EL'S COFFEE: BAWA TUMBLERMU, NIKMATI KOPIMU!




Honestly, kedai kopi di Lampung yang pertama dan sering banget saya datangi adalah El’s Coffee. Selain KFC Coffee tentunya. Terutama El’s Coffee Mall Boemi Kedaton (MBK) yang letaknya strategis banget kalo saya mau menclok sana-sini kecuali harus parkir muter-muter. Paling enak ya kalo naik angkot.


Saya tau ada El’s Coffee sejak beberapa tahun lalu sewaktu saya beli roasted bean di Chandra Tanjung Karang. Saya sempat ngobrol dengan pegawainya dan dikasih nomor hape sang owner yang waktu itu buka kedai di arah Teluk. Nah, pas saya udah pulang dari memperjuangkan pendidikan saya baru deh saya rajin datang ke El’s Coffee.


Sebenarnya saya (dan HB) punya pengalaman buruk di El’s Coffee MBK. Di sana kami pernah melakukan pertemuan, diskusi dan menambatkan masa depan usaha kami. Hingga akhirnya kandas bahkan ketika baru aja turun mesin sehingga merugi. Tapi ya sudahlah, doakan saja itu pengalaman buruk yang jadi pijakan keberhasilan dan kejayaan kami di masa depan. Aamiin.

Kopi

El’s Coffee MBK nggak punya manual brew. Padahal terkang saya pengin sesuatu yang tradisional dan penuh sentuhan insting manusia. Bukan mesin. Hingga saya selalu pesan minuman coffee based yang beda-beda karena saya seperti sedang mencari jati diri. 



Over all saya suka banget dengan aneka varian minuman yang disediakan. Hingga akhirnya saya mampir ke El’s Coffee di Jalan Kartini dan ternyata di sana ada manual brew.

Baca juga: Kopi Pacar Hitam, Kedai Kopi Pertama di Kalianda. 

Anehnya, di setiap kedai El’s yang saya kunjungi, ada aja pegawai yang nggak ngerti kalo saya tanya tentang manual brew atau single origin. Mereka justru menjelaskan kepada saya ini-itu yang bikin saya pusing. Bahkan di el’s Kartini yang ternyata ada. Hingga salah satu barista yang (mungkin) senior akan menjelaskan. Artinya, product knowledge mereka kurang baik ya. Too bad.


Makanan

Karena saking nyamannya berada di El’s, saya sampe suka berlama-lama di sana. Sampe akhirnya laper dan pesan makanan. Saya paling suka dengan sajian pisangnya yang digoreng kecil-kecil, terus ditaburi keju dan selai cokelat. Itu ngingetin saya dengan menu favorit di Philokopie jaman dulu pas belum berubah jadi Hestekkopi dan beralih manajemen di dekat kosan saya di Jogja. 



Saya juga pernah pesan nasi goreng karena saking lapernya. Saya pesan tanpa toping macam-macam karena kalo misalnya pengin ditambah dengan tuna aja harganya jadi empat puluhan ribu, sementara yang saya pesan harganya udah tiga puluhan. #GagalGaulKarenaKere


Tempat

Saya bolehlah kasih lima bintang (*****) untuk tempat yang di sediakan oleh El’s Coffee. Ini yang membuat saya rela berkali-kali datang. Saya punya spot khusus dimana saya bisa duduk dengan nyaman di dekat stop kontak atau memilih duduk melingkar kalau pas lagi cuma pengin ngobrol.

Dan saya selalu mengapresiasi kedai kopi yang mampu memberikan teman baru. Bukan tempat untu sekedar menenggak kopi lalu asyik sendiri.

Di El’s saya bertemu dengan seorang perempuan muda yang sangat berbakat dan selalu pengin balik lagi ke Jogja untuk bertaruh dengan dunia seni. Shela, perempuan yang sering ‘mangkal’ di El’s Coffee dari siang sampe kedai itu tutup. Perempuan yang menganggap itu adalah ‘kantornya’ yang membuat dia bebas berekspresi menggambar desain pakaian yang emang udah jadi passionnya.

Di waktu lainnya saya juga ketemu Kak Andre. Coffee Master jebolan kedai kopi bintang berlogo hijau. Dia emang nggak lama kerja di El’s, tapi cukup banyak cerita yang kami bagi.


Pegawai-pegawai di El’s selalu menyenangkan. Selain tempat yang nyaman, obrolan yang asik, musik yang enak, urusan specialty coffee mungkin bisa di nomor limakan setelah harga.

Harga

Kalo saya berani datang ke sana, berarti saya lagi punya uang lebih atau lagi benar-benar penat. Butuh kenyamanan dan nggak peduli lagi dengan uang. Soalnya harganya emang lumayan di atas rata-rata.Tapi mungkin karena emang nyaman dan banyak varian menunya, kedai El's dimana-mana rame terus.


Di samping itu, untuk bisa nyaman di sana saya sendiri harus repot menyiapkan tumbler. Pasalnya, kalau saya pesan minuman semacam americano dan kawan-kawannya, saya bakal dikasih paper cup. Dan kalo saya pesan minuman dingin, saya bakal dikasih gelas plastik sekali pakai. Nggak ada bedanya dengan ngopi di Indomaret. Sayangnya, di KFC juga mulai pakai paper cup. Dan saya jadi sangat sedih.

Jadi harga yang ditawarkan ke konsumen belum termasuk harga sewa gelas dan urunan biaya perawatan gelas. Sehingga konsumen harus rela turut berpartisipasi menyejahterakan pengusaha gelas sekali pakai sekaligus menyumbang gunungan sampah. Miris.

Karena itu juga saya udah lama nggak berkunjung ke El’s MBK. Kalau ke El’s Kartini bisa aja pesan single origin biar dipakein gelas, tapi aktivitas saya kebanyakan kan di wilayah Kedaton. Saya sering lupa bawa gelas atau males karena berat. Saya jadi suka berat hati untuk rela nyampah. Semoga sekarang mereka nggak pakai gelas sekali pakai lagi.

Pernah saya dikomen gini,”Mbak gelasnya bagus, beli dimana ini?”
Langsung aja saya balas dengan kampanye yang ditutup dengan senyum sumringah,”Iya Mas, Mbak, ini beli di Ace. Jadi saya nggak perlu nyampah kalo mau ngopi dan bisa dibawa pulang kalo nggak abis!”

Gelas sekali pakai itu menurut saya juga mengurangi taste dari minuman yang disajikan. Material paper cup dan plastic cup juga akan bermigrasi ke dalam minuman entah less or more. Selain itu juga membuat penampilan jadi kurang nyentrik dan terkesan murahan dan nggak elegan. Sorry to say, El’s.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<