Asian Games 2018: Energy of Asia yang Ciptakan Perdamaian Dunia




Awalnya saya nggak aware dengan perhelatan Asian Games. Namun nampaknya iklan yang mejeng dimana-mana dan juga buzzer berperan penting dalam mengubah mindset saya. Lha wong World Cup yang kelas dunia dan biasanya heboh sampai ke pelosok desa aja sepi-sepi bae. Apalagi Cuma sekelas Asia, pikir saya. Nantangin banget, yaaa.


Tapi setelah tau kalau yang menggarap seremoni perhelatan Asian Games 2018 di Stadion Gelora Bung Karno adalah Wishnutama, wah langsug yakin pasti bakal keren acaranya. Dari situ saya mulai curious deh. Ditambah lagi waktu openingnya ada beberapa kawan di instagram yang live report. Itu saya berasa ada di sana, gemetar dan terharu banget menonton pertunjukannya. Gimana kala saya nonton langsung? Bangganya pasti nggak ketulungan.

Sejak saat itu mindset saya terhadap Asian Games jadi berubah. Saya aja yang nggak terlibat secara langsung, nggak nonton langsung, bukan buzzer, bukan official committee apalagi atlit aja merasa nasionalismenya meningkat 100%. Apalagi mereka? Apalagi para atlit? Apalagi Presiden Jokowi? #lah



Saya tau dari media massa kalau Jokowi menggngkapkan bahwa tujuan dibentuknya Asian Games adalah untuk menunjukan kepada dunia bahwa semua elemen bangsa bisa bersatu dan bersaudara dalam berolahraga. Bersatu untuk meraih prestasi. Wah, mulia banget yaaa tujuannya?!


Kita semua taulah ya bahwa kualitas pemain bulu tangkis Asia Tenggara ini sangat patut diperhitungkan. Indonesia juga. Bahkan sewaktu SD sampai SMP dulu saya ngefans banget sama Taufik Hidayat. Saya buat klipping beliau. Saya berkirim surat sama beliau ke Cipayung. Eh tapi udah enggak lagi sejak beliau menikah. Patah hati ala abege lah ceritanya.

Indonesia memang sangat terkenal dengan bulu tangkisnya, sementara Brazil pastinya terkenal dengan sepak bolanya.


Nah, di setiap cabang olahraga pasti membutuhkan kerjasama tim. Pelari yang cuma sendirian aja butuh dukungan tim di belakang. Tim dalam suatu pertandingan harus saling bersatu, percaya satu sama lain dan saling mendukung. Apa jadinya kalau tim olahraga bercerai berai? Gimana dengan penontonnya?

Setelah gegap gempita opening ceremony Asian Games yang didesain sangat outstanding itu, Indonesia semakin dibuat bangga dengan raihan medali emas oleh seorang Defia Rosmaniar pada cabang olahraga taekwondo. Seketika seluruh stasiun tivi mengangkat peristiwa bersejarah itu. Media sosial ramai mempublikasikan kemenangan Defia yang seolah menjadi kemenangan para netizen juga.  Netizen bersatu, netizen berdamai.


Saya mulai merasakan nada-nada persatuan Indonesia dari sana.

Raihan medali emas oleh Taekwondoin 23 tahun itu pastinya membakar semangat atlit-atlit lain yang akan bertanding. Mereka bersatu, berbagi semangat, dan berjuang demi negara ini. Bukan demi diri mereka sendiri.

Dunia maya mendadak tentram dan damai setelah sebelumnya media sosial ramai dengan isu perpolitikan yang nggak jelas mana hoax mana fakta, mana kawan mana lawan, hingga mencederai hubungan sahabat bahkan saudara. Segala macam isu redam seketika berganti kebanggaan dan nasionalisme yang mengalir dalam darah para netizen.

Bahkan menurut Jusuf Kalla, selama hampir dua minggu pelaksanaan pesata olahraga terbesar di Asia itu nggak ada lagi heboh berita bohong atau hoax. Mungkin mereka lupa dengan misi jahatnya menyebar hoax, berganti dengan curiosity terhadap prestasi bangsa ini.

Jusuf Kalla sebagai ketua Dewan Pengarah Asian Games aja nggak nyangka dengan begitu dahsyatnya antusiasme masyarakat Indonesia terhadap Asian Games 2018, apalagi saya. Bahkan katanya, cabang olahraga etletik yang biasanya nggak ada yang nonton aja kemarin rame luar biasa. Peristiwa besar yang jarang terjadi, kan?

Bagusnya lagi, pemerintah kita sangat menunjukkan kepeduliannya terhadap kerja keras pada atlit. Bukan sekedar memberikan puja dan puji dan insentif bagi para jawara, bahkan semua atlit yang berjuang pun diganjar dengan bonus yang tak sedikit. Setidaknya, usaha mereka dalam berlatih selama bertahun-tahun diapresiasi. Siapa yang nggak bangga dan makin semangat kalau begini?

Bukan sekedar rakyat Indonesia aja yang bersatu, bahkan penyelenggaraan Asian Games ke-18 di Indonesia ini juga mencetak sejarah dengan bersatunya Korea Selatan dan Korea Utara. Bahkan sejak opening ceremony, mereka sudah berjalan berdampingan di bawah satu bendera, bendera Korea.

Olahraga, benar-benar cara yang cukup jitu dalam menciptakan perdamaian dunia. Asian Games dengan energy of Asia-nya telah menyatukan banyak bangsa dalam kompetisi penu sportivitas. Mungkin supporter sepak bola tim lokal dapat belajar dari ajang ini. Tak perlulah saling anarki menujukkan support berlebihan dengan tindakan represif. Tunjukan dengan karya dan dukungan positif aja.

Kalau saya pribadi sesungguhnya kemarin berharap agar Asian Games diperpanjang sampai tahun depan. Faktanya, media sosial dengan ungkapan betapa gemasnya tante-tante terhadap roti sobek bagi saya jauh lebih menarik daripada debat politik tanpa henti. Semua orang mendadak sok tau politik dan merasa bebas berstatement tentang pilihan politiknya di media sosial.

Sementara untuk mendukung olahraga Indonesia, kita hanya perlu bersorak bergembira. Tak perlu nyinyir di media massa soal tim lawan yang juga tengah berjuang.


No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<