Tak
banyak orang menyasar wisata heritage ketika
berkunjung di Lampung. Kebanyakan wisatawan mengenal Lampung dengan tujuan
wisata minat khusus dan adventure.
Tidak seperti Yogyakarta dengan Prambanan dan candi-candi di sekitarnya, tidak
pula seperti Borobudur di Jawa Tengah yang bahkan punya agenda tahunan kelas
dunia. Bahkan Jawa Barat yang beberapa tahun terakhir terkenal dengan Situs
Gunung Padangnya.
Di
provinsi yang kerap disebut serambi Sumatera ini terdapat beragam objek cagar
budaya. Sebut saja enam cagar budaya yang ditargetkan untuk diregistrasi di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mulai dari situs Batu Bedil dan Batu Gajah di Ulu
Belu, Tanggamus; Palas Pasemah di Lampung Selatan; makam Radin Inten di Lampung
Selatan; serta Batu Iman dan Batu Cagur di Lampung Barat.
Ada cagar budaya yang sudah diregistrasikan, yaitu Taman Purbakala Pugung Raharjo, Lampung Timur. Di kawasan ini lengkap, terdapat peninggalan-peninggalan dari zaman Pra-Hindu hingga Islam. Cagar budaya ini terletak di Desa Pugung Raharjo Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur. Lokasi tempat budaya bersejarah ini berjarak sekitar 52 kilometer dari Kota Bandar Lampung.
Di
ketinggian 80 meter,
situs arkeologi seluas ±30 hektar ini menjadi saksi aktivitas manusia pada masa tradisi
megalitikum. Tradisi megalitik merupakan jenis kebudayaan zaman prasejarah,
di mana manusia pada zaman itu belum mengenal tulisan. Ciri-ciri alat kehidupan
saat itu, masih terbuat dari bebatuan besar, antara lain seperti batu tegak
(menhir), meja batu (dolmen) kuburan batu dan keranda batu.
Situs
Pugung Raharjo ditemukan pada tahun 1957 oleh penduduk setempat yang terdiri atas
warga transmigran sewaktu penebangan hutan. Beberapa penebang hutan, yakni
Barno Raharjo, Sardi, Karjo dan Sawal melaporkan hasil penemuan tersebut kepada
Dinas Purbakala. Salah satu dari temuan awal tersebut adalah sebuah arca yang
dikenal sebagai arca yang bercirikan masa klasik dan berlanggam Budhis.
Sebenarnya, pengungkapan tradisi megalitik di Sumatera telah banyak dilakukan
para pakar jauh sebelum Indonesia merdeka, antara lain Tombrink, Steinmetz,
Ullman, Schnitger, Van der Hoop, dan Funke. Namun Pugung Raharjo yang ditemukan
oleh para transmigran ini, tidak dikenal oleh para peneliti tersebut.
Selang
beberapa tahun sejak ditemukan, tepatnya pada tahun 1968, dilakukanlah
penelitian awal oleh Lembaga Purbakala yang dipimpin oleh Drs. Buchori. Pada tahun
1973, Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional bekerjasama dengan
Pennsylvania Museum University melakukan pencatatan dan pendokumentasian
kepurbakalaan Pugung Raharjo yang hasilnya dituangkan dalam Laporan Penelitian
Sumatera. Penelitian terus berlanjut dan pada tahun 1980 dilakukan ekskavasi,
yang menghasilkan kesimpulan bahwa kompleks megalitik Pugung Raharjo memiliki
luas sekitar 25 hektar.
Salah satu punden berundak |
Di Taman
Purbakala Pugung Raharjo terdapat punden berundak yang bentuknya seperti
piramida di Mesir. Bukan cuma satu tetapi ada 13 piramida berukuran mini. Para
peneliti pun menilai, Situs Pugung
Raharjo sangat unik. Sebab,
peninggalan-peninggalan zaman megalitik (dari tahun 2500 SM), klasik
(Hindu-Buddha) sampai Islam terdapat lengkap. Memasuki areal Pugung Raharjo, pengunjung akan
menemukan hamparan hijau rerumputan yang tertata rapi. Tepat di tengah terdapat
semacam gapura batu. Di samping parit tanah yang ternyata merupakan benteng
primitif sepanjang 1,2 km itu, terdapat jalanan berbatu untuk pengunjung melakukan
tracking untuk mengunjungi satu
persatu situs yang ada di sana.
Uniknya meski berbentuk parit, benteng ini tidak pernah tergenangi air meski hujan deras. Bahkan pernah saat banjir beberapa tahun lalu, areal situs tidak terkena banjir.
Di lokasi ini
juga terdapat arca batu, prasasti batu berlubang, menhir, arca tipe Polynesia,
dan juga kolam megalitik yang dipercaya airnya bisa membuat awet muda. Artefak
yang ditemukan di situs ini antara lain keramik asing dari berbagai dinasti,
keramik lokal, manik-manik, dolmen, menhir, pisau, mata tombak, batu berlubang,
batu asahan, batu pipisan, kapak batu, batu trap punden, gelang perunggu, dan
batu bergores. Di taman purbakala ini, pengunjung dapat mempelajari aneka situs
sebagai berikut.
ü Benteng
Pugungraharjo
Ini berupa dua buah gundukan tanah di sebelah barat
dan timur. Panjang benteng sebelah barat 300 m, sedangkan sebelah timur 1200 m
dengan ketinggian gundukan tanahnya antara 2 – 3,5 m, serta parit dengan
kedalaman 3 – 5 m. Bentuk benteng tidak menyudut tetapi melingkar. Di beberapa
bagian terdapat jalan yang menghubungkan bagian luar dan dalam benteng, serta
di beberapa tempat terdapat beberapa pintu yang diperkirakan sebagai pintu
gerbang jalan masuk ke dalam benteng. Adapun fungsi benteng diperkirakan sebagai
tempat perlindungan dari serangan binatang buas maupun serangan suku lainnya.
Di dalam benteng terdapat suatu tempat yang disebut kompleks batu mayat yang
terdiri dari batu altar, menhir dan sebuah batu bergores di sebidang tanah
berbentuk bujur sangkar.
ü Punden
Berundak
Seperti namanya, situs ini berupa gundukan tanah
dan batu yang berundak-undak, terdiri atas punden sebelah barat dan punden
sebelah timur. Punden barat meliputi punden I dengan dua undakan, punden II
terdiri dari tiga undakan, punden III terdiri atas dua undakan, dan punden IV
berupa gundukan tanah setinggi 1 meter. Adapun di
punden sebelah timur terdapat punden besar dengan tiga undakan dan merupakan
punden terbesar yang dikelilingi parit kecil. Secara keseluruhan, hingga saat
ini jumlah punden di situs ini sebanyak 13 punden. Sebuah punden di bagian
paling timur situs yang berukuran 8 m x 8 m, menurut keterangan penduduk
setempat merupakan tempat ditemukannya arca Bodhisatwa yang dikenal sebagai
patung Puteri Badariah oleh masyarakat setempat. Arca Bodhisatwa tersebut saat
ini disimpan di Museum Situs
Pugungraharjo.
ü Batu
Berlubang
Batu berlubang terdapat di bagian timur situs,
yakni dekat mata air. Batu berlubang terbuat dari batu kali berwarna hitam
abu-abu yang terdapat empat lubang di bagian permukaan batu yang datar.
Terdapat 19 batu berlubang di situs ini. Fungsi batu berlubang ini kemungkinan
untuk melumatkan sesuatu yang perlu dihaluskan, serta berkaitan dengan upacara
kematian. Lumpang Batu, terdapat dua buah lumpang batu di situs Pugungraharjo, yakni di sawah di sebelah timur situs,
sedangkan yang lain berada di dekat batu mayat. Batu Bergores, temuan empat
buah batu bergores terdapat di tepi sungai kecil di sisi selatan situs. Bentuk
goresan berupa garis-garis dengan lekukan sebesar jari namun jelas menunujukkan
hasil karya manusia.
ü Kompleks Batu
Kandang (Batu Mayat)
Ini mungkin yang paling terkenal di kalangan penduduk
lokal. Batu Kandang berupa sekelompok batu besar yang disusun dalam
bentuk empat persegi dengan arah hadap timur dan barat. Di bagian tengah
kelompok batu besar ini terdapat batu yang oleh penduduk setempat disebut
dengan batu mayat. Batu tersebut berbentuk bulat panjang yang di kedua ujungnya
dipahatkan phallus (lambang alat kelamin laki-laki).
ü Keramik
Sebaran keramik yang ditemukan di situs Pugungraharjo cukup
luas dimana kronologi keramik tersebut mulai dari abad ke-8 hingga abad ke-17
M. Keramik asing yang ditemukan di situs ini berasal dari Dinasti Tang, Cing,
Sung, dan Ming. Bukti ini menunujukkan bahwa perdagangan atau pelayaran di abad
10 hingga abad 16 M di kawasan Way Sekampung sangat ramai. Bahkan melalui Way
Sekampung inilah dicurigai sebagai jalur masuknya Islam ke Lampung Tengah,
mengingat ditemukan medalion Sam Pho Khong di daerah ini.
Cagar Budaya, Warisan yang Kehilangan Pesonanya
Cagar budaya Indonesia memang
terbentang dari Aceh sampai Papua. Saking banyaknya, maka pemerintah kita
mengatur tentang ini dalam undang-undang tersendiri. Pada pasal 1 UU RI No. 5
Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan Benda Cagar Budaya sebagai
berikut:
1. Benda buatan
manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50
tahun, atau mewakili masa gaya
yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan.
2. Benda alam
yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan.
Dapat
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa hasil kebudayaan manusia
maupun alam beserta
isinya. Pariwisata pusaka
adalah sebuah kegiatan wisata untuk menikmati berbagai adat istiadat lokal,
benda-benda cagar budaya, dan alam beserta isinya di tempat asalnya yang
bertujuan untuk memberikan pengetahuan
dan pemahaman akan
keanekaragaman budaya dan alam bagi pengunjungnya.
Kolam dan mata air, medio 2011 |
Pertama kali
saya berkunjung kesana pada tahun 2011 dengan kondisi jalanan yang sepi, kami
memasuki areal taman purbakala yang tak kalah sunyi. Tidak ada pengunjung lain
selain kami yang waktu itu datang berempat. Kondisi yang sama terjadi lagi pada
kunjungan di tahun 2019. Hanya ada sekitar belasan orang yang berkunjung meski
di akhir pekan.
Mengembalikan Kejayaan Wisata Cagar Budaya
Menurut Hendi, salah
satu pengunjung Taman Purbakala Pugung Raharjo, dia baru pertama datang ke
situs ini. Padahal rumahnya hanya berbeda kecamatan saja dengan Kecamatan
Sekampung Udik. Tak berbeda juga dengan beberapa pengunjung lain yang ternyata
memang bukan orang jauh.
Padahal, wisata cagar
budaya semestinya bisa menjadi sarana belajar bagi para siswa. Apalagi kehidupan
manusia purba sudah dipelajar sejak masa SMP seingat saya. Jika saja para siswa
diajak untuk mengunjungi situs tersebut, tentu akan lebih mengenai kehidupan
masa lalu di zaman purbakala tanpa perl menerka-nerka.
Saat ini pemerintah
Provinsi Lampung sepertinya tengah fokus kepada wisata alam dan ekowisata. Hal ini
sangat disayangkan karena wisata cagar budaya terkesan marginal sehingga
fasilitas pendukung bagi wisatawan untuk menuju kesana pun belum terpenuhi. Demikian
juga soal jaminan keamanan dan keselamatan wisatawan yang dirasa kurang,
apalagi lokasi ini terletak di Lampung Timur dengan berbagai stigma buruknya.
Jika semakin banyak
wisatawan datang dan paham mengenai Taman Purbakala Pugung Raharjo dan
mempelajari sejarah di baliknya, maka sense
of belonging masyarakat akan semakin tinggi. Dalam kondisi wisatawan yang
datang merasa tercerahkan, bertambah keilmuannya, bahagia menikmati
keindahannya, maka perasaan memiliki yang ada akan menimbulkan rasa untuk terus
menjaga. Bukan merusak, bukan mengotori apalagi melakukan tindakan vandalisme.
Papan Peringatan |
Beberapa mahasiswa saya melakukan wawancara terhadap pengunjung Taman Purbakala Pungung Raharjo. Dari sebelas pengunjung yang merupakan wisatawan lokal, diketahui bahwa sebagian besar wisatawan mempunyai presepsi bahwa objek wisata tersebut memiliki tingkat aksesbilitas yang rendah dengan presentase 54%.
Hal ini disebabkan
oleh pengaturan perjalanan menuju objek wisata tersebut tidak nyaman, angkutan
umum yang tersedia untuk menuju objek wisata taman purbakala merupakan angkutan
yang tidak nyaman dan jadul seperti bus dan angkot yang sudah kurang layak pakai
karena kondisinya sudah cukup rusak. Kondisi jalan yang dilalui untuk menuju
kesana merupakan jalan yang tidak nyaman dan tidak aman sehingga dapat
mengancam keselamatan wisatawan, jalan aspal yang sangat berlubang, berdebu
dengan tidak ada rambu-rambu lalu lintas, perjalanan menuju ke objek tersebut
tidak langsung dan lambat karena membutuhkan waktu tempuh yang relatif lama
untuk sampai di lokasi.
Meski diakui oleh 63%
responden bahwa Taman Purbakala Pugung
Raharjo memiliki daya tarik yang tinggi, namun 72% responden menyatakan bahwa
tingkat keamanan di lokas sangat rendah. Hal ini disebabkan Objek Wisata Taman
Purbakala Pugung Raharjo memiliki
lingkungan alam yang indah dengan pemandangan alam di sekitar objek wisata masih bersifat
alami dan menyajikan berbagai jenis tumbuhan, memiliki lingkungan yang bersih
karena tidak di temukan sampah berserakan, namun di titik tertentu terdapat
beberapa sampah.
63% responden menilai
bahwa Taman Purbakala Pugung Raharjo tidak memiliki infrastruktur yang lengkap. Infrastruktur yang tersedia di Objek wisata
Taman Purbakala Pugung Raharjo
yaitu sistem jalur angkutan, sistem telekomunikasi dan
sistem keamanan.
Infrastruktur jalan di dalam Taman Purbakala Pugung Raharjo |
Sementara itu, dari
59 mahasiswa ITERA yang dipilih secara acak menyatakan bahwa hanya 33,9% dari
mereka mengetahui tentang objek wisata ini. Hal ini menunjukan kurangnya informasi
yang menyebar tentang Taman Purbakala di kalangan mahasiswa dan mereka
menganggap bahwa taman purbakala kurang melakukan upaya promosi melalui media
sosial dengan presentase 53,6%.
Mahasiswa yang mengetahui tentang taman purbakala cenderung mendapatkan
informasi tersebut dari teman dan orang lain hal ini dibuktikan dengan
presentase informasi sebanyak 86,5%. Dan sebagian besar mahasiswa belum pernah
mengunjungi objek wisata ini.
Menurut Hadinoto (1996), ada beberapa hal yang menentukan dalam
pengembangan
suatu
obyek wisata, diantaranya adalah:
ü Atraksi Wisata
Atraksi merupakan daya tarik wisatawan untuk
berlibur. Atraksi yang diidentifikasikan (sumber
daya alam, sumber daya manusia, budaya, dan
sebagainya) perlu dikembangkan untuk menjadi
atraksi
wisata. Tanpa
atraksi
wisata, tidak ada peristiwa,
bagian
utama lain tidak akan diperlukan.
ü Promosi dan Pemasaran
Promosi merupakan suatu rancangan untuk
memperkenalkan
atraksi wisata yang ditawarkan dan cara bagaimana atraksi dapat dikunjungi. Untuk
perencanaan,
promosi merupakan
bagian penting.
ü Pasar Wisata
(Masyarakat
pengirim wisata)
Pasar wisata merupakan bagian yang
penting. Walaupun untuk perencanaan
belum/ tidak diperlukan suatu
riset lengkap dan mendalam, namun informasi mengenai trend perilaku, keinginan, kebutuhan,
asal, motivasi,
dan
sebagainya dari wisatawan perlu
dikumpulkan dari mereka yang
berlibur.
ü Transportasi
Pendapat dan keinginan wisatawan adalah berbeda
dengan pendapat penyuplai transportasi. Transportasi mempunyai dampak
besar
terhadap volume dan
lokasi pengembangan
pariwisata.
ü Masyarakat
Penerima Wisatawan Menyediakan Akomodasi dan Pelayanan
Jasa Pendukung Wisata (fasilitas
dan pelayanan).
Sebenarnya
pihak pengelola telah mencoba beberapa upaya seperti menggelar Festival Budaya
Tradisional di Taman Purbakala dengan frekuensi 3-4 kali setahun. Festival ini
bertujuan untuk mempromosikan taman purbakala kepada masyarat luar namun hal
ini hanya menarik perhatian wisatawan sekitar Lampung Timur. Upaya lain yang
telah dilakukan oleh pihak pengelola berupa pembuatan media sosial Instagram
dengan username @taman_purbakala. Tidak
memungkiri bahwa terdapat juga beberapa pengunjung dari daerah lain namun untuk
promosi dan informasi di daerah lain belum cukup memadai.
Hal
terkecil yang dapat dilakukan adalah promosi dengan prinsip word of mouth. Dalam metode promosi ini,
konsumen dalam hal ini wisatawan mempromosikan sendiri hasil kunjungannya ke
Taman Purbakala Pugung Raharjo. Hasil penelitian dari Roper Reports Public
Pulse menunjukkan bahwa sekitar 10–20% dari konsumen Amerika mempunyai kekuatan
dan mampu memengaruhi habit dari 90% konsumen lainnya.
Wisata foto, idola anak masa kini |
Saat
ini kekuatan social media tak perlu diragukan lagi. Indonesia menjadi negara
dengan pengguna Instagram terbesar se-Asia Pasifik. Dari 700 pengguna aktif
bulanan alias Monthly Active User (MAU)
yang diraup Instagram secara global, 45 juta di antaranya berasal dari
Indonesia. Demikian juga untuk di Lampung. Foto-foto di instagram akan dengan
sangat mudah menjadi viral sehingga menuai kunjungan wisatawan yang cukup
masif. Hal ini biasa terjadi pada lokasi-lokasi foto “yang instagramable”
seperti di kebun karet, tebing, atau pantai. Taman Purbakala Pugung Raharjo
mempunyai pesona yang tak kalah instagramable juga.
Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga
memberikan berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata
mampu membuat masyarakat setempat mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya baik secara ideology, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Hal tersebutlah yang mengakibatkan dampak akan sebuah pariwisata menjadi studi yang paling
sering mendapatkan perhatian masyarakat karena sifat pariwisata yang
dinamis dan melibatkan banyak pemangku kepentingan.
Suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi
yang memperbaiki taraf,
kualitas dan pola hidup komunitas
setempat, tetapi juga peningkatan dan
pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Bila dilakukan dengan benar dan tepat
maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan
permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang
sangat penting
dalam
upaya pengembangan obyek wisata, karena
penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di
daerah tersebut. Akan tetapi apabila
suatu obyek wisata
tidak dikembangkan atau ditangani
dengan baik atau tidak
direncanakan dengan
matang, dapat
menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun
dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.
Foto-foto merupakan koleksi pribadi yang diambil oleh penulis dan mahasiswa.
Referensi:
1.
Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di
Indonesia. Kodhyat, H. 1998.
2.
Buku Petunjuk Tentang Taman Purbakala Pugung
Raharjo. Lampung, Kanwil Dep P dan K prov. 1983, p. 13.
3.
Sejarah Pugung Raharjo dan Kepurbakalaan Palapa
Jaya. Hermansyah, Endjat D.J dan. 1998, p. 61.
4.
Burkart, A.J. dan Medlik,S. Tourism, Past,
Present, and Future. London : s.n., 1987.
5.
Wijaya, Rusli Cahyadi dan Jajang Guna.
Pariwisata Pusaka Masa Depan Bagi Kita, Alam, dan Warisan Budaya Bersama.
Jakarta : Universitas Indonesia, 2019.
6.
Tentang Benda Cagar Budaya dan Penjelasannya.
Indonesia, Undang - undang Republika. Jakarta : s.n., 1992. Direktorat
Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.
7.
Indentifikasi dan Penilian Objek Daya Tarik
Wisata Alam. Utari Komarani, Ombo Satjapradja, Mesalin L. Salampessy. 2015,
Vol. 15, p. 37.
Tempat nya memang bagus, adem, sayang sedikit yg tertarik buat wisata sejarah
ReplyDelete