeletePernah ke lampung sekali sewaktu pembukaan lahan untuk kampus ITERA sekitar tahun 2012-an,menginap di Hotel Novotel..cuma merasakan kuliner seafood dan durian...pulangnya beli oleh2 pisang epek ya..kl gak salah namanya hehehe..salam kenal mbak vita :)
ReplyDeleteHallo teh, teteh pasti sekantor ama buajeng yaaaa? Heuheu. Jauh jg dari Itera ke novotel. Heu
DeleteSama kaya yg diceitain temen ku yg stay di Natar. Apalagi sekelilingnya hutan tebu. Kalo udah maghrib, anti bgt momotoran...
ReplyDeleteWaaahhhh punya teman org hutan tebu ternyata
DeleteWah...jadi ingin ke Lampung. Makasih kisahnya lengkap...
ReplyDeleteBelum lengkap ini mah hihi
DeleteWew, sama dong. Lumajang juga terkenal dengan begalnya 😝 Apa mungkin kota kita masih saudaraan ya??? 😆
ReplyDeleteWew, kopi duren gimana rasanya? Duh aduuuuh
Kak Rind, ig bisa dipampang di post blog loooh, jadi gak oake skrinsyutan. Ada caranya, tapi saya gak pandai bertutorial, hehe. Ntar, kalo di postnya ada gambar dari ig, jika diklik akan ngarah langsung ke blog. Coba deh cari tau
Salam kenal kak rinda
Aaakkkk gimana caranyaaaaa? Aku gaptek maksimal
DeleteSy punya kesan ttg lampung wkt PKL tahun 95-an.way kambas dg gajahnya adalah sesuatu banget dan kisah lucu waktu pulang dari mall naik angkot.. Eh si sopir ga mau brenti padahal kita dah bilang berkali-kali... Kareeeennnaaaa..
ReplyDeleteKita bilangnya: "kiriiii... " harusnya"minggir!!" akhirnya penginapan kelewat jauh dan sebagai bonusnya difoto di taman kota yang banyak lampunya wkwkwk
Harusnya setoopppp bang setoopppp wkwkwkw
Deletewaa.. rinda lengkap banget ulasannya �� jadi pengen pulang xD kapan2 main ke metro ya~~
ReplyDeletebtw, kopi hitam+duren itu enak, ketan+duren itu enak, duren yg udah jadi tempoyak juga enak �� tempoyak bisa dimakan mentah, dicocol sambel terasi, dimakan pake nasi panas, dibuat pindang patin, dibuat pepes, dibuat sambel, akk~ enak semua! lapaarr~
Huhu sayangnya aku tak suka tempoyak teeehhh. Hayuk kita berburu duren!
DeleteWaaah, dureeen nyaa. Bikin galfok. Secara favorit banget.. hihihi. Kopi aceh enang terkenal bget ya. Kopi durennya yg bkin penasaran..
ReplyDeleteTapi ini kopi lampung loh, robusta. Jadi tambah duren legit, g pahit lg
Delete