#SCC: Day 1, Unboxing Your Mind

 


Berkesempatan mengikuti Program She Creates Change (SCC) bersama 29 changemakers lainnya dari seluruh Indonesia ditambah fasilitasi dan kawan-kawan dari change.org yang luar biasa membuat Saya merasa lahir kembali. Setelah sebelumnya Saya mengalami fase insecurity yang terlalu panjang yang membuat Saya larut dalam stress dan kesedihan. Saya seperti diberi kesempatan untuk bangkit dan berbuat. Itu adalah satu berkah tersendiri di 2020 yang begitu complicated di hidup Saya.

Berkah ini mengikuti berkah-berkah lainnya yang Tuhan turunkan di tahun ini. Dan Saya seperti mendapat jawaban mengapa Tuhan meng-hold keikutsertaan Saya dalam agenda ini selama setahun, ya... Karena Itu yang terbaik bagi Saya. Tahun ini Saya bisa tetap ada di rumah mengikuti rangkaian pertemuan hingga Januari nanti. HB ada di rumah. Sakhaboy ada di rumah. Namun kami semua asyik masyuk sendiri dengan aktivitas masing-masing. Terima kasih, main system-ku.

Terima kasih kepada Tuhan, terima kasih panitia, terima kasih kawan-kawan baruku yang berkenan menjadi my brand new safe place. Kita berproses bersama, Kita tumbuh bersama. Saya nggak akan takut lagi untuk mengakui bahwa Saya sangat rentan di berbagai sisi. Pengakuan itu adalah bentuk kecintaan saya pada diri sendiri yang tentunya akan berdampak kepada orang lain.

Mengikuti training semacam ini secara online awalnya membuat Saya berpikir, "ah, pasti boring sekali. Aku ingin escape. Aku ingin berkumpul2." Namun ternyata Saya absolutely wrong! Pertemuan Perdana ini membuat Saya optimis bahwa pandemi ini tuh berkah loh. Ternyata panitia hebat sekali bisa meng-create acara dengan menarik. Apalagi fasilnya pro dan hebat banget. Terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Pertemuan Perdana, Tentu Saja tentang Berkenalan

Membayangkan berkenalan dengan 30 peserta plus panitia secara online awalnya membuat Saya pesimis. Tapi ya itu tadi, para fasil bisa membawa kegiatan ini jadi semenyenangkan itu. Kak Sobhi Lawalata yang tentu Saja dengan pengalamannya mampu membawa seluruh peserta zoom-meeting menjadi cair layaknya pertemuan di dunia nyata. Kak Mila Nuh, yang sedari awal namanya nggak asing banget bagi Saya ternyata benar Kak Mila Nuh “yang itu”, pantas saja mutual friends kita banyak kesamaan. Pokoknya semua tim sangat piawai menggiring peserta supaya mengeluarkan sifat aslinya. LOL.

Di sinilah Saya merasa, wah-gue-kemana-aja karena di sini Saya baru kenal dengan mentimeter dan juga Jamboard. 

Lewat Jamboard ini kami "dijebak" untuk menebak karakter missing person, sosok peserta yang belum hadir dalam pertemuan tersebut. Apa yang kita inginkan dari dia? Dan ternyata apa-apa yang kita inginkan dari dia itulah yang harus kita mulai, harus kita ciptakan dari diri kita sendiri. Jadi kalau semua orang berpikir bahwa orang lain harus open minded ya harusnya kamu juga harus open minded duluan. You get what you pay gitulah.



Unboxing Your Mind

Bukan hanya paket dari SCC aja yang diunboxing atas komando Kak Dhenok dan Kak Jeanne, otak Saya juga ikut diunboxing. Saya telah mengosongkan gelas hari ini dan siap untuk 11 pertemuan kedepan. Insyaa Allah.

Di sesi terakhir sebelum closing, Kak Mila Nuh memberikan “ceramah” soal mindfulness. Yang Saya angkat topi banget kepada panitia adalah ketika Kak Mila meminta peserta untuk meluangkan waktu 5-10 menit, Kak Shobi menawarkan kepada kami semua, apakah ada yang keberatan atau enggak. Itu artinya mereka sangat menghargai orang lain, menghargai kesepakatan waktu, dan consent. Jadi kami dengan senang hati pula waktunya diperpanjang.

Nah, mindfulness ini juga nantinya akan diulas setiap hari. Setiap hari harus ada mindfulness check in supaya memastikan semua peserta hadir sepenuh jiwa dan raga dalam kegiatan itu. BTW sebenarnya Saya tadi di jam yang sama ada kuliah pengganti yang baru diumumkan tadi malam. Kemudian Saya memilih izin dan leave the zoom class room supaya lebih bisa fokus dalam pertemuan perdana ini. Saya sangat percaya dengan kesan pertama, maka Saya ingin membangun kesan itu sejak pertemuan perdana.


Menurut Kak Mila, mindfulness menjadi satu pembelajaran yang akan dilalui selama 1,5 bulan ini. Apa dan bagaimana mindfulness dan journaling yang bisa menjadi habit setelah program ini selesai?

Mindfulness dalam versi Jon Kabar-Zinn  adalah paying attention in a particular way. Menghadirkan diri Kita secara penuh tanpa judgement.


Tanpa menghadirkan diri Kita secara penuh dan utuh, proses pembelajaran yang diharapkan embedded kedalam diri kita akan berkurang. Caranya adalah kita aware dengan apa yg ada di sekitar dengan melatih pernapasan, meditasi, bahkan nyuci piring, ngulen pempek, apapun. Cukup fokus Aja. Kalau lagi makan, ya makan aja tanpa memikirkan hal lainnya di luar yang sedang dihadapi. Kalau Saya, makan sambil liat HP. Parahnya sembilan bulan kebelakang, makan sambil memikirkan pekerjaan. Saya tahu itu salah, tapi Saya pikir nggak sefatal itu.

Dengan cara ini, kita bisa lebih melatih indra di dalam proses ini. Nah, ini ada hubungannya juga dengan juornaling. Mengapa journaling menjadi Penting?

Salah satu aktivitas mindfulness adalah journaling, keeping diary tentang hal hal yang dialami. Manfaatnya banyak sekali, salah tiganya adalah sebagai berikut:
  1. Mendirect fokus kepada apa yang ingin Kita capai dalam satu aktivitas tertentu. Being grateful, very powerful tools yang ketika bangun pagi Kita tuliskan 3 hal yang membuat Kita bersyukur. Ini sebenarnya sudah sering Saya praktikkan, sayangnya kurang istiqomah aja.
  2. Self Discovery and personal growth. Dengan journaling, kita jadi kenal dengan diri sendiri. Kalau Saya sih membaca ulang jurnal waktu SMP-SMA jadi kenal kalau Saya dulu itu lebay. LOL. Sampai sekarnag, sih. Saya dulu itu nggak hidup di dunia Saya. Saya begitu denial, Saya hidup dalam dunia Bobo, Donal Bebek, Aneka YES, KawanKu sampai Enid Blyton.
  3. Self love adalah kata kunci dalam perjalanan spiritual Kita dan apa yang Kita kontribusikan dalam tataran yang lebih luas. Self love tidak hanya membuat Saya percaya diri, tapi juga membuat Saya lebih empati dan sensitif dengan permasalahan di sekitar. Self love juga yang menggiring Saya untuk selalu bersyukur.


Nah, mindfulness ini bisa dikatakan sebagai weapon for spiritual combat!


Bagaimana kita merefleksilan pengalaman, emosi, apa yang Kita rasakan, pikirkan dan apa yang membuat Kita belajar di hari Itu. Kita nggak belajar dari pengalaman, tapi kita merefleksikan pengalaman Itu.

How to start journaling?

Lupakan aturan aturannya. Tuliskan saja. Dan tulisan ini adalah versi Saya, terima kasih telah membaca.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<