Holaaaaa! Long time noooooo see, huhu blog saya
sampe lumutan. Tadi aja saya log in sambil bersihin sarang laba-laba dulu, loh.
LOL.
Kali ini saya pengin cerita tentang weekend
berfaedah saya yang jadi moderator pada diskusi "Metode Jitu Berdialog
dengan Anak Masa Kini". Acara ini merupakan acara perdana dari Matahari
Preschool and Daycare, sekolahnya Sakhaboy. Peserta acara yang digelar pada
Sabtu, 23 Februari 2019 ini emang sangat terbatas. Mengingat ruangan juga
terbatas dan menurut saya biar lebih intensif aja sih belajarnya.
Yeay, saya punya label baru untuk blog: parenting. LOL. Rinda bicara parenting, ummm... bisa dipercaya nggak, sih? Yakan yang bicara bukan saya, saya cuma menyarikan aja dan menyebarluaskannya biar makin banyak juga yang belajar.
Yeay, saya punya label baru untuk blog: parenting. LOL. Rinda bicara parenting, ummm... bisa dipercaya nggak, sih? Yakan yang bicara bukan saya, saya cuma menyarikan aja dan menyebarluaskannya biar makin banyak juga yang belajar.
Pembicara pada kesempatan kali ini adalah salah
seorang dosen PGPAUD Unila, Mbak Susanti Pradini, M.Psi. alias Mbak Anti alias
Ambu Atha. Iya, Mbak Anti juga salah satu wali murid dari Matahari Preschool
and Daycare.
Materi diawali dengan pertanyaan, dari Mbak Anti,
"Apa sih harapan kita untuk anak?"
Banyak yang jawab pengin jadi anak soleh, baik,
penurut, etc. Kalau saya pribadi hal yang paling
penting adalah pengin anak terbuka sama
saya dan HB. Anak bisa nyaman cerita apa aja hingga kelak dia dewasa. Mulai
dari rebutan bangku di sekolah sampe rebutan pacar event sexuality semuanya
dibicarakan dengan orang tua. Jadi
mau bikin anak itu soleh, baik, dan sebaganya itu nanti akan lebih mudah kalau
ada keterbukaan karena baik orang tua maupun anak merasa harus saling sharing.
So, harapan-harapan itulah yang nantinya akan
memengaruhi pola asuh kita terhadap anak. Gimana cara kita untuk mencapai apa
yang kita harapkan. Nah, begitu juga dengan pola asuh kita, ini akan
memengaruhi pola komunikasi dan perilaku anak. Jadi hubungannya ini circular,
ya. Bahkan hingga anak duduk di bangku SD, pembentukan karakter masih akan
terus berlangsung.
Nah, nanti setelah anak berusia 10-11 tahun,
lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap pribadi anak. Jadi fokus anak bukan
lagi orang tua tapi ada guru dan teman-temannya. Nggak heran kalau anak usia
segini sudah bisa berkilah, "kata Bu Guru...." Semacam itulah.
Kalau di awal kita sudah terjalin komunikasi yang baik dan
efektif, hal itu nggak perlu dirisaukan lagi. Lalu kapan masalah terjadi? Waktu
harapan tidak terjadi pada perilaku anak. Hal ini bisa terjadi ketika harapan
tidak dikomunikasikan. Bisa juga ketika harapan telah dikomunikasikan tapi
tidak terjadi perubahan pada anak. Ini yang disebut sebagai komunikasi yang
tidak efektif. Jadi anak nggak paham maksud orang tua. Orang tua juga nggak
ngerti maksud anaknya gimana.
Lalu, manfaatnya apa sih kalau kita membangun
komunikasi yang efektif?
Oh ya tentu anak merasa diperhatikan, dicintai.
Tapi pastikan anak sedang memperhatikan
ketika kita mengomunikasikan keinginan orang tua. Dengan terbangunnya
komunikasi sejak dini, anak juga akan jadi lebih terbuka. Sementara orang tua
akan lebih mudah menerima ide, keluhan, dan harapan anak. Karena anak juga
punya harapan, pengin orang tua yang seperti apa?
Kalau saya membangun komunikasi dengan Sakhaboy ya sejak dia belum
lahir karena saya sudah membangun buanyak sekali affirmasi dan mengajaknya untuk
bekerjasama melalui hari-hari sulit kami. Sampai sekarang Sakhaboy enam bulan
pun, saya tetap aja dia ngobrol meski ya jawabannya gitulah. Cuma babababa
bubububu nyembur sambik ketawa lonjak-lonjak atau malah nangis. Yang penting
dia kasih respon atas aksi saya.
Misalnya, di mobil ketika pulang sekolah selalu
saya tanya tadi main apa, belajar apa, makan enak nggak, tidur siang enggak,
nangis enggak, dll... Atau saya pancing langsung karena saya kan udah dapat
laporan tadi di sekolah doi ngapain aja. Sehingga doi bisa mencerna juga, oh
tadi aku makan disuapin Kak Yeni, aku mandi sama Kak Ria, Etc.
Lalu gimana caranya untuk melakukan komunikasi
yang efektif? Tentu kita harus memerhatikan waktunya. Kalau anak lagi heboh
sendiri, atau lagi nakal tentu nggak akan fokus sama kita. Lalu coba pahami dan
akui perasaan dan harapan anak. Misalnya, iya tadi aku nangis ditinggal Ibu
bikin susu. Atau iya aku nangis waktu Kak Ria gendong Rasya. So, dia perlu
pengakuan bahwa dia sedih, sebelum kita memasukkan input bahwa Sakha harus
belajar sabar dan ada teman lain yang butuh bantuan Kak Ria.
Di sisi lain, anak usia 0-5 tahun adalah peniru
ulung. Misalnya kalau dia memanggil tapi orang tua hanya menjawab
"yaaaaaa..." tanpa mendatangi atau sekedar nengok kearahnya, ya anak
akan menangkap bahwa "oh berarti kalau dipanggil boleh kayak gitu
doang!"
Padahal pada usia anak dua tahun, kalau seperti
itu, artinya orang tua belum hadir. Sementara anak sedang mengajarkan kita cara
berkomunikasi. Kita juga harus belajar lebih mendengarkan anak karena ya kita
adalah figur significant untuk anak. Role model.
Duh pasti capek banget yaaaa. Hahaha. Kata Mbak
Anti, ketika kita capek, kita boleh break sebentar. Kasih anak ke orang lain
atau biarkan dia bermain dengan memastikannya aman. Lalu kita me time sambil
mandi. Kalau saya, Sabtu-Minggu bareng Sakhaboy sudah cukup karena ya memang
dunia saya bukan untuk bersama anak kecil. Lelah fisik dan mental. Tapi
tentunya untuk memastikan tumbuh kembangnya sesuai harapan saya ya saya harus
dong! But, thank to daycare yang turut menjaga kewarasan saya sementara saya
juga tetap bisa menikmati passion saya dalam bekerja.
Eh, sorry kalau ada yang nggak sepakat, feel free to judge me, loh! LOL. Udah biasa!
Nah, lanjut lagi, Mbak Anti juga menjelaskan
tentang ciri anak pra usia sekolah.
❤ Peniru ulung
❤ Rasa ingin tahu terus meningkat, yang meski pun
melelahkan ini harus dinikmati karena katanya setelah lewat lima tahun ini akan
hilang. Ya, kalau bukan ke orang tuanya, kepada siapa lagi anak harus bertanya.
So, saya harus jadi ensiklopedia bagi anak. *Emak kompetitif*
❤ Terkadang anak terlihat tidak memerhatikan,
tapi pasti ada yang terserap. Ingat, ya, otak anak ibarat spons. Stimulus akan
membuat anak semakin paham dengan lingkungan. Anak jadi lebih gaul gitu.
❤Mulau muncul perasaan "aku bisa" meski
masih butuh bantuan. Tapi kita juga perlu tahu kapan boleh atau enggak
bergantung kondisi kita. Misalnya kita udah capek kerja, berberes, lalu anak
pengin makan sendiri dan pasti akan sangat berantakan dan membuat kita gila,
misalnya. Ya, berikan pemahaman aja baik-baik. Jadi jangan dibiarkan, jangan
juga enggak dikasih kebebasan. Kalau enggak nanti akan muncul perasaan
inferior, "oh aku tidak bisa. Aku butuh bantuan Mama."
❤Anak akan memandang segala sesuatu dari sisi
dirinya, tapi bukan berarti nggaj paham dengan orang lain.
❤Cara berpikir anak masih sangat konkret disini
(here) dan saat ini (now). Ketika dia melakukan sesuatu kesalahan atau sesuatu
yang patut diapresiasi, lakukan saat itu juga.
Berlanjut ke Part 2, ya
Berlanjut ke Part 2, ya
Baca juga: Berdialog dengan Anak MasaKini (Part 2)
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<