Dari Pringsewu, Menuju Indonesia Bebas BABS 2019



Foto: Ardi


Sebanyak 72 juta masyarakat Indonesia belum memiliki akses air minum bersih dan 96 juta orang belum mempunyai akses sanitasi yang layak. Urusan jamban bukan sekedar pemilihan model leher angsa duduk atau jongkok. Lebih dari itu masyarakat masih harus dievaluasi lebih jauh lagi terkait penyediaan jamban sehat bagi keberlanjutan kehidupan mereka yang lebih sehat pula. Ada yang memang sudah punya jamban, tapijaraknya hanya semeter dari sumber air. Tidak jarang ada juga yang tidak menyediakan septik tank tapi justru dibuang langsung ke kolam atau sungai. Ada juga yang punya septic tank tapi terbuka. Hal ini membuktikan bahwa konsep jamban sehat belum benar-benar diterima oleh masyarakat.
Baca juga: Mengatasi Ketimpangan Sosial dengan Kebijakan Ekonomi Berkeadilan

Sebuah fakta mencengangkan terungkap pada kegiatan “Orientasi Media dan Blogger terkait sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)” yang digelar di Hotel Inna Eight Selasa, (16/5). Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah India dalam hal Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Provinsi Lampung merupakan salah satunya. Perilaku BABS bukan hanya berhubungan dengan kesehatan dan pencemaran lingkungan tapi juga keselamatan. Hal ini terbukti dengan adanya kasus balita yang tewas mengambang di salah satu jamban terbuka berukuran sekitaran satu meter di Ambarawa, Kabupaten Pringsewu.

Nyatanya saya dan teman-teman melihat sendiri bukti bahwa toileting atau menggunakan jamban untuk BAB adalah bagian dari culture, local content. Jamban bukan melulu soal kesejahteraan masyarakat. Bukan berarti masyarakat pengguna WC cemplung berarti masyarakat miskin. Hal ini kami saksikan langsung di Pekon Bumiayu Kabupaten Pringsewu bahwa  di sebuah rumah yang megah, besar berlantai keramik dan sebagian keramik justru tetap memilih menggunakan WC cemplung di atas kolam dengan ukuran kurang dari dua meter persegi. Wc tersebut berjarak sekitar delapan meter dari rumah dan letak rumah tersebut sekiranya 50 meter dari Kantor Kepala Pekon (desa). Miris.

Pringsewu sebagai Percontohan Daerah Bebas BABS

Data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015 menunjukkan bahwa 40,3% penduduk Provinsi Lampung masih berperilaku BABS. Sementara Data Dinas Kesehatan Pringsewu tahun 2015, 30% Masyarakat kabupaten Pringsewu masih berperilaku BABS.Penyakit yang berbasis lingkungan seperti ISPA, diare, cacingan, Polio, DBD masih menduduki 5 besar angka kejadian penyakit di kabupaten Pringsewu.

Awal bulan lalu sempat datang perwakilan dari delapan negara guna mempelajari kesuksesan Kabupaten Pringsewu dalam mengatasi masalah BABS. Perwakilan degara tersebut Kamboja, Nepal, Bhutan, Kenya, Zambia, Rwanda, Ethiopia, dan lndonesia. Di sana, program STBM didukung dengan Peraturan Bupati Pringsewu No.37/2016 tentang Percepatan pencapaian akses universal sanitasi  Kabupaten Pringsewu.

Saat ini 22 Pekon yang terdiri atas 12. 488 KK di Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu telah dinyatakan terbebas dari perilaku BABS. Karena itu, masyarakat dan jajaran aparat Kecamatan Pagelaran bersama Bupati Pringsewu mengadakan Deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) pada tanggal 18 Mei 2017 bertempat di lapangan Gemah Ripah, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu. Tujuan diadakannya deklarasi desa SBS/ODF adalah untuk memberikan apresiasi dan pengakuan atas usaha masyarakat kecamatan Pagelaran yang telah berhasil membuat kecamatan ODF dan agar dapat terus menjaga wilayahnya tetap SBS/ODF dan mengajak masyarakat untuk melanjutkan melakukan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakat Pringsewu dengan kerjakerasnya bangkit dari perilaku tak sehat. Dengan adanya jihad sanitasi dan Paguyuban Jamban Sewu, mereka telah mampu membnagun jamban secara swadaya dengan dikelola oleh BUMDes. Kemandirian seperti ini memang sangat layak diapresiasi karena perubahan perilaku yang datang atas kesadaran sendiri akan berdampak lebih nyata dan berkelanjutan.

Jamban Sehat Bagi Difabel dan Lansia

Bukan hanya jamban sehat bagi masyarakat normal saja yang dibangun oleh Paguyuban Jamban Sewu. Mereka juga membangun jamban bagi orang yang berkebutuhan khusus. Penyandang disabilitas, membutuhkan tools, yang mungkin tidak dibutuhkan oleh mereka yang kondisi fisiknya normal-normal saja sehingga butuh jamban berbeda bagi kaum difabel dan lansia.

Bertemu Mbah Kadis (Foto: Hermawan)

Kami sempat mengunjungi salah satu warga yang mendapatkan bantuan jamban sehat dari Paguyuban Jamban Sewu. Namanya Mbah Kadis. Pria berusia 70 tahun ini hidup sebatang kara di atas tanah pinjaman dari Pak Kadus. Dia tinggal di Dusun II Pekon Candiretno Kecamatan Pagelaran. Sejak sepuluh tahun silam kaki kirinya diamputasi karena menderita penyakit gatal. Sejak saat itu dia berperilaku BABS. Dia terbiasa membuang kotoran dimana saja bahkan di dalam kantong kresek yang kemudian dia buang ke sungai di samping rumahnya.

Dia melalui Kementerian Sosial dibangunkan rumah seluas kurang lebih 4x5m2 lengkap beserta dapur dan jamban. Mbah Kadis mendapatkan supply air bersih dan listrik dari tetangganya. Untuk urusan makan pun biasanya MbaH Kadis mendapatkan kiriman dari para tetangga. Meski demikian dia tidak tinggal diam. Dia mencari uang dengan membuat layang-layang yang dijual Rp. 5000 hingga menganyam bilah bambu menjadi kursi. Hidup seorang diri di desa yang ramah sosial mungkin tak terlalu sulit bagi Mbah Kadis. Namun bagaimana dengan penyediaan fasilitas bagi para difabel di perkotaan atau di tempat umum?

Ketentuan mengenai jamban yang ramah bagi penyandang disabilitas, diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Peraturan ini memberikan acuan secara teknis perencanaan dan pelaksanaan serta pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan yang aksesibel bagi semua, termasuk penyandang cacat dan lansia. Sudah seharusnya jika fasilitas bagi kaum difabel dibangun dan dirawat sebagaimana seharusnya.

Target Bappenas 100 Persen Bebas BABS

Pada 2018, Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 - 6,1 persen. Untuk mendorong pencapaian target tersebut, pemerintah berupaya untuk berinvestasi secara selektif dan memfasilitasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Enam sektor utama yang memiliki sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan adalah industri pengolahan (terutama nonmigas), informasi dan komunikasi, pertanian, konstruksi, jasa keuangan, dan perdagangan. 

Sementara itu, tiga sektor prioritas yang akan ditingkatkan perannya terhadap pertumbuhan dan penciptaan lapangan pekerjaan adalah industri pengolahan, pariwisata, dan pertanian. Konsumsi dan investasi juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dengan kebutuhan investasi sebesar 5.191,5 - 5.293,7 triliun rupiah. Pemerintah pusat juga memastikan pentingnya kontribusi daerah untuk mendorong pertubuhan ekonomi. Namun bagaimana mencapai target tersebut jika dalam hal sanitasi saja masih sangat buruk di negeri ini? Mengunggulkan sektor pariwisati, sibuk promosi dengan dana milyaran tapi kalau ada turis datang tidak ada fasilitas BAB yang layak dan sehat. Bagaimana mau maju dalam hal pengolahan pangan jika masyarakat belum paham kualitas pangan dan kesehatan dalam konteks STBM?

Jamban sehat bagi Difabel (Foto: Hermawan)


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan telah merancang target, agar kebutuhan infrastruktur dasar seperti sanitasi dan listrik dapat terpenuhi pada 2019 mendatang. salah satu bentuk program perlindungan sosial yang akan dilakukan pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi adalah dengan membangun infrastruktur dasar. pembangunan infrastruktur dasar ini sudah termasuk ke dalam program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang telah disiapkan pemerintah. Armida mengatakan, total anggaran yang diusulkan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dasar ini adalah Rp6 triliun. Hal itu meliputi air bersih, sanitasi, rasio elektrifikasi, dan lainnya.

Bappenas tidak bekerja sendiri, melainkan dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk merealisasikan program pembangunan infrastruktur dasar ini. Armida pun mengatakan, agar program ini bisa cepat terealisasi, maka masing masing kementerian harus segera mengisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Target akses universal 100 persen akses air minum, 0 persen pemukiman kumah, dan 100 persen akses sanitasi.  Seperti saya kutip dari Republika.co.id bahwa proyek sanitasi meliputi Denpasar Sewerage, pembangunan infrastruktur air limbah di Solo, Pekan Baru, dan Makasar. Jadi perlu komitmen pemerintah daerah juga dalam pembangunan air minum dan sanitasi.

Demi menyukseskan semua program pelayanan dasar, dibutuhkan banyak sumber pendanaan. Tak hanya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), melainkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), swasta, Bank Usaha Milik Negara (BUMN), dan Private Public Partnership (PPP). Berdasarkan tingkat kinerja infrastruktur yang diperlukan untuk mencapai posisi negara berpendapatan menengah pada 2025, maka kebutuhan investasi infrastruktur pada 2015-2019 mencapai Rp 4.796,2 triliun. Diharapkan pendanaan tersebut bisa didapat dari BUMN 22,2 persen, yakni Rp 1.066,2 triliun, lalu APBN serta APBD 41,3 persen yaitu sebanyak Rp 1.978,6 triliun, dan partisipasi swasta 36,5 persen jumlahnya sebesar Rp 1.751,5 triliun.

Dikutip dari finansial.bisnis.com, capaian akses air minum di Indonesia baru mencapai 70,97% dan sanitasi 62,16% pada 2015. Semoga saja di 2017 ini sudah ada peningkatan dan di 2018 bisa 100 bebas BABS. Jadi nggak perlu nunggu sampai 2019 seperti target pemerintah. Dan masyarakat kalau bisa secara swadaya memperbaiki fasilitas sanitasi yang juga kenapa tidak? Tak usah menunggu giliran disentuh oleh APBD atau APBN selama kita masih bisa mandiri. Toh membangun jamban sehat ternyata tidak mahal kok. Belajar saja dari Kabupaten Pringsewu.

47 comments

  1. Programnya keren, Semoga makin banyak kurang mampu dan difabel terbantu

    ReplyDelete
  2. anjrit salah fokus liat toilet jongkok segede gaban.. buat raksasa itu ya

    ReplyDelete
  3. Aku tercengan bacanya, Mbak. Hmm Indonesia menjadi negara terbesar kedua dalam hal BABS. Ditengah perkembangan teknologi yang seperti sekarang ini tapi justru hal penting masalah buang air masih terlupakan di daerah-daerah. Semoga lewat program ini, masyarakat akan lebih peduli lagi ya. Penting buat kesehatan juga kan.

    ReplyDelete
  4. Di sekitar kecamatnku juga masih ada yang BABS mbk, emang tempat tinggal deket sama sungai besar yang airnya kadang banjir pas musim hujan. Miris sebenere, tapi, jika bukan tanpa kesadaran sendiri2 dan disadarkan akan kebiasaan itu, mungkin akan sulit. Lagipula bagus juga sih program pemerintah, supaya masyarakat juga bisa terhindar dari berbagai macam penyakit,..
    TFS mbak ^_^

    ReplyDelete
  5. di desa saya anak-anak tidak jarang suka BABS daripada di jamban. nggak cuci tangan lagi!

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  7. Disini pun banyak yang BABS kebanyakan di sungai-sungai sih. Padahal juga termasuk kota meskipun kota kecil Tapi entah mengapa kesadaran masyarakatnya masih rendah...

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  9. Wah keren, semoga bisa segera terwujud ya. Kerjasama masyarakat dan pemerintah penting banget nich

    ReplyDelete
  10. BABS ini emang PR bagi Indonesia. Di kampung2 di Flores ini masih banyak yang BABS..
    Keren programnya semoga sanpe ke Floress jugaa

    ReplyDelete
  11. Iya betul nih, semacam aturan memakai helm bagi pengendara motor, pembikinan jamban di tiap keluarga terkadang dianggap remeh. Seperti hal yg terjadi di rumah saya pun begitu, belum tersedianya jamban itu karena alasan "toh ada sungai dan kolam ikan" jadi seolah2 urusan jamban itu bisa dinomorduakan. Padahal soal jamban itu merupakan salah satu unsur terciptanya sanitasi lingkungan yg bersih, serta mampu mencegah tersebarnya bakteri e-coli ke Sumber air bersih, dan mencegah wabah kolera dan diare..

    Seharusnya sedari Dini, anjuran tiap keluarga memiliki jamban sudah disosialisasikan di tiap desa melalui posyandu maupun lembaga2 desa yg lainnya

    ReplyDelete
  12. Wah bagus juga nih programnya. Di medan juga masih banyak kampung yang belum pada punya jamban mba.. jadi kalau bab ya ke sungai hehe..

    Awalnya saya kira peingsewu ini nama rumah makan loh hehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi ingat waktu makan2 di restoran Pringsewu. Jadi makin kangen blogers jogjes 😋😋

      Delete
  13. Jadi ingat awal aku nikah KR kampung suami, susah cari kamar mandi gang bersih, huhu.... Sekarang udah mulai banyak. Semoga kerjasama ini terus berjalan ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus waktu itu mbak naqi ee dimana? #dibahas

      Delete
  14. aku malah ngeliatin protupe jamban raksasa itu kira kira yang menggunakan sebesar apa dan kira kira yang dikeluarkan segeda apa. upssss.... maaf aku salah fokus hihihihihi

    ReplyDelete
  15. Program sederhana,namun sangat bagus dan sesuai kebutuhan masyarakat sekitar. Semoga target suksesnya program ini bisa tercapai dengan kerjasama pemerintah dan masyarakat!

    ReplyDelete
  16. waw ini patut diacungi jempol programnya!
    smg bs tergerak sampai ke daerah lainnya ya.

    WC buat difabel dan lansia jarang ada lho, salut!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, di RS aja toilet buat org sakit kadang nggak mumpuni

      Delete
  17. Kaget juga Indonesia peringkat kedua BABS di dunia. Tapi, bahkan di kota besar seperti Bandung, di pinggiran, kita masih mungkin ngeliat perilaku begini.

    Dan untuk jamban difabel, em, bahkan daerah modern pun masih banyak yang ga peduli

    ReplyDelete
  18. Saluy buat Pringsewu bisa jadi contoh daerah lain agar lebih mengutamakan lagi maslah kesehatan salahsatunya dgn cara membuat jamban, krna salah satu faktor datangnya penyakit. Semoga daerah lain bisa terinspirasi juga

    ReplyDelete
  19. kalo ngebahas tentang BABs, aku jadi ingat kampungku mbak. di rumahku di kampung itu ada irigasi kecil yang airnya ngalir desar karena berasal dari sungai. nah disitu ada jamban. tapi alhamdulillah sekarang udah ga ada lagi tapi di sepanjang aliran irigasi itu, ada puluhan jamban yang didirikan warga. mereka ogah bab di toilet yang sesuai dengan sanitasi

    ReplyDelete
  20. Amazing yaa...
    Kita hidup di kota yang serba canggih dan modern.

    Tapi di daerah yang masih belum terjamah teknologi, kehidupannya pun masih sangat sederhana dan bahkan kurang pengetahuan mengenai sanitasi.

    Subhanallah.
    Semoga gerakan-gerakan ini bisa menyebar hingga pelosok negeri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, bahkan yg sederhana semudah cuci tangan pakai sabun pun sulit

      Delete
  21. Pasti sangat sulit ya menggerakan kegiatan tersebut. Tp saya doakan semoga berhasil menjalankan program kerja sama dan masuk ke pelosok dewa untuk melakukan program tersebut

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dewa sesembahan di pelosok gitu? Wkwkwkwkwk typo

      Delete
  22. Ya Allah baru tahu ternyata BABS di Indonesia masih sebesar ini. Itu yang jamban cemplung di kolam itu ada ikannya? Tetiba jadi bayangin yang nggak2 :(

    ReplyDelete
  23. Suka banget sama program2 seperti ini. Semoga segera menyebar ke desa-desa lain di seluruh Indonesia. Karena kesehatan suatu bangsa ditentukan juga oleh pola hidup bersih warganya.

    ReplyDelete
  24. Semoga Program strategis ini bisa terealisaikan, demi Kesehatan dan masa depan Rakyat.
    Indonesia Bebas BABS 2019

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<