Mewujudkan Target 1 Juta BOPD dan 12 BSCFD Demi Mencapai Kemandirian Energi

 


 

Tertuang dalam dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), target penggunaan energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada 2025 dan akan menjadi 31% di 2050. Meski begitu, sampai April 2021, penggunaan energi bersih dan terbarukan di Indonesia baru mencapai kisaran 13,55% dari bauran energi nasional[i].

 

Terkait hal ini, Pertamina berkomitmen menargetkan portofolio energi hijau sebesar 17% dari keseluruhan bisnis energinya pada 2030 mendatang. Ini merupakan komitmen Pertamina mewujudkan transisi energi di Indonesia. Saat ini portofolio energi hijau perseroan baru mencapai 9,2%. Sementara saat ini portofolio energi hijau perseroan baru mencapai 9,2%[ii].

 

Upaya di di atas merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Meski penelitian terkait EBT sudah gencar dilakukan di sana sini, namun nyatanya perkembangannya untuk dapat dikomersialisasikan sangat lambat. Sementara itu secara volume, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri masih akan terus meningkat. 

Berdasarkan data dari EIA, angka impor yang terus meningkat, sementara angka ekspor terus turun. Sebagaimana data yang dikeluarkan oleh APEC yang menunjukkan bahwa angka impor terus naik[iii]

 

Impor minyak mentah dan bahan bakar tidak dapat dielakkan untuk mengimbangi penurunan produksi minyak dalam negeri. Hal ini mengingat pertumbuhan kendaraan bermotor yang semakin tinggi sementara pada saat yang sama tidak hanya produksi minyak Indonesia tetapi juga Asia Tenggara telah mencapai puncaknya, akan ada persaingan ketat dengan negara-negara tetangga untuk minyak dan bahan bakar. Itu akan memberikan tekanan ke atas tanpa henti pada harga minyak.

 

 


 

Lebih detail, konsumsi minyak Indonesia disajikan pada gambar di atas.

 

Kebutuhan ini sebagai konsekuensi dari pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai lebih dari 133 juta unit pada tahun 2019 atau naik sekitar 7.108.236 unit atau 5,3% menjadi 133.617.012 unit dari tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah kendaraan di tahun 2018 naik 5,9% dari tahun 2017 sejumlah 118.922.708 unit[iv].

 

Di saat minyak dan gas konon tidak lagi dilirik, nyatanya konsumsi minyak saat ini jauh lebih tinggi daripada produksinya. Di tahun 2020, Indonesia mengonsumsi minyak 1,6 juta barel/hari. Sementara mirisnya produksi minyak nasional hanya 705 ribu barel/hari. Bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri? Tentu saja impor.

 

Kebutuhan ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan peningkatan perekonomian Indonesia pada 2030 mendatang dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Meski pada kenyataannya ini berbanding terbalik dengan cita-cita nasional pada Paris Agreement untuk dapat melakukan transisi energi kepada energi bersih, baru, dan terbarukan yang lebih berkelanjutan.

 

 

Hulu Migas Ujung Tombak Pemenuhan Energi dalam Negeri

 

Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan tantangan besar bagi industri minyak dan gas Indonesia. Penurunan produksi di tengah ditemukannya giant discovery cukup memengaruhi kepercayaan investor di sektor Hulu Migas Indonesia. Hal ini bukan saja untuk memenuhi kebutuhan energi dalam bidang transportasi tapi juga sebagai feed bagi dunia industri. Sebagai konsekuensi lambatnya eksekusi pengembangan industri berkelanjutan dan energi yang ramah lingkungan, maka industri masih akan terus mengandalkan energi fosil, khususnya pada industri petrokimia.

 

Pemerintah Indonesia telah menuntaskan penyusunan Perpres nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Di mana dalam perpres tersebut, pemerintah telah menetapkan kerangka nasional terkait roadmap energi di Indonesia, di mana bauran energi dari sektor migas diproyeksikan menurun 50% pada 2020 menjadi 44% pada tahun 2050. Untuk memenuhi kebutuhan minyak pada 2050 menurut prediksi RUEN sebesar 3,97 juta barel/hari kita tidak lagi bisa mengandalkan impor. Impor minyak akan menghabiskan devisa dan kurs rupiah akan terjun bebas. 

 

Padahal Indonesia masih mempunyai potensi minyak nasional yang belum tereksplorasi. Dari 128 cekungan minyak dan gas yang ada, baru 20 cekungan yang diproduksi. Sisanya, potensi cekungan itu berada di Indonesia bagian timur yang minim infrastruktur dan di laut dalam. Untuk dapat mengeksplorasi potensi ini, tentu membutuhkan modal yang sangat besar baik dari teknologi maupun sarana pendukung lainnya.


Capaian SKK Migas
(www.skkmigas.go.id) 

Industri hulu migas adalah industri dengan risiko tinggi. Exxon sempat melakukan eksplorasi minyak di laut dan menghabiskan dana US$ 2 miliar atau sekitar Ro. 28 triliyun dan tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Penelitian dalam bidang minyak dan gas ini menjadi sangat penting untuk keberhasilan eksplorasi.


 

Pada Juli 2021, SKK Migas telah menyelesaikan 7 proyek hulu migas, yaitu EPF Belato2 Seleraya Merangin Dua, EOR Jirak Pertamina EP, KLD PHE ONWJ, Gas Supply to RU-V Pertamina Hulu Mahakam, West Pangkah Saka Indonesia Pangkah Ltd, Merakes Eni East Sepinggan dan North Area Jindi South Jambi Block B.

 

Meski nampak tak lagi diprioritaskan, nyata kontribusi Industri Hulu Migas terhadap penerimaan negara sangat besar. Di Tahun 2021, diprediksi akan ada sekitar Rp. 150 triliyun masuk kekantong negara dari sektor ini. Guna mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, sangat diperlukan adanya kecukupan energi yang akan terus tumbuh dari tahun ke tahun.

 

Untuk itu, kita perlu mendukung target dari SKK Migas yang tengah mengemban PR besar bagi Indonesia. Satuan itu telah memiliki target produksi minyak sebesar 1 Juta Barel Oil Per Hari (BOPD) dan produksi gas bumi sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di 2030. 

 

Demi mempercepat tujuan ini, Pemerintah telah menyetujui paket insentif fiskal yang dibutuhkan oleh industri hulu migas untuk meningkatkan produksi dan cadangan migas. Paket insentif pertama diberikan kepada Operator Blok Mahakam, PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM)Dengan adanya pemberian insentif tersebut, maka 6 (enam) dari 9 (sembilan) jenis insentif yang diminta industri hulu migas, sudah mendapat persetujuan pemerintah.

 

 

“Selanjutnya SKK Migas bersama dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, masih merumuskan opsi kebijakan fiskal untuk memperbaiki iklim investasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Diharapkan pemberian paket stimulus tersebut dapat merevitalisasi investasi pada kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas serta meningkatkan cadangan dan produksi minyak bumi nasional,”kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto di Jakarta, pada acara Oil & Gas Investment Day di Jakarta pada Rabu, (17/6)[vi].

 

Sinergi dan Kolaborasi untuk Kemandirian Energi

 

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan industri minyak dan gas di dalam negeri masih membutuhkan perbaikan di sana sini. Setidaknya dalam catatan saya sendiri, ada kebutuhan untuk penyediaan infrastruktur yang tak hanya memadai, tapi juga efektif dan efisien. Ini menjadi penting agar industri minyak dan gas dapat meningkatkan kapasitasnya pada eksplorasi, gas processing, hingga pada tahap refinery dan petrochemical sebagai industri turunan yang tidak dapat dilepaskan begitu saja.

 

Selain itu pada bidang kesehatan dan keselamatan kerja juga penting menjadi perhatian lantaran risiko yang tinggi dalam unit bisnis industri ini. Maka penting bagi manajemen perusahaan untuk dapat memasukkan Quality, Safety, Health, and Environment (QSHE) seiring dengan system pengamanan dan manajemen risiko industri. Hal ini pun berlaku kelak ketika eksplorasi dan eksploitasi telah atau akan selesai, penting untuk dilakukan upaya pemulihan lingkungan.


SKK Migas menetapkan target produksi minyak bumi sebesar satu juta barel per hari (bopd) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (Bscfd) di tahun 2030 (www.skkmigas.go.id).

 

Untuk mencapai tujuan ini, sinergi dan kolaborasi penta helix atau multi-stakeholders penting untuk dijadikan fokus strategi. Kerjasama antara akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas, dan media akan memfasilitasi aliran sumber daya seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial dan media support, entrepreneurial spirit, kebijakan yang pro-investasi dan bisnis, partnership, dan informasi pasar.

 

Dari sisi pemerintah, perlu disediakan dukungan regulasi yang tegas baik dari penyusunannya maupun implementasinya. Hal ini penting untuk menarik minat investor agar bisa membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bisa mewujudkan kemandirian energi yang berkelanjutan.

 

Tentunya hal itu juga didukung oleh dunia akademisi baik universitas maupun juga lembaga-lembaga penelitian untuk dapat menghadirkan inovasi teknologi yang dapat diadopsi oleh industri. Hal ini menjadi penting agar tercipta mekanisme industri dengan penerapan teknologi yang efektif dan efisien dengan adanya keterbatasan sumber daya di segala bidang. 

 

Industri juga penting untuk melakukan proses bisnis secara adil dan transparan agar terus dapat sinergi dengan stakeholder lainnya. Hal ini diwujudkan melalui manajemen industri yang baik dengan fokus pada setidaknya triple bottom line: people, planet, and profit.

 

Demi mengedukasi masyarakat mengenaik kondisi riil dalam industri minyak dan gas, peran media yang professional juga perlu dikedepankan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri di tengah disrupsi informasi dan pertumbuhan industri media yang terkadang mengabaikan prinsip-prinsip jurnalisme yang memegang teguh tagline, “wartawan boleh salah, tapi tidak boleh bohong.” 

 

Semua itu tentunya tak luput dari peran komunitas masyarakat atau dalam hal ini sudah lumrah menjadi peran Lembaga swadaya masyarakat untuk dapat memberikan pemikiran-pemikiran kritisnya bagi kemajuan industri minyak dan gas. Masyarakat sebagai penyedia sumber daya juga memainkan peran vital untuk dapat menyiapkan sumber daya manusia yang terampil dan andal di samping kelak menjadi konsumen yang akan menerima nilai tambah dari keberadaan industri minyak dan gas tanah air. Industri minyak dan gas yang diproduksi di negeri sendiri tanpa perlu menghabiskan devisa dan menguntungkan pihak lainnya.

 

Selama proses transisi energi dari fosil ke energi terbarukan masih jauh panggang dari api, maka peran minyak dan gas bumi tidak dapat terelakkan. Begitu juga peran dari masing-masing stakeholder untuk bisa mewujudkan mimpi bersama ini. Sehingga upaya untuk dapat mencapai target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD adalah suatu amanat nasional yang harus terus diperjuangkan demi mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional.

 



[i] Antaranews. 2021. Realisasi bauran EBT capai 13,55 persen hingga April 2021. https://www.antaranews.com/berita/2192266/realisasi-bauran-ebt-capai-1355-persen-hingga-april-2021

 

[ii] Fajrian, Happy. 2021. Strategi Pertamina Capai Target Portofolio Energi Hijau 17% pada 2030. https://katadata.co.id/happyfajrian/ekonomi-hijau/60ed32ca11623/strategi-pertamina-capai-target-portofolio-energi-hijau-17-pada-2030

 

[iii] Matt. 2013. http://crudeoilpeak.info/peak-oil-and-fuel-subsidies-in-indonesia

[iv] Gaikindo. 2021. Hasil Sensus BPS: Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tembus 133 Juta Unit. https://www.gaikindo.or.id/data-bps-jumlah-kendaraan-bermotor-di-indonesia-tembus-133-juta-unit/

 

[v] Katadata. 2020. "ExxonMobil Kumpulkan Data untuk Eksplorasi Migas di Wilayah Terbuka" , https://katadata.co.id/febrinaiskana/berita/5e9a495be18e4/exxonmobil-kumpulkan-data-untuk-eksplorasi-migas-di-wilayah-terbuka

[vi] Siaran Pers SKK Migas. 2021. SKK Migas : Perbaikan Iklim Investasi Hulu Migas Dibutuhkan. 17 Juni 2021.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<