Pameran Ekonomi Kreatif Tandai Kebangkitan Industri Ekonomi Kreatif di Lampung





Pekan lalu, usai menghadiri Deklarasi Bebas Buang Air Besar Sembarangan dan Cuci Tangan Pakai Sabun di Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu (18/5) saya langsung meluncur ke Mall Boemi Kedaton. Di sana sedang digelar Temu Insan Kreatif Lampung pada 17-19 Mei 2017. Dan hari itu merupakan acara pembukaan yang dihadiri oleh beberapa pejabat dan ditandai dengan peluncuran buku tentang ekonomi kreatif.



Acara dibuka dengan penampilan tarian dari adik-adik dari sanggar. Mereka menampilkan sebuah cerita tentang aktivitas masyarakat yang mengambil air di sungai dengan menggunakan kulit buah maja. I was so excited malam itu karena biasanya acara-acara semacam ini default tarian yang ditampilkan adalah Tari SIgeh Pengunten atau Bedana. Tapi kali ini berbeda. Penampilan adik-adik dari Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung juga membawakan alunan music tradisional dengan sangat apik.



Mewakili Gubernur Lampung M. Rdho Ficardo, Staf Ahli Bidang Ekubang Choiria Pandarit mengungkapkan kebanggaannya kepada para pelaku bisnis di bidang ekonomi kreatif di Lampung. Pemerintah juga berjanji untuk nggak berhenti memberikan support sampai di sini aja. Seperti diketahui pemerintah terus melakukan upaya-upaya promosi baik wisata maupun ekonomi selama beberapa tahun terakhir.

Turut hadir dalam kesempatan itu, Bupati Pesawaran Dendi Romadona yang sangat appreciate dengan ide Gubernur Lampung untuk menggelar kegiatan ini. Sesuai dengan perkembangan masyarakat, tentunya bidang ekonomi kreatif di Lampung juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Bisnis kuliner, fashion, semuanya memosisikan disi sebagai pilah pendukung kebangkitan perekonomian di Lampung. Melalui gelaran ini harapannya akan lebih banyak lagi orang yang menghargai adat dan budaya Lampung.

Foto: Yopie Pangkey


Acara dilanjutkan dengan peluncuran buku yang bertajuk “Kiprah Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya di Lampung”. Ditulis oleh Retnoningayu Janji Utami dan Faiza Ukhti Annisa, buku itu berisi 30 profil perjuangan para penggiat ekonomi kreatif di Lampung. Dalam kesempatan itu Udo Z. Karzi selaku editor menerima buku tersebut dari Dinas Pariwisata dan Bupati Pesawaran.

Produk-produk yang unik dan penuh inovasi

Tanpa sengaja saya berkenalan dengan Bu Winarni dari Sungai Langka. Beliau adalah Ketua PKK sekaligus istri Kepala Desa Sungai Langka, Pesawaran. Bu Winarni cerita kalau usaha teman-temannya ada di dalam buku yang sedang dia pegang. Yang unik dari cerita Bu Winarni adalah tentang kopi dari biji salak. Ada juga the dari kulit salak. Kandungan nutrisi dari produk-produknya sudah diuji di laboratorium salah satu kampus negeri di Lampung. Konon produknya kaya antioksidan karena tidak melalui proses pemanasan berlebih.


Setelah saya datang ke stannya, ternyata di sana ada banyak sekali produk. Ada aneka keripik, kue, kerajinan tapis, bumbu pecel sampai bawang merah organik. Ini merupakan gabungan dari berbagai pelaku usaha di Sungai Langka. Katanya para penjual keripik nangka dan salak di Bandar Lampung membeli keripik dari sana.

Para pelaku usaha kreatif lainnya yang tercantum kisahnya di buku yang dilaunching malam itu ternyata kebanyakan adalah langganan saya. Ada Keiko Bahabia, perintis usaha kedai kopi di Lampung yang masih setia dengan kopi manual brew, penganan tradisional dan tentunya tanpa wifi. Kopi memang komoditas social, jadi sudah betul bahwa dengan minum kopi di kedai manusia jangan lantas anti sosial.

Berikutnya adalah Icals Craft yang menyajikan berbagai produk kerajinan tapis, kain tenun dan aplikasinya pada clutch, tote bag hingga kalung, semuanya handmade dan dikerjakan sendiri oleh para pelaku usahanya. Beberapa kali sebenarnya saya sempat melihat Icals Craft tapi baru bias memiliki produknya sekarang ini. Bahagiyaaaaa dong pastinya. Dua produk yang nggak pernah gagal menarik perhatian saya, tote bag dan kalung. Semuanya berwarna merah dengan aksen tapis yang mewah. Syukak.


Ada lagi Saung Cer'mind yang produknya unik-unik dan saya udah langganan dari lama. Saya punya kalung dengan liontin terbuat dari kayu dan digambar dengan menggunakan tulang sebagai tintanya. Sampai sekarang kalung itu masih jadi kalung kesayangan. Kata si Abangnya, jarang ada yang bias menghargai produknya. Kebanyakan memang karena kurang paham seni dan menganggap karyanya sangat biasa. Saya paham itu sih. Apalagi di Lampung, saya juga masih jarang melihat apalagi sampai berkenalan dengan orang-orang unik sampai aneh yang memakai aksesoris dari kayu apalagi tulang. Saya juga punya beberapa buah gelang yang saya beli dari sana. Berbelanja di sana mengingatkan saya dengan Jl Prawirotaman, Yogyakarta. Di Prawirotaman,  ada beberapa toko yang menjual barang-barang unik. Nggak heran, pembelinya biasanya turis mancanegara.

Ada lagi Srikandi Batik yang menyajikan produk berupa batik tulis dengan aksen khas Lampung. Saya sempat belajar membatik di sana. Cukup dengan membayar Rp. 10.000 pengunjung sudah bisa belajar membatik sekaligus membawa pulang hasilnya yang sudah diberi warna. Kata Bu Mus, salah satu pembatik di sana, pembatik tulis di Lmapung ada sekitar 33 pelaku usaha yang beberapa waktu lalu sudah di sertifikasi. Menurut pengakuan Bu Mus, masyarakat masih belum bisa menghargai batik tulis Lampung. Mereka belum bisa membedakan antara batik tulis dengan batik cap. Jadi masih menganggap batik tulis sangat mahal. Padahal itu semua sebanding dengan usaha dalam membuatnya dan prestise yang akan diterima oleh konsumennya.

Foto: Rangga Aradea
Selain itu ada juga CiprutCraft yang saya tahu dulu berawal dari berjualan dengan cara online dan open car setiap hari minggu di PKOR. Sekarang Ciprut sudah semakin maju dan dikenal luas. Saya baru punya satu plushie dari Ciprut. Namanya Sumadi yang usianya sekitar empat tahunan.

Ada juga beberapa pelaku usaha lain yang membuka stan di sana, antara lain Galeri Ukir Lampung, Llama Craft, Fosil Kayu, BunC Craft, Pinang Jaya, Aris Tapis, Tapis Lampung Raswan Tapis, Ila Collection Brand Batik, Batik Yogya Mukidi, Zhafira Collection, Ines The Hijab, Chris Collection Batik, Melia Butik Hijab Syari, ANS Jaya Kerajinan Kayu, Saung Khansya  Batik, Haigand Tas Handmade, Marry Fashion Tas dan Sepatu, dan Rara Collection Brand Batik.

Setelah launching buku, acara dilanjutkan dengan fashion show tapis. Baru kali ini saya melihat tapis yang benar-benar match dipadupadankan dengan bahan lainnya. Pakaian jadi lebih elegan tapi nggak terlalu mencolok mata seperti kebanyakan. Fashion show itu membawakan produk-produk dari Aris Collection yang ternyata memang sudah meraih prestasi luar biasa bahkan sudah dibawa ke kancah internasional. Saya penginlah satuuuuuuuu gaunnya. KRAIIIIII.

Salah satu koleksi Aris Tapis (Foto: Yopie Pangkey)

Saya jadi ingat salah satu pegawai dari usaha tapis kenamaan di Lampung pernah menghina produk yang saya pakai. Dia bilang tapis yang saya pakai murahan, kebetulan waktu itu saya memakai salah satu produk dengan aplikasi tapis. Padahal saya belum menawar produk yang dia tawarkan. Dia malah nyerocos bahwa ada lagi yang murahan tapi ya jarang dia jual, seolah saya nggak mampu beli produk dia dan produknya nggak level dengan orang seperti saya.

Saya akui, produk mereka memang sangat glamor. Tapi akan lebih baik lagi jika kearifan local tersebut diperkenalkan kepada anak muda sesuai dengan minatnya. Terlepas dari tenun yang diaplikasikan ke produk-produk fashion lain murahan atau enggak, itu jadi hak konsumennya. Jadi berkompetisilah dengan baik dan saya justru lebih menghargai mereka yang penuh kreatifitas daripada yang menutup mata dari kemajuan zaman dan menjelek-jelekkan kompetitornya.

Bersama salah satu foto karya pewarta foto Lampung

Kegiatan ini jadi semakin meriah karena para pelaku usaha memberikan diskon dan informasi yang lengkap tentang produknya kepada pengunjung. Apalagi Pewarta Foto Indonesia (PFI) juga menggelar pameran yang memajang 20 foto dengan latar belakang budaya Lampung tepat di tengah-tengah venue. Strategis banget tempatnya. Stan PFI merupakan salah satu stan yang paling ramai dikunjungi karena selain menyajikan foto-foto yang unik, mereka juga menggelar lomba selfie. Saya ikut selfie, tapi belum menang. Huhu. Cedi. Gelaran ini merupakan event pertama PFI Lampung dalam masa kepengurusan baru mereka setelah KAk Perdiansyah lengser dan sekarang digantikan oleh Ikhsan Dwi Nur Satrio sejak Sabtu, (13/5).

Kegiatan semacam ini adalah salah satu upaya pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam memetakan dan mengembangkan potensi Ekonomi kreatif , serta merupakan upaya dalam mempromosikan produk-produk industri kreatif provinsi Lampung. Jadi mereka dikumpulkan dalam satu wadah kegiatan temu insan kreatif, profilnya diulas dalam satu buku… wah I can’t say more deh, ini adalah ide yang keren. Dan mall adalah tempat yang digandurungi dan siapapun bisa datang kesana. Promosinya jadi lebih kena deh. Semoga aja setelah ini akan lebih banyak lagi orang yang bisa menghargai produk-produk local yang kreatif dan inovatif. 

Bersama Uni Fifi dan Mbak Rahma (foto: Yopie Pangkey)

12 comments

  1. Acaranya emang keren banget, semoga rutin ya, biar kita bisa mengenal banyak produk kreatif di Lampung

    ReplyDelete
  2. Jadi pengen ke Lampung, panggil aku tho Rinda :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mak iruuuuulll ayooo sini banyak tempat wisata kece

      Delete
  3. Wah aku kok nggak tau ada beginian 😂

    ReplyDelete
  4. Semoga bisa kesampaian smpi Lampung, nengokin Rinda yaaa..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, dinanti manda sayaaaang 😘😘😘

      Delete
  5. Ada mba Mandaaa ke Lampuung...
    Ikuuutt....numpang tenar sama bloher kecee...trus kenalan sama mba rinda.

    Salam kenal.
    Dan liputannya luarbiasa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo mbak Lendy! Salam kenal juga! Ayoooo sini ke Lampung 😘😘😘

      Delete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<