Membangun Portofolio Dosen Menjadi Guru Besar

 



 

Institut Teknologi Sumatera (ITERA) punya Program Guru Besar Under-45 (GBU 45) sehingga memang di kampus kami sangat gencar dilakukan upaya yang memotivasi sampai ‘memaksa’ para dosennya untuk produktif. Sore ini, Selasa (13 Juli 2021) Saya mengikuti Webinar Series, Jurusan Sains Institut Teknologi Sumatera  dengan tema "Tips dan Trik Menulis Agar Tembus ke Jurnal Internasional : Strategi Percepatan Karir Dosen". Kegiatan ini mendaulat Prof. Dr.sc ETH., Anuraga Jayanegara, S.Pt., PgDip., MSc sebagai narasumber. 

 

Pertama kali Saya mendengar tentang beliau adalah Ketika kami di Forum Pasca Sarjana (Forum Wacana) IPB menggelar kegiatan beberapa bulan lalu. Pada kegiatan internal bagi pengurus itu, kami sangat terbakar dengan motivasi dari Dosen berprestasi nasional 2019 dan Guru Besar Termuda IPB pada usia 37 Tahun dari IPB ini. Hari ini pun, sosok Prof. Anuraga berhasil menghimpun 230 peserta dalam kegiatan yang dipandu oleh Dosen Program Studi Biologi, Dr. Winati Nurhayu. Oh iya, dari sumbangan peserta yang hadir terkumpul total donasi Rp. 5. 751.150 yang akan digunakan untuk nembeli hewan kurban di daerah-daerah terpencil.

 

 


Menurut Prof. Anuraga, dirinya bukanlah satu-satunya dosen yang dilantik sebagai professor di usia muda. Kalau di ITB ada Delik Hudalah, ST, MT, M.Sc., Ph.D. dari Program Studi Perencanaan Wilayah Kota. Mereka pernah Bersama-sama dikarantina bersma 9 orang yang lain saat pemilihan Dosen Berprestasi Tingkat Nasional pada 2019 silam. Lantaran tahun 2020 dan 2021 tidak digelar ajang pemilihan Dosen Berprestasi, maka seringkali orang pun menganggap bahwa Dosen Berprestasi untuk Tahun 2021 juga masih tetap dipegang oleh Prof. Anuraga.



Prof. Anuraga memulai cerita yang berawal dari kesempatannya menjadi dosen dengan Ijazah S1. Waktu itu memang masih ada kesempatan untuk lulusan S1 menjadi dosen di perguruan tinggi. Hingga akhirnya beliau melanjutkan S3 sampai ke Zurich. Sepulangnya beliau S3 dengan banyak karya, beliau berharap karya tersebut bisa diklaim untuk kenaikan pangkatnya. Sayangnya, hal itu ditolak. Beliau sempat merasa down. Namun menurutnya kegagalan itu biasa, yang penting bagaimana kita bangkit setelah gagal.

 

“…maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Hal itu dalam Surah Al Insyirah sampai diulangi dua kali, artinya sangat penting. Tipsnya ada di akhir ayat, maka setelah kamu selesai mengerjakan suatu urusan kerjakan urusan lain dengan sungguh-sungguh. Sehingga kita hidup penuh produktivitas kebaikan. Terakhir.. dan kepada Tuhanmulah kamu berharap.”

 

Akhirnya, beliau mengajukan berkas ulang untuk lektor 300,  kemudian Lektor Kepala 400 dan disetujui. Ketika mengajukan untuk Guru Besar pun sempat berkasnya dikembalikan. Sehingga langsung beliau perbaiki dan diajukan Kembali hingga lulus menjadi Guru Besar. 

 

“Kesulitan, kemudahan, kegagalan adalah sunatullah. Yang penting berusaha,” kata Prof. Anuraga.

 


 

Nah, jika kita belum S3, maka berusaha mencari kampus yang baik dengan bidang ilmu yang kedepan mungkin akan jadi trend. Selanjutnya memilih pemimbing yang secara scientific bisa membimbing kita. Kalau bisa yang punya ranking yang bagus. Setelah itu bis akita akselerasi dengan mengikuti postdoc, exchange, dan lain-lain.

 

Jika sudah lulus S3, maka yang perlu kita bangun adalah kapasitas kita dengan dukungan hibah penelitian internal maupun eksternal. Sehingga kita ada kegiatan penelitian. 

 

Penting juga untuk melakukan networking dengan lab, mahasiswa bimbingan, dan kolega di lembaga-lembaga keilmuan secara nasional maupun internasional. Kalau perlu kita visit kesana. Bisa melalui conference dan sebagainya.

 

Untuk mendapatkan kolega, tentunya publikasi riset menjadi penting. Agar terus produktif, perlu juga kita mengikuti workshop untuk peningkatan kompetensi. Hal ini kita coba anggarkan dari dana riset. Prof. Anuraga sendiri menyisihkan waktunya untuk mengikuti workshop paling tidak setiap enam bulan sekali.

 

Strategi penting lain dari Bapak enam anak ini adalah bagaimana kita mengelola mahasiswa bimbingan. “Ketika Saya komunikasi dengan bimbingan itu ‘keluar’ semua. Kita menjauhkan diri dari feodalisme. Kita adalah partner untuk menghasilkan inovasi yang bermanfaat,” tutur Prof. Anuraga.

 

Menurutnya, anak-anak cara berfikirnya out of the box kita perlu berikan bingkai sehingga pemikirannya menjadi menarik sekali. Sementara kalau kita men-treat mereka sebagai bawahan itu akan sulit. 

 

Terkait dengan kenaikan jabatan fungsional, menurut Prof. Anuraga masing-masing dari kita sendiri yang harus peduli. Ada orang lain yang membantu, institusi yang mendukung, atau bahkan staf yang mengurus, tapi tanggungjawab ada pada diri sendiri.

 



Dalam hal melakukan riset, kita harus punya roadmap-nya. Jadi tahapannya jelas. Topik riset apa yang yang kita kembangkan juga jelas. 

 

Titik kritisnya adalah pengelolaan dana riset. Dan tugas kita sebagai pembimbing adalah mencari pendanaan karena kita yang punya aksesnya. Jika ada kelebihan dana riset, jangan masuk ke rekening pribadi. 

 

“Ketika saya baru pulang s3, saya juga kebingungan mengelola. Secara administrasi harus habis, de facto ada sisa. Akhirnya setelah konsutasi, jadi saya punya rekening riset. Dari situ bisa digunakan untuk riset, biaya publikasi, networking, dan sebagainya. Jadi tidak gunakan itu untuk dana pribadi. Kelemahannya sampai sekarang saya belum punya kendaraaan roda empat. Yang penting untuk saya dan keluarga kehalalannya jelas, sehingga ada keberkahan untuk itu,” kata Prof. Anuraga. 

 



Menurut Professor yang tengah menjalani perkuliahan sarjana di sebuah instusi ini, menulis jurnal adalah skill. Ini bisa dilatih. Orang Jepang kalau diajak ngobrol Bahasa Inggris bakal kesulitan, tapi kalau nulis paper luar biasa. Ini masalah Latihan, pengalaman, jam terbang. Menulis inyaa Allah kita bisa. Seringkali waktu kita habis untuk manajerial. Dari 8 jam sehari untuk mengajar, administrasi, manajerial itu sekitar 70%. Kalau kita nggak hati-hati bisa nggak produktif.

 

“Setiap hari Saya luangkan sekitar 30 menit untuk menulis. Kontinyu dalam beramal sehingga kita bisa rutinkan. Paper  itu terdiri dari sekitar 30 paragraf, jadi satu bulan bisa satu paper dan setahun setidaknya bisa 6 artikel jurnal.”

 

Terkait dengan penerbitan artikel, memilih target jurnal yang tepat adalah by experience. Kita juga harus tahu posisi paper kita dengan kualitasnya cocok dimana. Ibarat main bola, Kita tahu skill kita cocok main di Liga 1, Liga 2, Liga 3? Ini juga pentingnya memiliki kolega. Kolega kita juga akan mengakselerasi karena beliau-beliau akan memberikan feedback.

 

Di samping itu, merespon komentar reviewer secara tepat juga penting. Hal ini akan memudahkan probabilitas kita diterima. 

 

Kalau kita submit, artikel kita akan direview oleh 2-3 reviewer. Orang yang dipilih adalah yang punya track record riset di jurnal itu. Cek siapa yang punya publikasi, kita sitasi papernya. Sehingga jika dia melihat namanya di paper kita sehingga dia punya conflict of interest.

 



 

Kita juga perlu pelajari administrasi untuk jabatan fungsional, apalagi untuk yang urusannya ke Dikti, seperti lektor dan lektor kepala, itu sangat patuh terhadap aturan. Kita juga harus punya folder untuk menyimpan SK, Surat Tugas dan sebagainya. Untuk administrasi lainnya kita harus mencicil input PAK (Penilaian Angka Kredit). 


 

Kunci dari semua upaya adalah keseimbangan. Jangan sampai tidak seimbang antara karir dan keluarga. Kita sebagai akademisi tentunya akal kita sangat terasah, tapi jangan lupakan fisik. Kalau Prof. Anuraga, seminggu dalam dua jam beliau bermain bulu tangkis. Mentalitas juga perlu kita jaga. Jangan sampai emosian, gampang marah, ini karena kurang seimbangnya aktivitas kita. 

 

“Jangan lupa juga ada Hukum 3 Newton, aksi reaksi. Kalau kita melakukan suatu kedzoliman, maka akan muncul kedzoliman yang lainnya,” nasihatnya.

 

Terkait pendanaan penelitian dari Hibah Dikti, penilaian yang dilakukan 40% dari CV. Sehingga kalau bagi dosen muda, pengusul numpang dulu ke senior. Sehingga perlu bimbingan senior sebagai penulis pertama. Salah satu isi proposalnya tentang roadmap yang harus jelas, dasarnya, pengembangannya, pasarnya. Yang penting adalah kaitan antara tahapan riset dengan output. 

 



Untuk membangun networking, pada style Eropa, setelah bimbingan selesai maka akan putus hubungan kecuali ada riset bersama. Beda dengan Jepang, jika in touch dengan sensei-nya bisa kolaborasi bareng. Maka, karena Prof. Anuraga mengambil pengalaman kuliah dari Eropa, beliau mulai lagi dari awal. Beliau memulai dari hibah fundamental untuk dosen muda dan beliau mulai dari melakukan pembinaan kepada mahasiswa bimbingan hingga berkembang. Prof. Anuraga mempunyai 125 orang mahasiswa bimbingan dari S1-S3. Beliau membuat grup riset, sehingga mereka mengajak orang lain untuk terlibat. Bahkan orang dari luar negeri. 

 

Kalau kita kuliah di dalam negeri, kita selama kuliah mulai dari apa yang kita punya. Sebelumnya di IPB tidak ada dana riset internal. Ketika Pof. Anuraga S3, beliau mencari penelitian yang tidak bergantung dana riset. Sehingga beliau menggeluti modelling, bisa empirical modelling, dan sebagainya. Ini bisa kita gunakan saat tidak punya dana. Kalau kita sudah pisahkan kelebihan dana riset, kita bisa gunakan dana cadangan riset tadi sehingga tidak ada tahun-tahun yang kosong.

 

Menurut Prof. Anuraga, “Kalau saya pribadi seringnya memanfaatkan hibah dikti. Memang ada hibah eksternal, tapi kita sudah harus sering kerjasama juga. Kalau tidak, maka tidak bisa akses. Umumnya hibah eksternal menuntut counterpart dari negara luar. Kita harus lihat tahapannya. Kalau kita dosen muda, kita mulai darimana. Bisa kita melakukan akselerasi tapi dengan planning yang bertahap.” 

 

Dalam hal publikasi pada jurnal, bisa kita analogikan seperti bernyanyi. Bernyanyi yang bagus itu adalah Ketika lagunya bagus dan dibawakan dengan indah. Untuk artikel, kontennya bagus, cara nulisnya juga harus bagus. Ide-ide penelitian di Indonesia ini sebenarnya luar biasa. Salahnya dimana? Menurut Prof. Anuraga, Kita seringkali terkenda dengan pengukuran peubah yang kurang dalam. 

 

Misalnya dalam keilmuan Peternakan, kebanyakan ngukurnya pertambahan bobot badan. Padahal yang diperlukan adalah perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya treatment. Maka kita perlu punya teman yang punya perlengkapan penelitian yang mendukung agar riset lebih dalam.

 

Selanjutnya adalah kualitas riset. Jadi yang paling menentukan kemungkinan dipublikasikannya artikel kita pada jurnal adalah semua aspek, komprehensif. Kalau kita nggak punya fasilitasmnya kita bisa berkolaborasi.

 

Terkait dengan kondisi dosen yang diberikan amanah jabatan structural juga sempat dibahas oleh Prof. Anuraga. Menurutnya, seringkali di banyak tempat, orang melihat bahwa kemampuan akademis sama dengan kemampuan struktural. Padahal ini dua hal yang berbeda. Hal ini juga terjadi pada Prof Anuraga sehingga beliau ditunjuk menjadi Ketua Departemen. Maka kuncinya adalah bagaimana kita meluangkan aktivitas menulis. Beliau mencoba melihat dalam satu hari ada waktu kosong itu dimana. Sehingga kita harus handling cepat. Menurut pengalamannya, setelah ashar semua urusan struktural sudah berkurang drastis. Maka sekitar 30-60 menit beliau akan ‘semedi’ sambil menunggu menjemput istri. Kalau misalnya kita sibuk, habis subuh. Jadi how to find such situation aja sih sebenarnya.

 

Satu lagi, terkadang kalau kita memegang jabatan struktural, seringkali banyak urusan rapat untuk duduk dan dengar, bukan sebagai key player. “Akhirnya Ketika dapat undangan rapat saya klasifikasi, maka saya fokus. Jika ada rapat duduk dan dengar, saya bawa laptop. Begitu acara dibuka saya ketik. Meski pun ada kemungkinan negatifnya jika sesekali dimintai pendapatnya,” pungkasnya.

11 comments

  1. academic journey memang butuh konsistensi kerja keras dan doa, mapping rencana karir jangka panjang dan perlahan mewujudkan target pencapaian seiring waktu. terima kasih bu Rindavita sudah berbagi cerita diatas, motivasi dosen memang perlu dibakar dan semangat untuk maju sangat perlu dibangkitkan untuk pencapaian terbaik di masa depan. sukses selalu bu Rindavita :)

    ReplyDelete
  2. Such an inspiring story mba buat saya yg peneliti...semoga sedikit2 bisa meniru habit Prof Anuraga...thanks for sharing

    ReplyDelete
  3. wah prof anuraga ini ternyata teman dari dosen suami saya. kebetulan saat kuliah dulu sering lihat bolak balik aktif ke asrama di IPB, memang orangnya rajin dan aktif. MasyaAllah jadi guru besar termuda ya.

    ReplyDelete
  4. Mirip-mirip sama ngeblog ya, perlu konsistensi dan kesabaran. Anyway, satu hal yang ngena buat saya dari tulisan mbak ini adalah tentang berserah kepada sang Rabb.

    Dulu saya percaya kalau yang namanya usaha tidak akan mengkhianati hasil. Namun,semakin kesini, saya semakin ngeh kalo hasil itu bukan urusan maupun kuasa kita. Tugas dan peran kita 'sebatas' mengupayakan yang terbaik dengan semua yang kita punya. Apakah pasti berhasil? Sayangnya enggak, berhasil atau pun tidak, itu sekali lagi bukan ranah kita.

    ReplyDelete
  5. Makanya tidak heran saat masih kuliah dosen-dosen seringnya melakukan beragam penelitian ya. Mungkin saja, beliau-beliau sedang membangun portofolio menjadi guru besar. Selain terus mengembangkan ilmu pengetahuan juga.

    ReplyDelete
  6. masyalloh, menginspirasi sekali..

    emang konsistensi, ketekunan, kesabaran jadi kunci ya kak.
    saya suka baca cerita-cerita yang bisa membangun semangat begini.

    dosen dose yang berprestasi itu pasti udah banyak mendedikasikan waktunya buat berbagai penelitian yang keren keren ya

    ReplyDelete
  7. Wow membaca pengantarnya aku sudah tertarik demgam deretan gelar yg dia punya. Dan ternyata untuk mencapai ksana butuh lika liku yang tidak mudah

    Seneng baca cerita vibe positip gni

    ReplyDelete
  8. Wahhh pengalamannya sangat bermanfaat sekali, dari mulai berkas-berkas apa yang harus disiapkan dan dikumpulkan, hingga cerita perjalanan dan pengalaman mengajukannya. Jadi tau dan banyak belajar dari sini, ternyata semua dosen bisa menjadi guru besar juga yaa.. Apalagi kalau dinobatkan menjadi yang termuda, membanggakan sekali pastinya.

    ReplyDelete
  9. sabar, tekun dan konsisten memang gak mudah dilakukan yaa, tapi bila kita sungguh-sungguh, hasilnya pasti sangat memuaskan untuk hidup dan karir kita

    ReplyDelete
  10. MashaAllah, inspiratif sekali.
    Mudah-mudahan banyak jejak positif beliau bisa diikuti dosen-dosen lainnya.
    Jadi, akan banyak juga kreator muda yang menjadi penerus dari keserba baikan jejak karirnya. Aamiin ya Allah

    ReplyDelete
  11. Wah, perjalanan yang tak mudah, sempet down tapi tetap terus berusaha dan akhirnya berhasil. Sungguh sangat menginspirasi. Semoga banyak yang mengikuti jejaknya.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<