Selamat
lebaran, selamat liburan!
Eh,
sebelumnya ini sih pengakuan yaaa... kalo postingan ini adalah postingan
kangen. Ada kalanya saat-saat paling menyakitkan di perantauan adalah saat yang
kamu rindukan di suatu malam. Apalagi sambil milah-milah foto karena gadget
jadulmu udah mulai teriak karena kelebihan muatan.Tsaah. Bahasa gue!
Ini adalah
salah satu perjalanan yang kami lalui di suatu pagi. Cerita tentang setahun
silam. Saya dan dua orang yang paling sering hadir secara fisik di hadapan
saya, di hari-hari sulit saya. Niko dan Bang Didi. Tentunya ada Kak Indra juga,
sahabat yang paling sering membersamai saya untuk alasan lembur tesis di warung kopi.
Baca lainnya: Adhistana Hotel, Unik sih... Tapi Rela Booking Lagi?
Malam itu,
Niko dan Didi masih ada bersama saya sampai nyaris jam dua belas malam. Tapi
tiba-tiba... “besok nyanrais yuk! (nyari sunrise)”, celetuk Didi yang langsung
aja di-oke-in sama Niko. Mereka berdua langsung ngeliatin saya yang bermakna
Rindanya-gimana. Secara rumah kos kami saling berjauhan dan untuk bisa ketemu
sunrise dan dengan niat yang luhur untuk jogging, tentunya kami harus udah
berngkat selepas subuh, tet.
Akhirnya
motor Didi ditinggal di rumah kos saya supaya besok saya bisa meluncur
sendirian. Sementara Didi nginap di rumah Niko. Keesokan harinya kami janjian
di SPBU Jalan Solo pukul SETENGAH LIMA PAGI. Jadi saya membayangkan saya harus
bangun jam empat, tepat saat adzan subuh berkumandang saya sudah harus siap
sholat subuh dan buka pintu pagar tanpa membangunkan seisi rumah. Sementara jam
dua saya belum juga tidur.
Realitanya
udah bisa ditebak, kami kesiangan. Haha. Saya telpon mereka berdua nggak ada
yang menjawab. Sudah pasti mereka molor. Dan saya hopeless untuk bisa menyambut
matahari di Candi Plaosan pagi itu. Oh, iya... dari tadi panjang lebar saya
belum cerita. Kami pengin ke Candi Plaosan. Candi kecil yang kalah pamor sama
candi tetangganya, Prambanan. Candi ini bisa ditempuh dengan sepeda motor nggak
sampai satu jam dari jantung Yogyakarta.
Pagi itu
saya meluncur jam lima tiga puluh. Telat sejam dari rencana awal. Kami disambut
cerahnya langit di seputaran Bandara Adi Sucipto. Kami sedikit putus asa dan
kecewa, karena kami kalah pagi dari matahari. Tapi kami terus bergerak menuju
timur. Menuju Candi Plaosan seperti yang sudah kami rencanakan.
Melewati
komplek Candi Prambanan sepagi itu memang cukup asyik. Nggak kayak hari-hari
biasanya yang penuh sesak dengan manusia dan kendaraan. Kami terus bergerak
menuju arah perdesaan diselingi cerita Didi dan Niko tentang
kehidupan-penuh-bunga di penginapan di sekitar Prambanan tentang petani dan
sesekali candaan kami.
Perjalanan
menuju Candi Plaosan semakin asyik ketika kami mulai memasuki areal persawahan.
Meski Didi dan Niko nampak kecewa karena langit mulai muram dan kabut
bergelayut menutupi jarak pandang kami yang tinggal beberapa meter saja. Ini
berarti bahwa matahari nggak akan muncul. Rencana kami bakal gagal. Tapi
menurut saya suasana seperti itu malah seru.
Sampai di
komplek candi Plaosan, sudah ada satu tim yang mendahului kami. Ternyata mereka
datang jauh-jauh dari Ibu Kota untuk sesi foto prewedding. Mereka pun sama,
kecewa. Tapi menurut saya, foto mereka malah nampak romantis sekaligus gothic.
Hingga akhirnya mereka malanjutkan sesi fotonya, begitu juga kami. Dan saya
sibuk membuka bekal. LOL.
Niko
mengajak saya lari, saya bilang saya belum sarapan. Saya memang sangat anti
melalui pagi tanpa sarapan. Didi malah sudah lari duluan. Bolak-balik
keluar-masuk komplek candi. Liat, mereka nampak gagah ya. Keliatan tampan
karena yang keliatan cuma punggungnya, dan mukanya ketutupan kabut. Hahahaha.
Akhirnya
kami masuk ke areal candi dengan membayar Rp. 3000 aja. Murah banget, kan?!
Kata Didi dia biasanya juga nggak bayar. Duh. Eh iya, kami bawa bekal mokapot,
air, kopi, dan gas burner. Mau ngapain? Mau menikmati kabut, doooongggg.
Saking
asyik sendiri, saya jadi lupa foto-foto. Menurut saya, Candi Plaosan itu seksi.
Terlepas dari cerita sejarah romantika di balik pembangunannya, aura candi ini
memang sudah seksi. Romantis. Apalagi sewaktu kami ke sana ditemani kabut pagi.
Candi yang
terletak di Plaosan, Kecamatan Prambanan ini konon mengisahkan cinta beda agama
antara Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu dan Pramodyawardani yang
merupakan Putri Raja Samaratungga dari Syailendra yang beragama Budha. Di
sekeliling saya banyak kisah serupa. Bahkan kedua orangtua saya juga dulu
berbeda.
Mitosnya
juga beda dengan Candi Prambanan yang konon sarat dengan kutukan kasih tak
sampai. Makanya banyak yang percaya kalau pasangan yang datang ke sana suka
nggak langgeng. Beda dengan Candi Plaosan yang banyak didatangi karena mitosnya
yang mampu menyatukan cinta. Tsaaah. Bahkan ada juga yang datang ke sana
mengharapkan keturunan dengan syarat-syarat tertentu. Yah, kalo saya mah
sekedar kagum aja. Kagum dengan heritage yang amazing banget padahal zaman dulu
belum ada Jurusan Teknik Arsitektur, Teknik Sipil, apalagi Seni Rupa.
Saya
sendiri sebenarnya kurang suka ngejar-ngejar matahari gitu. Sekedar pengin
nyari udara pagi yang segar, persawahan, dan ketenangan candi. Orang Jogja
emang aneh menurut saya. Mereka suka ngejar sunrise atau sunset. Setelah
mataharinya muncul atau tenggelam, yaudah selesai gitu aja. Say goodbye. Aneh
sih menurut saya. Tapi kali itu, mengejar kabut di Plaosan asik juga. Didi
mulai meditasi. Saya ikut-ikutan sambil sesekali mengingat gerakan tari untuk
terapi yang waktu itu sedang saya jalani. Asyik. Tenang.
Cuaca
Jogja lumayan panas. Belum lagi emisi kendaraan dan polusi suara deru di
jalanan yang membuat saya tambah stress dengan berbagai deraan sehari-hari.
Sangat berbeda dengan suasana desa di Candi Plaosan. Segar. Damai. Apalagi
ditambah dengan kabut tebal yang membuat meditasi semakin syahdu. Dan berpagi
dengan cara begitu membuat saya merasakan sisi lain dari kota yang kadang
sangat saya benci. Tapi terkadang saya sulit untuk nggak mengamini bahwa saya
juga merindukan kota itu. Aneh, ya. Benci tapi rindu gitu.
Baca Juga:
Soto Batok untuk Jiwa dan raga Bahagia (minggu depan)
Kemudian
kami duduk-duduk di pelataran candi sambil minum kopi. Sambil mengomentari
pasangan yang asyik masyuk foto-foto. Sambil cerita kesana kemari.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<