Menjadi Netizen Bijak Demi Indonesia Seutuhnya



Sunday afternoon biasanya paling malesin karena ya pada dasarnya kita harus kembali kepada kenyataan lagi. Sadar bahwa besok udah senin dan kuliah jam tujuh pagi emang kadang rada pahit. Apalagi kalau belum sempat liburan jalan-jalan atau pacaran. Tapi bagi saya Sunday afternoon lalu (19/11) lumayan spesial. Apalagi kalau bukan karena saya sama HB mau keluar bareng, hangout sejenak untuk bersosialisasi dan ketemu banyak orang. Lumayan langka kan kondisi semacam ini. Biasanya kalau ketemu orang rame berdua di gigs, sekarang di hotel.


Kami menghadiri kegiatan Ngobrol Bareng MPR RI dengan Netizen Lampung di Swiss Belhotel. Acara pertama yang saya ditemani HB as a blogger, bukan sekedar pacar. Seneng banget ngeliat dia bisa ngobrol dan berinteraksi dengan teman-teman lain. Semoga dia bisa cepet dapat teman-teman baru.

Minggu malaman bareng pacar
Di acara yang dihadiri oleh 60 netizen itu, ternyata dimulai sekitar habis isya. Padahal kami udah datang sejak sebelum maghrib. Lumayan boring sih. Saya sendiri berkali-kali nyenggol Pak Zulkifli Hasan, ketua MPR kita yang ditunggu-tunggu tapi belum datang juga.

Kemudian acara dimulai dengan ngobrol bareng Sekjen MPR, Pak Ma'ruf Cahyono dan Bu Siti Fauziah. Bu Fauziah melaporkan bahwa agenda gathering semacam ini sudah dilakukan juga di kota-kota lainnya. Hal ini untuk menyosialisasikan 4 pilar MPR kepada masyarakat luas. Tujuan akhirnya ya tentu saja ada perubahan dalam diri setiap bangsa Indonesia. Saya sendiri sempat mendaftar untuk gathering sejenis ini via Komunitas Blogger Lampung. Tapi ternyata acaranya batal. Finally kali ini acara terselenggara dengan baik dan lancar.

Menurut Pak Ma'ruf, bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbuka dan siap menerima apapun dari luar. Termasuk soal ideologi.  Hegemoni dan penetrasi dari luar itu kalau tidak lekas disaring akan merongrong percepatan deideologisasi. Wuih Pak, berat amat bahasanya.

Kembali belajar untuk menjadi Indonesia

Iya, betul juga apa yang dibilang sama Pak Ma'ruf. Rasanya dunia zaman now ini nggak ada batasan untuk apapun. Semua orang bebas melakukan apapun deh. Di sosial media kita bisa lihat cerminannya. Orang saling membully, mencerca, bahkan sampai memboikot sesuatu tanpa alasan yang jelas. Hoax merajalela dimana-mana.

Seharusnya, kata Pak Ma'ruf kita kembali ke ideologi awal yang sudah  dirumuskan oleh para founding father  kita. Ideologi yang luhur. Dan ideologi itu harusnya mengakar mendarah daging sampai perilaku keseharian kita. Jadi ideologi itu sifatnya psikomotorik.

Pak Ma'ruf juga membacakan puisi yang berjudul ‘Masih Indonesiakah Kita?’, puisi yang sarat akan pesan-pesan kebangsaan yang tiap diksinya meaningfull banget.

Masih Indonesiakah kita, setelah sekian banyak jatuh bangun.
Setelah sekian banyak terbentur dan terbentuk.
Masihkah kita meletakkan harapan di atas kekecewaan, persatuan di atas perselisihan.
Musyawarah di atas amanah, kejujuran di atas kepentingan.
Ataukah ke-Indonesiaan kita telah pudar tinggal slogan? Tidak...!!
Karena nilai-nilai itu kita lahirkan kembali,
kita bumikan dan kita bunyikan dalam setiap jiwa dan manusia Indonesia.
Dari Sabang sampai Merauke, kita akan melihat gotong royong dan tolong menolong.
Kesantunan bukan anjuran akan tetapi kebiasaan.


ayolah, kembali kepada ideologi kita. Caranya gimana? Tentunya dengan membangun stabilitas. Stabilitas mulai dibangun dari keluarga sampai nasional.

Ideologi ini adalah modal utk masuk dunia global. Umm... boleh nggak sih kalau saya bilang ini adalah 'imannya bangsa Indonesia'? Jadi harus dibawa kemana-mana, sampai ke dalam tataran pergaulan terkecil.

Kalau Pak Zul, lebih concern kepada aktivitas kita di dunia maya. Netizen zaman now nggak akan pernah bisa lepas dari internet. Fenomena jepret-share, atau bahkan terima-share inilah yang bahaya. Mungkin sudah seharusnya seluruh masyarakat Indonesia juga mendapatkan kuliah Pengantar Komputer dan Software seperti mahasiswa-mahasiswa. Perlu belajar tentang hoax, ujaran kebencian dan lain sebagainya biar mereka nggak gegar teknologi. Saya katakan gegar teknologi karena ya masyarakat kita sebenarnya banyak yang belum siap untuk menggunakan teknologi komunikasi yang sampai semudah ini. Belum paham mereka rambu-rambunya. Ibarat berkendara, mereka adalah abege yang difasilitasi kendaraan bermotor dan belum punya SIM.

Pak Zul menekankan pentingnya peran netizen untuk bisa mengampanyekan 4 pilar MPR yang meliputi Pancasila UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Kenapa harus dikampanyekan? Karena bangsa ini sudah kehilangan ke-Indonesia-annya.

Tugas kita apa? Menjaganya jangan sampai ideologi tadi, konstitusi, NKRI, nilai yang bagus jadi hilang. Ada lima hal yang perlu untuk kita sosialisasikan dan terapkan kedalam kehidupan sehari-hari. Pak Zulkifli menjelaskannya dengan sangat gamblang lengkap dengan contoh real yang sangat dekat dengan kehidupan kita.

Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia mengakui adanya Tuhan yang satu. Apapun agamanya, diakui oleh negara kita. Pancasila yang pertama ini menggambarkan karakter bangsa yang berketuhanan. Artinya, semua tingkah laku manusia harusnya berdasarkan atas ajaran Tuhan. Ajaran Tuhan yang damai, ya. Bukan yang suka bikin gaduh.

Kedua, bangsa yang memanusiakan manusia lain. Sudah seharusnya kita menjunjung tinggi humanism. Bangsa Indonesia masih menjadi bangsa yang inferior. Suka minder dan menganggap bangsa lain lebih hebat. Padahal kita juga hebat, hebat membully di dunia maya, padahal kalau ketemu muka langsung ciut tatapan matanya. Haha. Maaf jadi julid.



Iya, saya juga nggak minder. Belajar dari Pak Zul yang bisa jadi menteri terus jadi Ketua MPR, ya sebagai sesama anak yang besar di Kalianda seharusnya nasib kita juga sama dong ya. Saya juga punya mimpi besar seperti Pak Zul meski bukan bermimpi untuk jadi Ketua MPR. LOL.

Ketiga, suarakan nasionalisme. Persatuan. Tentu beda dengan jaman founding fathers kita dulu yang kepentingan untuk bersatunya untuk mengusir penjajah dari Indonesia. Kalau sekarang kita harus bersatu pada untuk mengusir egosentris masing-masing demi kepentingan negara.

Keempat, kita tidak boleh mengambil keputusan dengan cara yan menimbulkan konflik sosial. Cara musyawarah adalah cara yang baik, jangan marah-marah, sekecil apapun jangan sampai rusuh. Kalau sekarang kebanyakan rapat berujung voting karena nggak ada yang mau bersepakat. Semua mau menang sendiri. Ujung-ujungnya voting berdasar atas mana yang lebih menguntungkan buat ‘gue’.

Kelima, keadilan sosial adalah hak seluruh bangsa Indonesia. Kita tau sekarang ini pembangunan sedang difokuskan untuk upaya pemerataan. Supaya nggak ada lagi gap antara Pulau Jawa dan Sumatera apalagi Papua.

Yap. Itu tadi implementasi Pancasila. Itulah karakter bangsa kita, harus punya moral force yang jadi modal kita masuk ke dunia global. Kejujuran menjadi harga diri dan kehormatan. Nilai-nilai itu yang harus kita lahirkan kembali. Bangun kesadaran warga negara agar taat kepada konstitusi.

Wah, pokoknya materi yang disampaikan Pak Zul dan timnya ini benar-benar bernas dan pas dengan kondisi yang ada. Mengampanyekan kebaikan adalah tugas kita semua. Jangan sampai ada hoax diantara kita langsung disebar tanpa tabayyun terlebih dahulu. Apalagi ujaran kebencian. Tuhan nggak mengajarkan untuk saling benci tapi cinta kasih. Dan agama tak pernah salah, yang salah kaprah adalah oknumnya.


Duh, saya bisa berapi-api. Ayolah, buat kalian follow aja akun yang baik-baik. Orang yang baik-baik. Jangan follow yang bikin rusuh karena otakmu juga bakal keruh. Jadilah netizen bijak, demi keutuhan bangsa kita. Demi masa depan kita.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<