Wisata Bukit Tinggi yang Memanjakan Mata



Perjalanan wisata khusus pada 18 Maret lalu ini diawali dengan insiden telat bangun dan hanya punya waktu tujuh menit untuk bersiap-siap. Pasalnya saya dan Anita, room mate saya di Hotel Ibis Bandara lumayan menyepelekan waktu. Saya sih alasannya karena kecapekan dan telat makan di hari sebelumnya. Tapi who cares-lah yaaa. Beruntungnya kami nggak ketinggalan pesawat karena shuttle bus berangkat dari hotel jam 04.15 WIB sedangkan kami terjadwal terbang dua jam kemudian.
Tidak seperti harapan, pagi-pagi saya nggak sempat sarapan di hotel atau di bandara. Alhasil saya mengandalkan menu sarapan di pesawat Garuda yang ternyata baru datang jam tujuh berikut dengan menu (hanya) omelet. Duh saya pagi-pagi mah mana cukup kalau hanya makan omelet? Pagi-pagi adalah waktunya saya makan berat. karbo, protein, serat, mineral semua makanan termasuk buah dan susu harus saya lahap pagi-pagi. But thank God, masih untung dapat makan. LOL.


Tiba di Bandara Minangkabau pukul delapan pagi, kami langsung foto-foto di depan backdrop ucapan selamat datang. Setelah itu kami meluncur ke bus jemputan yang ternyata sudah terisi peserta lain dari luar Sumatera Barat. Uni Kaka, sang guide menyuruh kami ganti dan memakai kaos polo berwarna merah. Ini adalah kaos kebesaran dalam arti yang sebenarnya. Ukuran XL gitu loh.


Di Guide oleh Ni Kaka dan Da Arya, lokasi pertama yang kami tuju adalah Rumah Makan Ajo Puncak Kiambang dengan menu spesial soto padang dan kupat sayur. Karena saya pikir cocok sekali dalam perjalanan makan yang hangat-hangat, saya pesanlah soto padang. Rasanya biasa aja seperti kebanyakan soto tanpa minyak dan kunyit yang terlalu banyak. Segar. Namun yang berbeda dari soto padang ini adalah daging yang digunakan. Daging sapi yang ttelah direbus kemudian digeprek mirip dendeng baru digoreng garing. Susah menyisihkan dagingnya karena saya nggak suka.

Perjalanan berlanjut ke Bukit Tinggi yang ditempuh selama kurang lebih dua jam. Sepanjang perjalanan, mata saya nggak berhenti mengagumi pemandangan alam yang disuguhkan. Hamparan sawah hijau, berganti gunung, kemudian hutan, sungai, rel-rel kereta api tua, hingga air terjun di sisi kiri jalan. Air terjun ini tampiasnya sampai ke jalan. Cantik dan eksotis. Pemandangan yang hijau seperti inilah salah satu alasan kenapa selalu ingin kembali ke Sumatera Barat. Pemandangan bukit, gunung, hutan, rumah-rumah gadang beratap  seng seperti ini belum pernah saya temui di lokasi lain. Artinya masyarakat Minang di sini sangat menjunjung kearifan lokal setempat.

Sampai di Lembah Anai, kami disuguhi pemandangan kolam-kolam pemandian buatan yang digunakan sebagai sarana rekreasi warga. Pemandian ini menggunakan air pegunungan, bukan air yang mengandung kaporit. LOL. Syeger dan dingin pastinya. Mulai dari Lembah Anai inilah saya sudah bisa melihat banyak toko oleh-oleh, khususnya keripik sanjay. Saya mah inginnya bebek sinjay yang super seuhah supaya badan kembali fit dan segar. Bebek sinjay? Ke Madura aja sonoh!

Kami melewati Kabupaten Padang Panjang yang merupakan tanah kelahiran Sutan Syahrir. Wilayah ini disebut sebagai Serambi Mekah. Uniknya, kata Uni Kaka, setiap lelaki dewasa yang nggak melaksanakan sholat jumat akan langsung diciduk oleh Pol PP.

Di Kabupaten ini pula terdapat Rumah Puisi Taufik Ismail dan cottage yang terletak di sisi kiri jalan. Dengan view Gunung Singgalang di kiri jalan dan Gunung Marapi di kanan jalan. Sumvah deh indah banget meski tertutup kabut. Tapi kami nggak mampir, cuma bisa liat ujung atapnya aja. Nggak apa-apa cukup liat atapnya, adek udah seneng kok, Bang. Kami juga nggak mampir ke Sate Mak Syukur, sate paling terkenal di sana. Duh, itu kan makanan paporit akuuuhhhh! Cuma bisa nelen ludah ajah -______- #glek

Kami mulai sampai di Kota Bukit Tinggi yang ditandai dengan kemacetan jalanan yang membuat bus kami merayap perlahan. Konon kemacetan ini dipicu karena adanya hari balai, atau hari pasaran. Dan jumat adalah hari balainya Pasar Luar.

Saya perhatikan di jalanan, masih banyak angkot. Berarti masyarakat Kota Bukit Tinggi suka pakai sarana transportasi umum dong yaaaa. Bahagianyaaaaa. Saya juga cuma liat beberapa dealer kendaraan, nggak kayak di kota saya atau kota anu dan kota itu. Dealer dimana-mana. #sigh


Kami tiba di kawasan Jam Gadang tepat sebelum waktu sholat jumat. Jadi sembari menunggu para pria-pria itu sholat jumat, kami bisa belanja-belanja. Di Pasar Ateh atau Pasar Lereng ini banyak banget toko oleh-oleh. Harganya juga murah. Kalau saya pikir mirip dikitlah dengan Bringharjo dalam versi super tradisionalnya. Apalagi ditambah aroma pesing dari pipis kuda, duh komplit mirip banget sama Malioboro.


Saya sendiri bingung dan merasa nggak ingin beli oleh-oleh di sana. Saya mah sukanya kaos dengan quote-quote bahasa Minang gitu. Kayak yang saya beli di Cristine Hakim dulu. Kaosnya masih awet sampai sekarang meski sering banget dipakai. Akhirnya saya cuma ngekor kawan-kawan yang belanja hingga saya cuma beli tempelan kulkas dan berharap sebelum terbang pulang kami bisa mampir toko oleh-oleh. Hidupku sangat simpel, yes!


Setelah itu kami makan siang di Los Lambuang. Jalan menuju Los Lambuang atau los pasar yang menyediakan amunisi berat untuk perut ini merupakan jalan turunan. Pas banget, nggak butuh banyak tenaga untuk yang lapar dan ingin segera sampai di Los Lambuang. 

Kami makan Nasi Kapau Ni Er yang konon sangat terkenal dan sering diliput media mainstream maupun anti mainstream. Menurut saya sih biasa aja karena saya juga sangat sering makan masakan Minang. Bayangin aja, di Kantor WALHI kan hampir setiap hari menunya nasi padang. Sewaktu di kosan juga saya sangat bergantung pada RM Duta Minang. Tapi entah kenapa saya pilih tunjang, padahal saya inginnya dendeng. Tak apalah. Haha. Saya emang suka galau.


Setelah kenyang dan harus melalui jalan yang mendaki, kami langsung masuk ke bus dan ternyata hanya sebentar saja karena kami dijadwalkan mengunjungi Goa Jepang. Saya mah dari awal sangat excited dengan pemandangan alamnya. Dan di sini tersedia tempat sampah dengan pemilahan empat jenis. Hebat yah. Gazebo-gazebo di sini berupa gazebo dengan atap khas rumah gadang dan warna-corak kebesaran Minang.


Saya nggak pengen lagi deh datang ke Goa Jepang ini atau mana pun lagi. Cukup sudah. Beruntung saya masih dalam kondisi sadar dan nggak langsung pingsan di dalam goa. Saya kuat meski aura negatifnya nggak kalah kuat. Bawa adek keluar dari goa, Bang! Udah nggak tahan!

Keluar dari goa yang pada kenyataannya kami masih harus meniti tangga yang berkelok saya masih bisa menikmati pemandangan great wall dan Ngarai Sianok. Masyaa Allah itu pemandangan kayak lukisan, asli! Sayangnya kami nggak bisa ke greatwall. Saya mah maunya nginep di sana aja biar nggak capek, kemudian tracking. Uh, pasti seru banget deh.


Dari goa jepang, kami melanjutkan perjalanan ke Istana Pagaruyung. Kayak di lagu,istana yang sering disebut Istana Basa ini terletak di Kota Batu Sangkar. Di sini awalnya saya males banget turun dari mobil dan emang kami belum sholat. Meski terseok dan sangat nggak niat, kami akhirnya turun dan saya hanya turun membawa HP yang udah sekarat karena baterainya habis. Aneh banget sih.

Di istana inilah saya agak merasa hepi dan segar lagi seteah sholat ashar. So saya akan menceritakan detail lokasi-lokasi yang kami kunjungi di lain kesempatan ya. Sekarang mah highlight ala ala aja dulu.


Hari berikutnya kami melakukan plant visit ke PT Semen Padang. Banyak banget input positif yang saya dapat setelah melakukan perjalanan ini. Meski saya sedikit kecewa setelah melihat pengumuman seleksi penerimaan dosen, tapi saya berusaha tegar. kan saya jadi bisa ikut acara ini full sampe selesai karena nggak harus cepet-cepet pulang. Ambil hikmahnya aja. 

***

Setelah ini, sepertinya saya berpikir untuk serius melakukan perjalanan yang nggak sekedar untuk hepi-hepi sendiri aja. Yakali saya bisa tenar dan ngehits njinjing hermes kayak blogger dan vloger idola saya sepanjang masa. Iya, blog dananwahyu.com adalah salah satu inpirasi saya untuk melakukan perjalanan, menikmati kesan, menangkap pesan, kemudian membagi-bagikan kepada kawan-kawan. Selain informatif, blog dan video besutan Bang Danan ini menghibur juga, apalagi kalau baca curahan hatinya. Kalau nggak percaya, kunjungi aja sendiri deh! :)

Foto saya pinjam dari Mas RA Wahyudi yang sedikit bicara, banyak motret. Terimakasih, Mas!

9 comments

  1. Wah membaca cerita ttg Bukittinggi dan Ranah Minangkabau, aku jafi kangen banget pada kampung halam. Rinda menuliskannya dengan bagus. Terima kasih ya ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lho, Mbak Evi orang Minang? Wah, nantikan cerita-cerita selanjutnya ya Mbak. ditunggu kritikan membangunnya lho :)

      Delete
  2. Pengalaman yang luar biasa ya,
    aku baru bisa menulisnya sekarang. hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe... nda blm sempet nulis semuanya Mbasus, terlalu byk yg ingin ditulis :D

      Delete
  3. Wisata di bukit tinggi itu yg paling berkenang itu kulinernya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo aku wisata alamnya, kalo kuliner nggak berkesan soalnya nggak mampir ke Mak Sukur haha

      Delete
    2. kayanya kalo kuliner mah ga jauh beda deh sama rumah makan padang yang ada di jawa *eh

      Delete
    3. Karena Jawa telah di-Minang-kan dari segi masakan

      Delete
  4. saya mah klo ke padang mau hunting kuliner... soalnya saya punya temen asli orang padang klo dikirimin rendang asli bikinan ibunya rasanya juara ga bakal ditemuin di rumaha makan padang sejakarta.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<