Ini yang Harus Dilakukan Demi Terciptanya Komunitasi Efektif Dalam Keluarga


Wow things banget bahwa seorang Rinda kini bicara soal keluarga, parenting, dan apapunlah itu. LOL. Postingan pertama saya di tahun baru ini akan berisi tentang pengalaman saya mendulang ilmu dalam kegiatan Mother's Day Gathering Wardah, Kamis lalu (21/12/2017).

Saya berterima kasih sekali atas undangan pihak Wardah sebagai blogger dalam peringatan Hari Ibu yang bertajuk #UntukmuIbu. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 25 undangan yang semuanya adalah Ibu-ibu muda atau calon ibu. Mereka berasal dari bermacam-macam background, ada yang pengusaha, guru hingga MUA. Nggak heran kalau penampilan mereka pun chic dan fashionable.

Dalam kegiatan gathering kali ini, Wardah menyuguhi kami dengan agenda seminar parenting dan beauty class. It was my super first beauty class I ever had. Nggak heran kalau saya cupu banget. Jangankan membentuk alis, membubuhkan foundation pun masih menerima masukan, kritik dan saran. LOL.

Tapi sepertinya abis ini saya beneran mau dandan deh. Soalnya kata pacar saya keliatan cantik. (((K E L I A T A N))) tak apalah. Dan pastinya supaya dilihat mahasiswa jadi lebih segar dan bersemangat yakan? Ah, ayo dong modalin adek, Bang!

Bagaimana Menjalin Komunikasi dengan Keluarga?
 

Seminar yang dimoderatori oleh Yuka Eletra ini menghadirkan Ibu Citra Abriani Maharani yang merupakan dosen di  FKIP BK Universitas Lampung. Fokusnya adalah konseling. Jadi sudah pas banget dengan agenda sharing kami pada hari itu.

Bu Citra memaparkan tentang pengalaman-pengalaman dan permasalahan parenting. Terutama dalam hal komunikasi.

"Pernikahan adalah kehidupan yang sebenarnya. Menikah berarti siap dengan konflik-konflik yang ada," kata Bu Citra.

Foto : Kei
Tah, saya merasa di atas angin atas statement ini. Pasalnya, nggak sedikit orang yang menelan mentah-mentah statement para motivator supaya lekas-lekas menikah. Shit man! Saya nggak percaya lagi kata-kata mereka. Saya juga nggak mau bahas ini karena sudah saya bahas di persiapan pernikahan saya.

Baca juga: #RGHBJourney

Kembali lagi ke permasalahan komunikasi dengan keluarga. Mostly, perempuan terkadang dalam menyampaikan sesuatu sering bias. Ini adalah kelemahan perempuan yang bisa menimbulkan konflik. Ya contoh aja situasi berikut.

👷Kamu mau hadiah ulang tahun apa, Honey?
👸Terserah
👷Um, yaudah aku nggak perlu ngasih hadiah tapi aku temenin kamu makan malam di kafe buat ngerayain.
👸Kamu nggak peka! Sambil melotot dan melengos
👷Kill me with your "terserah"! Tapi cuma diteriakin dalam hati

Ketika ingin sesuatu, sampaikan dengan jelas.

Hal kedua yang disampaikan oleh Bu Citra adalah tentang menyampaikan keinginan dengan jelas. Tapi ingat momennya, ya. Jangan suami baru pulang, belum juga bersih-bersih badan, belum makan malam, udah diberondong dengan hal-hal yang bikin pusing kepala. Cari momen yang baik, misalnya setelah makan atau sebelum tidur. Kalau saya paling senang bicara sebagai pillow talk. Endingnya pasti seru. 🙈

Suami yg punya hobi, secara psikologis itu lebih baik.


Ini terbukti waktu pacar saya freak banget sama aquascape. Nggak lama dari itu, beralih ke kopi. Segalanya jadi tentang aquascape dan kopi. Tentang beli bibit lumut  sampai fermipan untuk bikin gas  CO2. Tapi jadi menyenangkan karena selalu ada obrolan seru. Apalagi waktu itu LDR-an. Paling-paling kalau misuh-misuh sedikit tentang membeli sesuatu yang over budget, atau malah nggak dibudgetin sebelumnya meski cuma belanja sedikit.

"Arahkan hobi untuk mengurangi tingkat kecemasan," kata Bu Citra.



Komunikasi dengan anak

Teknik berkomunikasi dengan anak dibedakan berdasarkan usia anak. Kalau usia dini harus konkret. Orang tua melarang untuk melakukan sesuatu. Kenapa tidak boleh-nya itu  harus dijelaskan. Sampaikan secara langsung dengan kontak mata. Jangan seperti angin lewat. Jadi dalam berbicara harus sambil menatap lawan bicara kita. Bukan malah menatap berondong yang lewat.

Pola komunikasi terbagi menjadi dua: non verbal dan verbal. Komunikasi non verbal lebih kepada ekspresi. Komunikasi ini ebih jujur sampai 80%. Kedua, komunikasi verbal alias lisan.

Budaya patriarki dalam mendidik anak

Budaya di Indonesia patriarki. Budaya ini mau tidak mau harus kita hilangkan. Ini harus dikomunikasikan demi kelancaran kita dalam mengurus anak. Hal ini sebenarnya harus sudah dibicarakan bahkan ketika merencanakan pernikahan. Nggak jarang orang yang begitu menikah kaget dengan kondisi yang tidak sesuai ekspektasi. Makanya hal-hal seperti ini menurut saya harus disepakati bahkan sejak sebelum menikah.

Dalam mendidik anak seringkali terdapat bermacam-macam pola asuh. Apalagi jika kedua orang tua bekerja, tentu pengasuhan anak akan dilakukan dengan bantuan pihak ketiga.

 Jika ada orang ketiga dalam mendidik anak, dikhawatirkan akan mengubah rencana pendidikan. Ini harus ada komitmen bersama. Bagaimana komitmen orang tua dengan pihak daycare, pengasuh, atau nenek sendiri. Semuanya harus dikomunikasikan.

Menjelang remaja, ada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa, kalau usia remaja putri diharapkan ayah lebih dekat. Kalau anak remaja dekat dengan ayah akan lebih mudah mengontrol diri. Kalau anak laki-laki harus lebih dekat dengan ibu karena akan melihat pacarnya (misalnya) sebagaimana ibunya.

Dengan demikian pola pengasuhan anak sangat bertentangan dengan paham patriarki di Indonesia. Padahal ayah dan ibu keduanya harus turut terlibat dalam pengasuhan anak bahkan sejak dalam kandungan.

Tantangan ibu-ibu zaman now

1. Gadget

Sering kita melihat anak-anak balita yang lancar sekali mengoperasikan gadget, baik ponsel maupun laptop. Baikkah kondisi ini? Menurut saya sendiri sih nggak baik. Saya bahkan berencana untuk membuat jadwal gadget time untuk anak saya dan saya nggak akan membeli tivi. Saya sudah hidup tanpa tivi sejak bertahun-tahun silam. All is well.

Jika terpaksa memberikan gadget kepada anak, pastikan internet tidak aktif pada saat ngasih gadget. Atau temani dia. Rasa ingin taunya tinggi sekali. Dikasih waktu atau ditemani adalah pilihannya. Banyak kasus terjadi pada anak usia lima tahun, sudah bisa melihat video porno. Padahal nggak ada maksud, mungkin dari iklan yang nggak sengaja terklik. Bahkan mereka tau cara berciuman, dll.

Alihkan dengan permainan edukatif. Anak-anak itu cerdas dan perkembangannya luar biasa. Apalagi ketika dalam periode emasnya.

2. Anak dibiarkan sombong sejak kecil

Nggak sedikit anak-anak yang dibekali ponsel mahal. Ini akan menumbuhkan sifat sombong dalam diri anak-anak. Orang tua yang sayang terhadap anaknya pasti akan memberikan fasilitas sesuai dengan peruntukan dan kebutuhan anak.

3. Ortu sudah menanamkan karakter sejak kecil

Proses pendidikan sudah bisa diberikan pada 0 bulan, sejak menyusui. Sambil menyusui diajak ngobrol sesuatu yang positif. Akan ada yang terekam. Tidak boleh menyusui anak pada saat lapar karena akan menciptakan karakter baru. Anak jadi lebih pemarah. Ada tiga fase yang  dilalui oleh anak. 0-2tahun adalah fase oral, masa pembentukan karakter pertama melalui puting ibunya atau dot. Yang penting adalah perlakuan. Kedua fase anal, kalau sembelit berpengaruh ke kepribadian. Ketiga, Fase kelamin atau masa valik. Ada kenikmatan ketika buang air kecil atau ada sentuhan kelaminnya. Di sini biasanya terjadi penyimpangan kalau fase ini nggak dipenuhi. Jangan dimarah-marah kalau buang air.

 Cara untuk meminimalisir kekerasan, jangan libatkan pengasuh dalam urusan RT. yang penting anaknya. Agar pikiran tidak terbagi.

Kuncinys, ketika kita ingin menyampaikan sesuatu ke anak, sampaikan dengan jelas. Jelaskan. Masalah paham atau enggak, itu urusan nanti.
Anak-anak jangan dikasih kemudahan terus.
Kalau tantrum biarin aja. Nanti dia akan manja.

5. Hindari bahasa ancaman.
Tapi sebelumnya ada komitmen dulu. Jadi hukuman sudah disepakati di awal.

Kita perlu gaul dengan mahasiswa, supaya mahasiswa jadi cair ke kita. Diikuti maunya apa dulu. Cari tau suasana kelas. Bahas dulu hal-hal di dunia mereka. Ketika ngajar mereka harus diam. Apa yang disula, cita2, kuliah tujuannya apa?
Gimana cara kita mau membimbing mereka. Yujuan hidupnya . Pendekatan psikologis.

7 comments

  1. Era gadget bikin komunikasi keluarga kurang lancar, harus pandai2 emak jaman sekarang ini.. Nice info mb...

    ReplyDelete
  2. komunikasi intens sangat penting antar anggota keluarga, saya setuju banget mbak, apalagi jika ngarep sesuatu pastilah terjadi komunikasi yang sangat baik sekali ehehhee

    ReplyDelete
  3. Dilingkungan rumah tanpa disadari mengajarkan komunikasi yang bisa saja kurang baik, apalagi dengan beragam karakter dan cara mendidik anak. ini terjadi di lingkungan rumah saya yang masih di desa. dalam rumah kita sebagai orang tua selalu membiasakan berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan sopan. nah ketika anak kita bermain bersama teman dan pada saat pulang sudah membawa bahasa yang tidak baik. ternyata lingkungan juga bisa mempengaruhi komunikasi kita dengan anak

    ReplyDelete
  4. Wah beruntung banget ya bisa ikutan event sprt ini,banyak banget ilmu yg di dapat.mendidik anak emang perlu upgrade terus ilmunya krn model pengasuhan ketika anak masih kecil dan pengasuhan ketika beranjak remaja itu beda,dan aku pernah di posisi ngos2an menghadapi masa peralihan dari anak2 ke usia remaja.semangat terus ya mahmud yg cantik,TFS😘😘

    ReplyDelete
  5. Komunikasi efektif harus tetap dijaga agar relationship semakin erat. Dan hal ini semakin urgent trutama di era digital yang semuanya kebanyakan telah diambil alih gadget perannya

    ReplyDelete
  6. Pernah dapet materi komunikasi efektif di kuliah online, penerapannya sangat menantang hehe.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<