Demi postingan ini saya rela
scrolling me instagram post saya pada 14 November 2014 yang saya tulis karena
ditantang oleh foodies Semarang, Fenny Wijanarko. Saya juga menulis 20 facts
about me pada September 2014 karena ditantang oleh sahabat saya Iki.
Apakah masih relate? Iya. Sangat. Artinya saya anaknya enggak galau karena dari 20 facts about me itu ya masih sangat relate kecuali bahasa saya yang empat tahun lalu ternyata masih sangat alay. Hahaha.
Baca juga: 5 Tips Hadirkan Manfaat dari Media Sosial
Alhamdulillah, dari 20 fakta itu saya bisa pangkas jadi hanya lima. Terlebih
fakta pertama yang waktu itu saya tulis ketika nggak lulus-lulus S2 bahkan
hingga setahun setelahnya.
So, inilah 5 facts about me versi updatenya.
1. Mencintai gunung lebih daripada laut
Itulah mengapa manusia diciptakan saling berpasangan. Mungkin untuk bisa saling melengkapi karena saya sukanya gunung, pacar saya sukanya laut. Jadi kamu ya ke gunung, ya kelaut. Adil. Semuanya dapat.
Saya nggak suka laut karena anginnya kencang. Panas juga. Huh. Makin keling saya dibuatnya.
Kalau gunung beda. Gunung memberikan ketenangan dan kenyamanan. Dingin, tapi anginnya biasa aja. Sejuk, bahkan sampai ke kerongkongan.
Itulah mengapa manusia diciptakan saling berpasangan. Mungkin untuk bisa saling melengkapi karena saya sukanya gunung, pacar saya sukanya laut. Jadi kamu ya ke gunung, ya kelaut. Adil. Semuanya dapat.
Saya nggak suka laut karena anginnya kencang. Panas juga. Huh. Makin keling saya dibuatnya.
Kalau gunung beda. Gunung memberikan ketenangan dan kenyamanan. Dingin, tapi anginnya biasa aja. Sejuk, bahkan sampai ke kerongkongan.
2. Sering sulit membuat
keputusan
Aduh, pilih sepatu yang ini atau itu yaaaa. Yang ini warnanya lucu, tapi yang itu bisa buat ngajar. Yang ini mahal sih, tapi awet. Yang itu ...
Problem saya emang sampe
segitunya, loh dalam menentukan pilihan. Mau makan apa padahal udah nyampe
warung makan aja masih bingung. LOL.
Terkadang saya mikir apakah
saya harus menggunakan tools AHP untuk setiap proses pengambilan keputusan yang
saya lakukan? Asa teu kudu, yakan?
3. Lebih suka buah daripada sayur
Hal paling konyol soal #marimakansayur adalah ketika SMA saya satu geng banget sama salah satu yang emang nggak suka sayur banget. Bahkan nggak sukanya lebih-lebih daripada saya. Jadi kami sering dijebak makan sesuatu yang ada sayurnya.
Tapi sekarang saya sudah bisa
makan sayur. Bahkan selalu ketagihan sayur daun singkongnya Warung Makan Bu
Yuli. Dan waktu S2 sering makan sayur bening bayam lauk telur dadar gara-gara
diracuni sama Mbak Nia.
Biar bagaimana pun, makan sayur
itu harus. Bahkan sayur sangat prospektif untuk dijadikan komoditi
homesteading. Beda dengan ternak yang harus butuh effort lebih untuk memeliharanya.
Kalau sayuran kan tinggal tancapkan dimana aja juga jadi. So, saya sekarang
sedang dalam tahapan belajar makan sayur apapun jua.
Baca juga: Menjaga Bumi dengan Homesteading
Meski begitu, buah-buahan tetap
menjadi raja di hati saya. Sayangnya buah kan mahal ya. Buah musiman aja yang relatif
lebih murah meski nggak semurah itu juga. Padahal saya bisa sekali makan mangga
bisa sekilo. Begitu juga dengan jeruk apalagi duren. Sedangkan sekarang ini
harga mangga paling murah Rp. 15.000 per dua kilogram. Haha. Kalau saya mah
pasti kurang. Yamasa bel buat diri sendiri doang?
Konon kecintaan saya terhadap
buah-buahan telah muncul sejak saya berada dalam kandungan ibunda tercinta. Ibu
saya bisa makan pepaya yang ukurannya sebesar paha orang dewasa yang gendut dan
besar sendirian. Makan buah-buah yang lain juga begitu. Beruntung dulu di rumah
Mbah ada pohon alpukat yang kalau panen bisa berkarung-karung. Punya kebun
pisang, kedondong, jambu dan macam-macam lainnya.
So, sebagai kaum misqeen
daerah, saya selalu bermimpi agar punya lahan yang luas biar bisa bertanam
buah, sayur, hingga beternak. Minta aamiinnya, buibu.
4. Nggak mampu cuap-cuap
di depan kamera
Tapi sayangnya saya nggak pede tambil di depan kamera haha. Beberapa kali memang saya diundang untuk talkshow tentang lingkungan, tapi saya selalu menolak dengan alasan ini-itu. Padahal alasan sebenarnya ya saya ini nggak camera-face. Udah gitu aja. Haha.“Ada tawaran untuk diskusi di TV XXX Bulan Desember. Kau bisa bicara soa HAM dan gender...,” kata Mbak Yuli berapi-api.
Parahnya lagi sekarang kuliah
musti online. Jadi dosen harus niat bikin video untuk kuliah jarak jauh. Dan ini
tantangan besar bagi saya.
Ada satu video saya di youtube
yang diunggah oleh sebuah NGO di Jogja ketika event tentang sampah. Setiap HB
mencari nama saya di google, yang keluar video itu. Dia paling bisa ngekek demi
menonton saya di video itu. Ya saya juga kan awalnya nggak tau kalau videonya
bakal disebar keseluruh dunia -_____-
5. Nggak suka anak kecil
Nah, kan udah punya anak?
Haha. Itulah uniknya saya dan
betapa sayangnya Tuhan sama saya. Saya dikasih anugerah berupa titipan terluar
biasa tanggungjawabnya. Anak laki-laki. Hebatnya lagi anugerah itu datang
ketika saya merasa sangat tidak siap. Tapi ketika Tuhan berkehendak, artinya
saya pasti bisa. Saya pasti mampu. Dan semuanya akan baik-baik saja.
Dari dulu saya selalu musuhan sama anak kecil. Pernah saya jatuh-jatuhin anak Kiai saya waktu sekolah di Madrasah Diniyyah. Yakan mau ngaji, malah disuruh momong. Sekarang anak itu udah kuliah katanya. Pernah juga nyubitin anak orang karena gemas. Beruntung anak sendiri mah enggak saya gituin. Kalau saya udah capek atau gemas karena dia nangis terus ya mending saya taruh atau minta bantuan orang lain. Saya nggak memaksakan diri. Semuanya ini adalah proses demi kebaikan saya. So, saya pun berusaha menjalaninya dengan ikhlas dan terus belajar biar nggak menyesal.
Karena ini amanah terbesar,
mohon doakan saya agar bisa mengembannya sebaik mungkin dan selalu memberikan
yang terbaik yang saya bisa. Saya juga pengin berlaku biasa aja sama anak-anak
kecil yang lain. So, saya benar-benar sedang belajar.
Wah, ternyata ada persamaan ya. Terutama di bagian gak suka anak kecil sama gak mampu ngomong depan kamera. Lha alasan sy nulis karena gak bisa ngomong tho. Hehe. Gak suka anak kecil kalau udah umur SD. Kalau batita masih suka asal gak ingusan dan bau
ReplyDeleteKeren mbak, sama aku juga enggak suka ngomong depan kamera. Rasanya tuh aneh banget deh. Foto-foto juga tadinya enggak pernah sekarang banyak untuk dokumentasi blog.
ReplyDeleteMakasih mbak sharing nya. Suka tulisannya santai banget.
KU pikir mbak rinda suka cuap-cuap di depan kamera. ternyata enggak tooh wkwk
ReplyDeletemulai suka sama anak kecil mbak biar awet muda :D
ternyata teman saya ini unik ya. mmmh..kalo saya disuruh milih gunung apa laut?? saya milih dua duanya. keduanya merupakan tempat favorit. jaman masih mahasiswa sering naik gunung. kalo ke Pantai?? semenjak di Lampung saya sering ke pantai. menjadi anak laut. menemukan tempat kedamaian. menghilangkan penat dan laut juga bisa di jadikan tempat talasoterapi. agar hidup lebih sehat
ReplyDeleteWah ternyata itu ya, sifatnya mbak. Jadi lebih mengenal lagi nih.
ReplyDeleteHaha.. Tantangannya justru jadi ide terbentuknya tulisan menarik ini ya mbak. besok ditantang apa lagi ya kira2 :D
ReplyDelete