Turbin Air, Indikator Desa Mandiri Energi Listrik




Kemarin saya dan kawan-kawan blogger beserta jajaran Pemerintah Kabupaten Lampung Utara main-main ke Kecamatan Abung Pekurun. Disana kami makan bersama di sisi waduk Way Rarem. Air di sana benar-benar menyerupai danau pada umumnya. Nggak pernah nyangka kalau itu adalah waduk buatan. Yang saya ingat dari Way Rarem adalah cerita Ibu sewaktu hamil saya yang nyaris tenggelam sewaktu naik perahu di Way Rarem. Kemarin itu nyaris terjadi pula pada kami yang perahunya bertabrakan.


Kali ini saya nggak pengin cerita tentang Way Rarem. Saya pengin cerita bahwa di sana kami bertemu dengan Pak Camat Hairul Saleh. Camat di Kecamatan Abung Pekurun. Diajaknyalah kami untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata alam di sana. Wisata air terjun.

Air Terjun Podomoro

Air terjun Podomoro, namanya. Air terjun yang tidak terlalu tinggi tapi mempunyai karakteristik yang tenang ini berada di Desa Campang Gijul Kecamatan Abung Pekurun. Air terjun ini terletak di kebun warga, di belakang rumah warga. Nggak heran kalau untuk mencapainya nggak diperlukan tenaga ekstra meski pun jalur menuju kesana baru berupa jalan setapak menuruni kebun kopi. Infrastruktur menuju desa ini sudah baik, tapi alangkah lebih baiknya jika ditambah dan diperbaiki untuk memotong rantai supply chain komoditas dari dan ke desa ini.


Saya membayangkan berada di sana ketika musim bunga kopi dan durian jatuhan. Lalu mancing dan bakar ikan di tepi air terjun sembari mengikat hammock pada batang-batang pohon. Membaca buku ditemani gemericik air terjun. Aduhaiiiii... surga.

Satu hal yang menarik bagi beberapa orang adalah melihat dua buah turbin di dekat air terjun. Ternyata banyak juga yang nggak tau itu apa. Nggak tau apa fungsinya. Mungkin aneh kareena ada rumah di bangun di tengah kebun dengan suara air yang deras.

Well, turbin air bukan hal baru bagi saya. Terlebih setelah menekuni tentang energi baru dan terbarukan. Saya juga sering berurusan dengan turbin air ketika mendampingi masyarakat di dataran tinggi dan pegunungan.

Bagi masyarakat pengelola HKm di Pesisir Barat, turbin air pembangkit listrik bukanlah hal baru. Mereka juga melakukan pelestarian alam demi menjaga debit air. Kalau masyarakat bisa mandiri energi tanpa adanya campur tangan PLN kenapa negara harus risau? Bahkan ketika masyarakat sudah mampu mandiri, negara nggak perlu ribut membelah hutan lindung dengan alasan investasi energi. Negara hanya perlu mendampingi.

Menurut informasi dari Pak Arohmat, Bendahara Desa Campang Gijul, turbin air desanya sudah ada sejak 2007. Masyarakat dengan sukarela dan gotong royong membangun turbin pertama di Dusun I. Turbin ini adalah inisisasi dai seorang warga pendatang yang mengaku paham tentang turbin. Akhirnya warga sepakat untuk mengumpukkan biaya, rata-rata mereka mambayar Rp. 2 juta untuk mewujudkan desa yang terang benderang.

 
Bersama Pak Arohmat

“Setiap tahun turbin kami nambah satu sampai akhirnya dapat bantuan satu unit turbin dari BLH di 2012. Lalu nambah lagi turbin di tahun 2013 dari dana PNPM,” papar Pak Arohmat.

Menurut Bu Lisa, seorang Guru PAUD disana, listrik dari satu turbin bisa dipakai sampai 30 kepala keluarga. Mereka menggunakannya untuk memasak nasi bahkan sampai menyalakan kulkas.

“Kami iuran sebulan Rp. 15.000 untuk biaya perbaikan kalau ada yang rusak. Meski pun sudah ada PLN, kami tetap pakai turbin,” kata Bu Lisa.

Seperti kita tahu, listrik dari PLN sering byar-pet. Apalagi di daerah terpencil, di Lampung pula. Dengan alasan debit air yang kurang, beban yang tinggi dan sebagainya.

Di desa Campang Gijul listrik dari PLN baru masuk sekitar tiga tahun lalu. Untuk itu warga sangat senang. Bahkan ada beberapa warga yang mengabaikan perawatan turbin karena merasa sudah tercukupi kebutuhan energi listriknya.

Prinsip dari pembangkit listrik sederhana yang diterapkan di desa ini kurang lebih sama dengan yang diterapkan di PLTA skala besar pada umumnya. Hanya saja teknologi yang digunakan jauh lebih sederhana.  

Jadi air masuk dari sungai atau air terjun melalui penstock. Di dalam perangkat teknologinya biasanya ada katup yang mengatur aliran air tapi ada juga yang nggak ada. Ini juga yang menyebabkan pasokan listrik dari turbin terkadang naik-turun. Bahasannya ada di bawah.

Bagian dalam rumah turbin

Lalu, energi potensial yang dihasilkan oleh air menggerakkan turbin hingga mengubahnya menjadi energi gerak. Energi gerak ini kemudian dikonversi menjadi energi listrik oleh generator. Energi listrik yang dihasilkan kemudian ditransfer langsung ke rumah-rumah warga. Atau terkadang ada juga yang disesuaikan duu kapasitas dari tegangan dan dayanya baru kemudian disalurkan ke rumah-rumah. 

Nah, besar kecilnya energi listrik yang dihasilkan dipengaruhi oleh dua hal. Besar air yang jatuh dan jumlahnya.

Semakin tinggi air yang jatuh maka energi yang dihasilkan semakin besar. Tinggi air ini berbanding lrus dengan jarak. Maka air yang jatuh lebih banyak akan menghasilkan energi yang lebih banyak pula.

Faktor kedua adalah jumlah air yang jatuh. Semakin banyak air yang jatuh maka tenaga yang dihasilkan untuk memutar turbin juga lebih besar. Maka energi yang dikonversi dari tenaga gerak ini pun akan lebih besar.

Agak sulit menjelaskannya supaya sederhana, ya. Mungkin kawan-kawan yang paham bisa menambahkan.

(Ki-ka) Bang Yandigsa, Pak Camat, Saya

Kembali lagi ke Kecamatan Abung Pekurun  yang  terdiri dari sembilan desa, yaaa. Enam desa di kecamatan ini berada di atas dan tiga desa lainnya berada di bawah. Enam desa di atas inilah yang menggantungkan pasokan listrik dari tahun selama sepuluh tahun terakhir. Enam desa tersebut adalah Desa Campang Gijul, Sumber Tani, Ogan Campang, Ogan Jaya, Sinar Gunung, dan Nyapah Banyu. Tiga desa lainnya yang berada di bawah yakni Desa Pekurun, Pekurun Udik, dan Pekurun Tengah.

Tak heran jika pasokan air di kecamatan ini mampu menyuplai listrik bagi desa-desa di sekitarnya meski baru menggunakan teknologi sederhana. Pasalnya desa ini berbatasan langsung dengan hutan register, hutan lindung. Beberapa kelompok warga di sana bahkan menjadi pengelola HKm. Hutan di Kecamatan ini merupakan catchment area bagi Lampung Utara dan sekitarnya. Bahkan Kecamatan Abung Pekurun juga berbatasan langsung dengan Kecamatan Selagai Lingga di Kabupaten Lampung Tengah yang juga mempunyai potensi hutan yang sangat penting bagi kemaslahatan ekosistem di sekitarnya.


Menurut Pak Camat Hairul Saleh, urusan maintenance turbin sudah diurus murni oleh warga. Jadi memang sudah ada kesadaran untuk saling gotong royong demi kehidupan yang lebih baik. Tinggal warga lebih dedukasi lagi supaya mampu menjaga debit air yang ada dan pemerintah juga turut memberikan daya dukung. Salah satunya dengan tidak membiarkan bercokolnya kapital yang melakukan investasi rakus ruang dan tidak ramah lingkungan dan sosial di sana.

25 comments

  1. Wuih keren cuba semua desa terpencil ada ini pasti mantap. Nggak usah jauh2 banda aceh tempatku tinggal sering sekali mati lampu ,mati listrik coba ada ini nom problem aktivitas berjalan lancar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Diinisiasi aja coba, kakak. Bikin kota mandiri energi 😁

      Delete
  2. turbin ini mirip kincir air kan ?
    masih ingat waktu kecil, kakek sy punya kincir air
    tapi untuk menumbuk padi
    jadi di sana warga gunakan jasa kincir air untuk numbuk padi
    lalu kakek dapat upah beras
    tapi kemudian tergerus kemajuan zaman adanya huller atau mesin penggiling padi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Padahal huller bikin kulit ari beras makin terkikis yaaa. Kalau pakai penumbuk, vit B-nya masih oke

      Delete
  3. sungguh berjasa orang pertama yang paham tentang cara kerja turbin dan mengajak warga mendirikannya hingga terciptalah listrik yang menerangi desa.

    ReplyDelete
  4. Turbin yang kaya manfaat ini adalah sumber daya alami yang mampu membawa kebaikan dan kebermanfaatan luas, terutama untuk warga.
    Seharusnya masyarakat diberi pelatihan dan pengetahuan agar bisa melakukan tindakan yang tepat saat turbin mengalami masalah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau disana ada semacam Bumdes yg menangani ini kak

      Delete
  5. Wah, mandiri sekali ya desa-desa di kecamatan itu. Kekompakan warga juga menjadi faktor penting atas suksesnya program turbin ini. Seandainya daerah-daerah terpencil lainnya di Indonesia bisa seperti ini juga yaa.
    Btw thanks for sharing, Mbak :)

    ReplyDelete
  6. Jika seluruh desa di Indonesia memahami potensi sumber daya yang mereka punya dan dapat mengelolanya dengan baik. Mungkin saja, perekonomian Indonesia akan semakin menarik. Sama dengan waktu saya mengikuti KKN waktu itu di sebuah desa di Kulon Progo. Di sana itu, mereka punya sumber daya alam berupa pasir. Sebenarnya, akan lebih baik jika dari beberapa pihak bisa menggunakan pasir tersebut secara mandiri menjadi sebuah barang atau peralatan yang menarik dan bisa menjadi ciri tersendiri bagi desa tersebut. Hmmm.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang ada pasirnya dikeruk deh nanti sama investor. Masyarakat kebagian banjir air keruhnya

      Delete
  7. Bagus nih desa, bisa jadi contoh untuk yang lain. Kalau semua desa seperti ini tidak ada ceritanya mati lampu ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoi. Nggak ada alasan membelah hutan demi membentang tiang dan kabel pun

      Delete
  8. semoga jadi inspirasi desa lainnya.
    tetapi memang tidak bisa dipungkiri geografis desa berbeda-beda, ada yang punya aliran deras untuk dimanfaatkan, ada juga yang cuman menerima air dari desa lain (sambungan)

    ReplyDelete
  9. Itu turbin air keren bisa menghasilkan listrik. Desa-desa keren di Lampung, harusnya desa di Jawa atau di provinsi lain juga harus ngleiat desa mandiri sebagai contoh nih,

    ReplyDelete
  10. Gagsl fokus sama fotonya pak Camat, meuni gaul gitu. 😂

    Keren ih. Coba tiap desa bisa mandiri gini, enggK tergantung lagi sama PLN. 😍

    ReplyDelete
  11. Wih mantap coba semua desa yang memiliki turbin punya kesadaran tinggi. Bisa mantap ini mah, semua teraliri listrik. Gak kaya sekarang banyak turbin yang rusak

    ReplyDelete
  12. Wah hebaaat, desanya lebih mandiri menghasilkan listrik tanpa bantuan dari PLN. Gerakan cinta lingkungan yang patut dicontoh oleh daerah lainnya.

    Eh, nama air terjunnya mengingat saya pada pengusaha properti hihihi

    ReplyDelete
  13. Keren ta
    Yang keren nggak cuma inisiatornya, melainkan juga masyarakat yang bersedia gotong royong, iuran, dan sadar akan hal baik yang saat itu mungkin belum jelas
    Memiliki masyarakat yang keren semacam itu, adalah salah satu kebanggaan Ibu Pertiwi memilikiny

    ReplyDelete
  14. (Rata2 mereka membayar 2 juta)

    Angka yg enggak kecil loh, untuk sebuah KK di desa. Tapi mereka mau yaa.. Keren!

    ReplyDelete
  15. Bagus banget, walaupun di desa tapi tepo selironya tinggi dan masih mau bekerja sama. Keren. Mungkin nanti bisa pakai tenaga solar, lebih banyak energinya di Indonesia, katanya.

    ReplyDelete
  16. Coba setiap desa di Indonesia yang punya potensi seperti ini bisa memproduksi pasokan listrik minimal untuk desa mereka sendiri ya. Pasti jarang yang namanya ngeluh PLN mati lampu.

    ReplyDelete
  17. Kreatif dan senang sekali melihat semangat gotong royong disana. Udah mulai ada kesadaran untuk memanfaatkan energi dengan baik dan bijak. Semoga hal seperti ini semakin banyak mendapatkan dukungan terlebih lagi dukungan dari pemerintah. :)

    ReplyDelete
  18. Keinget desda mbahku dulu mbak. Iya kalau udah ada turbin otomatis ada listrik masuk. AKu teringat zaman2 peralihan dr lampu teplok ke listrik dulu. Kalau skrng sih udah listrik semua dr PLN, mereka dah punya PTL dari air laut bahkan.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<