"Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter.
With me everything is okay.
Mother, how are you today?"
Here is a note from your daughter.
With me everything is okay.
Mother, how are you today?"
Deretan kata diatas adalah lagu yang mengekspresikan isi hati. Lagu itu pertama kukenal sewaktu aku masih sangat unyu sebagai siswi Sekolah Dasar. Lagu itu kerap diputar oleh Ibu atau Bapak melalui kaset pita yang terkadang suaranya berderit-derit dipaksa oleh tape mini compo.
Terlebih disaat-saat seperti ini, aku begitu rindu sosok lembut Ibu, menyiapkan segelas susu dan telur dadar dipagi hari. Tiga bulan sudah aku tidak pulang. Memang sejak aku fokus pada penelitian tesis yang amburadul sejak awal semester ini aku sulit menemukan jadwal pasti kapan aku bisa pulang. Setidaknya, hanya doa yang bisa kupanjatkan agar rinduku sampai kesana dan mereka (Bapak-Ibu) selalu sehat dan bahagia.
Jika ditanya kapan paling berkesan bersama Ibu, maka aku akan kebingungan menjawabnya. Pasalnya, aku sangat suka menikmati liburanku di rumah. Mengambil kepala muda dikebun, memanen sawo atau mangga, memancing, memasak bersama, atau sekedar nonton TV sambil bercanda. Semua itu berkesan dan semuanya menyenangkan.
Kedua orangtuaku adalah guru SD yang sudah cukup senior di kampung kami. Mereka hanya punya libur hari minggu. Itupun kalau Bapak tidak pergi ke sawah, atau ada urusan dinas yang memaksanya untuk pergi dari rumah dan melupakan jatah istirahatnya. Sedangkan Ibu, mana punya hari libur. Pagi hari sebelum pergi ke sekolah, Ibu selalu menyiapkan sarapan, mengurus kedua adikku yang sama sekali belum bisa mandiri, kemudian mengajar sampai siang hari. Pulang sekolah Ibu akan istirahat sebentar sambil menonton Si Bolang, Laptop Si Unyil, atau semacamnya hingga tertidur sejenak diatas kasur di depan TV. Ibu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tidur siang. Setelah itu ia akan berberes, mencuci baju, sambil masak untuk makan malam atau membuat kudapan.
Ibuku masih kelas satu |
Kami empat bersaudara. Aku putri sulung yang saat ini jauh merantau untuk melanjutkan kuliah. Adikku yang laki-laki juga merantau untuk kuliah dan jarang sekali pulang. Adikku yang perempuan baru masuk SMA dan masih harus diantar-jemput oleh Bapak. Adikku yang bungsu duduk di kelas tiga SMP dan selalu menghabiskan waktunya didepan laptop. Waktu kami untuk berkumpul hanya ketika ada long weekend atau libur yang memang cukup panjang.
Kampung kami jauh dari mana-mana. Kami sangat jarang pergi berlibur. Jalanan kampung kami rusak parah. Aku ingat sekali, terakhir kali aku merasakan mulusnya aspal jalanan adalah ketika aku kelas tiga SMP. Saat itu aku pergi ke sekolah mengendarai sepeda jenki. Aku dan kawan-kawan kegirangan melihat jalanan bagus di kampung kami, akhirnya kami sering beradu kecepatan di jalanan. Itu kenangan yang tersisa. Hingga kini aku sudah kuliah S2, jalanan kampung kami tidak juga diperbaiki. Masyarakat harus menelan pahit janji-janji pada masa kampanye. Siwalan!
Liburan rutin kami hanya setahun sekali. Terkadang juga dua kali. Hanya ketika Idul Fitri dan libur kenaikan kelas. Kami harus menyiapkan budget yang besar untuk mengangkut seluruh anggota keluarga ke rumah Mbah Putri. Biasanya Bapak menyewa mobil plus sopir. Kerabat dan kawan-kawan jarang ada yang mau bertandang ke rumah. Alasannya jauh dan jalannya rusak berat. Kami pun lebih menikmati Liburan di rumah dengan segala keriangan dan menikmati quality time yang jarang sekali ada.
Terakhir kali kami jalan-jalan adalah Liburan Idul Fitri lalu. Bapak dan Ibu memang berjanji untuk menraktir kerabat untuk berlibur ke pantai jika uang sertifikasi telah mengalir ke rekening. Sebenarnya aku agak iri dengan guru-guru zaman sekarang. Bapak telah mengabdi sejak tahun 1980, dan Ibu sejak 1985, tapi kami baru bisa melihat mereka (sedikit) bernapas lega baru beberapa tahun terakhir. Aku ingat sekali, pertama kali Bapak menerima uang sertifikasi ketika aku akan wisuda sarjana. Kenapa nggak dari dulu-dulu?! Miris. Bapakku "Oemar Bakri".
Waktu itu kami pergi ke salah satu pantai di Kabupaten Lampung Selatan. Keluarga kami diantar pulang oleh beberapa orang sepupu dan bude ketika balik mudik lebaran. Nah, merekalah yang beruntung mendapatkan hadiah berlibur ke pantai gratis. Waktu itu Bapak berlaku seperti seorang bos besar. Memakai jaket kulit 'KW' dan topi 'kebangsaan' ia tawar-menawar dengan penjaga pintu masuk pantai. Ibu tersenyum bahagia karena bisa membuat keponakan-keponakan dan anak-anaknya tertawa.
Kami bergumul diatas pasir, berlarian diseret ombak, sampai tergulung ombak. Aku dan Bapak memasang hammock yang dikaitkan pada dua batang pohon. Adikku yang pertama malah asyik tidur diayun-ayun diiringi debur ombak. Ibu dan bude-bude tampak bergosip dan bercanda ria sembari mengawasi kami bermain. Kami membuat istana-pasir-tak-berbentuk karena selalu tersapu ombak. Kami malah saling menertawakan sepuas-puasnya jika ada salah satu diantara kami yang tergulung ombak. Aku adalah anggota "terbesar" dalam kelompok permainan itu. Sepupu-sepupuku yang lebih besar dari aku hanya menertawakan dari jauh dan sesekali mengambil gambar. Alhasil aku menjadi bahan ejekan ketika aku menghampiri rombongan ibu-ibu itu.
Menggigil kedinginan setelah bermain ombak |
"Masyaallah... anak S2, kok, kelakuannya kayak gini!" Seorang Bude berkomentar.
"Ckckckckck... nggak ada bedanya sama Keenan (sepupu yang masih Balita)!" kata Bude yang lainnya.
Ketika mereka saling tertawa itulah aku melihar gurat-gurat bahagia. Terutama pada wajah Ibu. Ibu sering tampak bahagia sekali sampai-sampai mengeluarkan air mata. Aku jadi terharu. Kebersamaan seperti ini jarang sekali terjadi. Keluarga kami hidup merantau jauh dari sanak saudara. Wajar jika kedua orang tuaku sering merasa sedih dan kesepian. Kesempatan seperti ini sangat menyenangkan bagi kami. Walaupun akhirnya kami masuk angin karena terlalu lama bermain air dan lupa makan. Kami tetap bahagia.
"Nanti kalo ke pantai lagi ajakin, ya," kata Keenan.
Saudara-saudaraku itu hidup di tengah-tengah propinsi. Mereka sulit mendapatkan akses menuju pantai. Keluarga kami sedikit lebih beruntung meski harus menempuh jarah kurang lebih 20 km dengan kondisi jalan yang buruk.
Setelah puas bermain di pantai, menjelang sore kami pulang ke rumah bersama sanak saudara. Rasa lapar tentu tidak dapat dibendung lagi. Kebiasan para bude dan sepupu-sepupuku jika bertandang kerumah kami adalah berburu sayuran. Maklum, mereka tidak punya kebun, sementara halaman rumah kami cukup luas untuk ditanami pepohonan buah dan sayur-mayur. Sementara menunggu mereka memetik sayur, Bapak memancing ikan. Karena jumlah ikan di kolam lumayan banyak, baru sebentar saja Bapak sudah mendapat cukup banyak ikan untuk dimasak dan dimakan sore itu dan untuk dibawa pulang oleh para saudara.
Malaikat Tak Bersayap |
Setelah makan, beristirahat dan berbincang-bincang sejenak, saudara-saudaraku pulang. Rumah jadi sepi kembali. Hanya ada kami berenam. Namun aku tidak pernah merasa kesepian jika berada di rumah. Rumahku adalah surgaku. Apapun kondisinya, kami harus senantiasa menyukurinya. Kami harus bisa menghidupkan suasana di istana kami sendiri. Karena ke istana itulah kami akan selalu pulang ketika masih ada di dunia. Ke rumah itulah kami dapat merasakan nikmatnya liburan
Aku dan Ibu kembali ke dapur. Kami membereskan dapur sembari bercerita tentang gosip terhangat di kampusku. Ibu bercerita tentang seorang temannya yang sakit, teman SD-ku yang baru saja melahirkan, teman SMP-ku yang akan segera menikah, dan Bapak yang tidak pernah mau berhenti merokok. Kami kembali menikmati suasana di dapur yang hangat yang kami ciptakan melalui derai tawa dan sinisme dari cerita kami masing-masing. Obrolan kami berlanjut sembari tidur bermalas-malasan dan aku membaca novel didepan TV. Aku kembali menikmati liburan yang paling berkesan bersama Ibu. Ibu memijit kakiku sembari merencanakan esok kami akan pergi ke pasar bersama-sama, memasak dan mencuci bersama-sama, kemudian menikmati segelas susu buatan Ibu sebelum tidur malam dan berharap aku tidak akan lagi harus berangkat ke "pengasingan".
Mother, don't worry, I'm fine.
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today? "
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today? "
Artikel ini diikutkan dalam mini kontes masroqib.com
Cerita yang bagus sis, terimakasih sudah mengikuti Mini Kontes ane ya..? salam hangat.
ReplyDeleteTerimakasih kembali sudah diizinkan berbagi :)
ReplyDeleteindahnya hidup besama ibu, salam buat bunda ya ... salam kenal juga buat yang nulis tulisan indah ini ......
ReplyDeletehttp://bchree.wordpress.com/2014/01/08/malaikatku-di-dunia/
Salam kembali, katanya :) terimakasih sdh berkunjung dan meninggalkan jejek :D
ReplyDelete