Mencapai Food and Energy Sovereignty di Desa dengan Kemitraan Business to Business

Beberapa bulan terakhir saya melakukan penelitian di sebuah desa. Desa Marga Kaya, namanya. Seperti namanya, desa ini memang kaya. Sangat kaya. Dengan luas hanya sekitar seribuan hektar, di desa ini tercatat setidaknya hampir dua ribu ekor sapi. Sementara menurut Pak Kadesnya, jumlah KK di desanya hanya 900-an. Kebayang kan gimana kompetisi antara sapi dan manusia buat nyari kontrakan disana?


Desa nggak sekedar kaya dengan sapinya karena nyatanya beternak sapi bagi sebagian besar masyarakat Marga Kaya hanyalah aktivitas sampingan. Ketika musim ke sawah, kampung akan lengang karena orang-orang memilih ke sawah.

Kembali lagi ke sapi karena fokus penelitian saya memang tentang sapi. Di Kecamatan dimana desa itu berada, ada setidaknya ada 19 ribuan ekor sapi. Itu data yang tercatat di BPS tahun 2013. Menurut pengakuan Pak Kades lagi, sapinya mungkin lebih dari itu karena mungkin saja ada yang punya sapi 20 ekor, yang dicatat hanya dua. Itu fakta memprihatinkan dari sensus kita, ya.


"Di desa saya ini malah mungkin sapi sama orang banyakan sapinya. Lha wong satu KK yang punya sapi minimal punya dua. Total KK 900, yang punya sapi 90 persennya," papar Pak Kades berapi-api.

Dari 19 ribuan ekor sapi, jika masing-masing buang hajat sebanyak 25 kg/hari, maka hampir ada 500 ton kotoran sapi. Jika dikonversi, ini akan menghasilkan ribuan megawatt energi listrik. Whatta potency kan? Sementara saat ini pemerintah masih kejar-kejaran dengan menyediakan 900kwh untuk setiap rumah dan menargetkan menjadi 1200 di beberapa tahun mendatang. Nah, kalau kita manfaatkan potensi ini, bisa mandiri energi toh? Nggak perlu lagi PLN narik kabel, babat hutan demi akses tiang listrik segede gaban.





Ini baru potensi dari sapi. Belum ayam yang juga banyak. Bahkan manusia itu sendiri.

Sayangnya, potensi ini cuma dibuang begitu saja oleh masyarakatnya. Setiap pagi, mostly peternak membuang kotoran sapi langsung ke ladang. Tanpa pengolahan. Pola seperti ini bakal mengakibatkan banyaknya gulma di lahan dan daun yang tumbuh jadi over fertile. Buahnya kalah. Selain itu juga ya mencemari lingkungan toh?



Alangkah eloknya kalau potensi itu diolah terlebih dahulu. Seperti nembak burung dengan dua peluru. Energi dapat, lingkungan juga sehat. Keuntungan belipat-lipat kan yang didapat?

Apalagi kalau sudah bisa menerapkan pola pengelolaan peternakan terintegrasi. Karena di sana banyaknya tanaman jagung, ya bisa aja integrasi peternakan sapi dengan jagung. Jadi sapi makan bungkil jagung dan daun jagung, terus kotorannya diolah, dapat energi dan dari efluennya dapat sludge yang bisa dipakai untuk pupuk jagung lagi.

Pupuk dari slurry pengolahan biogas ini justru baik sekali. Komponen organik dari kotoran ternak sudah diubah jadi asam-asam organik yang mudah dan aman dicerna oleh tanah dan tanaman. Nah kalau kotoran langsung dibuang begitu saja ke lingkungan, gas methanenya akan lepas begitu saja ke atmosfir dengan sia-sia. Padahal kita tau bahwa methane bertanggungjawab terhadap pemanasan global 23 kali lebih dahsyat daripada karbondioksida yang berkontribusi sebanyak 14% bagi pemanasan global.

Huh, capek ya ngomong berapi-api kalau masalahnya lagi-lagi balik ke modal dan knowledge serta kapasitas masyarakat petani yang memang masih rendah. Jadi belum muncul awareness gitu.

Senin lalu (30/10) saya baca di CNN Indonesia bahwa Bappenas punya program untuk kemitraan dengan petani. Sounds great, ya!

Bappenas menyatakan terus mengembangkan tiga program kemitraan petani yang sedang berjalan. Kata Pak Bambang, Pasalnya, kunci kesuksesan program kemitraan antara petani dengan organisasi atau lembaga lain adalah yang bersifat Bussiness to Bussiness (B2B).

Bappenas punya tiga program. Pertama, kemitraan yang dijalin bersama para pengusaha yang tergabung dalam Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro) demi tujuan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para petani. Dalam polq ini, petani diperkenalkan dengan teknologi dan juga cara bertani yang baik untuk meningkatkan produktivitas mereka, dan juga akses keuangan.

Kedua, terdapat proyek Partnership for Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) yang merupakan kerja sama Indonesia dengan Australia untuk mendekatkan petani dengan pasar. Nah, program yang ini juga bagus banget karena memutus rantai supply chain dan memutus tengkulak. Harga produk bisa jadi lebih murah, atau sama dengan keuntungan maksimal dicapai oleh produsen dan pasar.

Selain itu juga ada program dengan Amerika Serikat yang bertujuan untuk mendekatkan petani dengan pasar ekspor. Fokus pengembangan dalam program kemitraan ini adalah petani vanila yang ada di Papua. Ah, semoga yang diekspor sudah produk akhir yaaa, Pak. Jadi bukan barang mentah lagi yang kita jual, tapi setelah hilirisasi industri.

Saya pikir, ketiga program ini semuanya baik. Tinggal sekarang sosialisasinya, gimana caranya agar masyarakat petani bisa mengakses program-program tersebut.

Desa yang saya ceritakan di atas berjarak nggak sampai 30 menit dari pusat kota Bandar Lampung. Aliran informasi juga harusnya baik. Semoga mereka bisa mendapat akses program dari Bappenas ini untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan dan desa yang mandiri dalam bidang pangan dan energi.  Saya juga berharap untuk bisa melakukan pengabdian di sana karena potensinya memang sangat luar biasa. Food and energy sovereignty bukanlah mimpi kalau semua bisa kerjasama bahu membahu, kan

44 comments

  1. Wah desa Marga Kaya ini betul2 kaya yaa..
    Semoga petani dan peternaknya segera dibina, supaya nggak membuang "sesuatu yg bermanfaat" secara sia-sia karena minimnya pengetahuan :)

    ReplyDelete
  2. Nah lagi2 persoalan energi yang bisa dimanfaatkan... Mudah2qn bisa terealisasikan bair tak sia sia... Biogas ini bisa buat masak juga pernah ada desayl yg dlsudah mandiri lewat adanya biogas ini juga loh.

    ReplyDelete
  3. mudah-mudahan bisa terealisasi ya mbak. ada banyak potensi memang kalau saya baca dari tulisan mbak. tinggal bagaimana menangkap peluang yang ada aja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mengejar mungkin lebih tepatnya yaaaa. Mohon dukungan yaaaa

      Delete
  4. Wah mudah-mudahan bisa segera terealisasi ya rindah. Itu potensi banget buat dikembangkan. Eman2 kalau gak bisa dikelola dengan baik. Lumayan ngirit banget buat masyarakat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Punya Dua ekor sapi aja dapur aman,vapalagi 19 ribu ekor, yakan?

      Delete
  5. asalkan ada niat dan kemauan pasti bisa tuh. Oia, kotoran sapi gitu kan bisa dijadikan biogas mba. lumayan kan kalo bisa membuat biogas jadi ga perlu beli gas lagi deh ya memang prosesnya agak lama sih soalnya pernah waktu SMA buat biogas dari kotoran sapi haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak lama sih, seminggu jg udh jadi. Tapi kan bisa terus2an

      Delete
  6. 2000an sapi.. Kebayang deh. Mungkin ada banyak sapi dimana2 ya karena byk yg punya sapi.. Semoga semua pihak saling bahu membahu sesuai harapan ya

    ReplyDelete
  7. 900 KK, 90% punya sapi minimal 2 ekor. Gak kebayang banyaknya.
    Tapi benar kalau buangan dr sapi perlu diolah hingga tdk jd polusi. Dengan metode dan teknologi kekinian kotoran tsb bisa bermanfaat buat warga itu sendiri. Memang tantangannya berat, karena artinya perubahan perilaku dibutuhkan di sini. Semoga desa tsb dapat mencapainya. Aamiien.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Lumayanlah yaaa ngurangi polusi air, tanah, udara dan pemanasan global

      Delete
  8. Benar-benar menjadi potensi utk membuat biogas itu mba. Kalau di Jogja tepatnya di Bantul saya pernah lihat sendiri gas yang berasal dari proses pengolahan kotoran sapi.. semoga Bappenas terus berkomitmen dengan pekerjaan ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga yaaa mas tooom, iya pengelolaan sampah di bantul juga udah bagus demikian juga kotoran ternak

      Delete
  9. Potensi pemanfaatan menjadi energi baru dari kotoran sapi yang diproses yanf patut didukung. Semoga bisa terlaksana dengan baik oleh Bappenas dan didukung pihak-pihak terkait agar bisa berjalan lancar!

    ReplyDelete
  10. Wuh sapinya kok byk bner satu desa. Aku kebayang ribetnya mereka ngasih makan. Bpakku ada sapi tp karena enggak seberapa jg kotorannya dibuang aja. Mau dibuatin tempat biar jd gas itu modalnya byk. Tp pas dibuang gitu jd pupuk dan skrg kubuat cocok tanam deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah berarti sdh diolah yaaaa. Bagus tuh, lanjutkan!

      Delete
  11. Wah, baru tahu ada daerah yg kaya dg sapi begini. Benar2 kaya seperti namanya, karena kalau dikalkulasikan dg rupiah pasti mencengangkan jumlahnya. Btw, daerah ini bisa juga dikembangkan sbg tujuan wisata khusus sapi ya. Biar kaya di ranch-ranch gitu. Salah satu bentuk pengembangan ekonomi juga itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi ini mah di pemukiman gitu mbak. Makanya concernku baru gimana supaya nggak mencemari libgkungan dg ngasih nilai tambah gitu sih

      Delete
  12. AKu setuju banget nih. Sudah saatnya pembangunan itu di-drive dari perdesaan dan pinggiran. Karena perkotaan pasti akan mengalami efek. Tapi ngga sebaliknya. Jadi perlu banget biar cepat maju negeri ini!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kok aku kayak semacam nemu endurance gitu yaaaa. Thanks bro

      Delete
  13. serius kotoran sapi bisa jadi tenaga listrik? kalau bisa keren banget sih, eh ini di desanya semuanya juragan sapi yah haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa. Renewable energy dr biomass. Haha, iya. Yg g punya sapi katanya warga pendatang aja

      Delete
  14. Ini bisa dijadikan energi terbarukan gak mbak? Energi listrik dari kotoran sapi.

    Kalau saja desa ini dekat dengan Jakarta, pasti tiap Idul Adha sapinya laku terjual hihihi...

    Bagaimana dengan hasil perahan susunya mbak? Bisa mengakomodir kebutuhan susu untuk warga gak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa banget, mbak.

      Kalau di sana mostly adl sapi potong. Jadi yg diambil dagingnya. Tp g menutup kemungkinan besok2 ada sapi perah juga

      Delete
  15. Iya kayaknya selain bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi, kotoran sapi ini kalau di luar negeri sudah jadi bahan pupuk dan diekspor ke mancanegara.

    Semoga usaha ini terus berlanjut dan warga sekitar bisa menikmati manfaatnya juga.

    ReplyDelete
  16. Banyak ya sapi di sana, salut sama warganya. Tapj iya, sayangnya kotorannya enggak dimanfaatkan dengan optimal ya mba, harusnya bisa jadi biogas. Semoga masyarakatnya semakin berinovasi untuk menjadi lebih baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Masyarakat harus dikasih contoh yg g ribet dan menguntungkan

      Delete
  17. Marga Kaya beneran kaya yaaa buanyak bangeeet sapinyaaah 🐄🐄🐄🐮
    keren ya kotoran sapi bisa jadi tenaga listrik.

    ReplyDelete
  18. Keadaan Desa Marga Karya mirip dengan kampung halaman budhe. Banyak beternak sapi. Tapi hasil yang dimanfaatkan susu dan daging saja, belum pada tahap mengolah kotorannya.

    ReplyDelete
  19. Banyaknya sapi
    Luar biasa ni desa
    Tp bener juga tuh kata kadesnya
    Kotoran sapi tentu jg banyak
    Dijadikan pupuk bagus tuh
    Semoga rencana Bappenas terealisasi

    ReplyDelete
  20. Hawuh
    Ini kayak sapi memelihara manusia ya 😁😁 gara2 lebih banyak jumlah keluarga sapinya
    Tapi sapi2 di sana hidup rukun dan gayub kan?


    Mubazir banget yaa, berjuta juta ton tai sapi, tergeletak begitu aja, harusnya ya memang dimanfaatin sih. Salah satunya ya bisa kerjasama dengan bappenas. Kan enak tuh bisa kerja bareng dan bersinergi

    ReplyDelete
  21. The poop power is unlimited! Sayang banget kalau hanya disia2kan begitu ya. Padahal energi untuk menghasilkan makanan mereka sendiri amat banyak.

    ReplyDelete
  22. Sebenarnya indonesia kaya. Tinja sapi bisa jadi energi. Hnya saja aplikatif di lapangan yang suka dimainin. Anggaran dibesarin. Tapi hasil nihil. Upaya pengawasan minim. Padahal energi yg dihasilkan luar biasa. Dan jika ada alternatif oemerintah. Sebelum dijadikan pupuk, feses itu bisa jadi biogas. Nah slude dari biogas itu bisa jadi pupuk. Jadi sebenarnya gak ada yg kebuang. Tapi bisa beberapa tahapan.

    ReplyDelete
  23. Sebenarnya indonesia kaya. Tinja sapi bisa jadi energi. Hnya saja aplikatif di lapangan yang suka dimainin. Anggaran dibesarin. Tapi hasil nihil. Upaya pengawasan minim. Padahal energi yg dihasilkan luar biasa. Dan jika ada alternatif oemerintah. Sebelum dijadikan pupuk, feses itu bisa jadi biogas. Nah slude dari biogas itu bisa jadi pupuk. Jadi sebenarnya gak ada yg kebuang. Tapi bisa beberapa tahapan.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<