#BloggerPeduliMasaDepan Cause We All Live Under The Same Sun (Day 24)

Terompet panjang kapal ferry penyeberangan Merak – Bahauheni baru saja berbunyi. Semua penumpang bergegas membereskan barang bawaannya dan antre keluar kabin penumpang. Yang membawa kendaraan segera menuju kendaraannya masing-masing. Deru mesin mobil mulai terdengar. Semua kendaraan antre di mulut kapal, menunggu giliran petugas mengarahkan pengemudi menuruni plat baja.  Proses sandar memerlukan waktu sedikit lebih lama. Matahari bersinar terik, keringat pun mulai mengalir di wajah. Sebagian pengemudi membuka jendela kaca mobilnya membiarkan hembusan angin masuk. Klakson mobil mulai terdengar bersahutan, ketika tiba-tiba sebuah benda putih melayang dan akhirnya tercebur ke perairan. Ah, ternyata sampah dalam kantung plastik putih!
“Ibu, kok orang itu membuang sampah sembarangan?” Tanya Azka memperhatikan peristiwa melayangnya bungkusan putih itu. Saya meringis, sulit menjelaskan pada anak usia 10 tahun itu. Di satu sisi kita menjelaskan kerugian membuang sampah sembarangan, tapi di sisi lain kenyataan di lapangan bertolak belakang. “Hmmm, itu contoh yang tidak baik,” jawab saya pendek.

Setiap orang pasti senang atau pernah traveling. Setuju? Entah itu bertujuan untuk mudik, perjalanan dinas ataupun wisata. Berapa banyak orang melakukan traveling? Banyak. Terutama untuk tujuan wisata yang dewasa ini semakin dirasakan sebagai kebutuhan.

Semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya wisata, ditunjukkan pula oleh semakin banyaknya pembukaan tempat-tempat wisata baru. Tentu saja selain berdampak bagi traveler, ramainya tempat wisata juga berdampak terhadap kehidupan masyarakat lokal sekitar, sehingga dapat meningkatkan penghasilan mereka. Secara global, wisata juga meningkatkan sumber pendapatan negara, sehingga banyak negara berlomba mempercantik pariwisatanya.
Tetapi, seringkali orang lupa ....

Kalau akibat yang dihasilkan dari traveling seperti gambar di atas, masih bisakah kita mengatakan bahwa traveling hanya mempunyai dampak positif? Saya sedih, menyaksikan bangunan bersejarah penuh coretan vandalism. Saya termenung, membaca kemacetan panjang menuju tempat wisata, berapa CO2 yang terlepas ke udara? Saya ngomel sendiri, melihat tempat wisata yang saya kunjungi penuh dengan tebaran sampah. Saya juga gregetan melihat orang snorkling merusak terumbu karang. Dan, saya speechless ketika salah satu pengunjung di taman Amarylis, yang heboh beberapa waktu lalu, bilang 'suka-suka gue dong, gue bayar'.

Tapi kemudian terlintas dalam pikiran saya, kenapa saya atau kita harus peduli?

"Cause we all live under the same sun. We all walk under the same moon.”

Ya, karena kita tinggal di bawah naungan matahari yang sama, dan karena kita berjalan di bawah naungan bulan yang sama. Kita yang harus menjaga supaya bumi ini menjadi tempat yang nyaman ditinggali oleh kita dan anak cucu kita.  Tegakah kita, jika anak cucu kita di masa depan harus menghirup oksigen dengan batuan alat karena udara sudah tercemar? Tegakah kita membiarkan anak cucu kita di masa depan kesulitan memperoleh air bersih? Rasanya sih tidak.

Oya, traveler dan juga blogger ternyata bisa lho ikut berkontribusi demi keberlangsungan lingkungan bumi ini. Istilah kerennya #bloggerpedulimasadepan. Cie! Eh, serius lho. Kita, sebagai traveler atau blogger dapat melakukan hal-hal kecil di bawah ini. Kok hal kecil sih bukan hal besar? Yup, mulailah dari hal yang kecil dari diri kita sendiri untuk mencapai tujuan yang besar. Jika semua orang bergerak dengan prinsip yang sama, maka dapat dipastikan kita akan bisa mendukung konsep wisata yang berkelanjutan alias sustainable tourism.

Duh, apa sih sustainable tourism? Rasa-rasanya saya baru baca istilah ini. Hmmm, sustainable tourism ini yaitu sebuah konsep mengunjungi suatu tempat sebagai wisatawan dan berusaha untuk hanya membuat dampak positip terhadap lingkungan, masyarakat dan ekonomi. Wuiih, berat sekali sampai bawa-bawa ekonomi dan masyarakat segala. Iya dong, seperti disebutkan di atas, dampak tourism juga diharapkan dapat membuat lapangan pekerjaan, jadi otomatis akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar tempat wisata tersebut.

Konsep sustainable tourism ini bukan hanya melibatkan turis/wisatawan, tetapi juga melibatkan instansi pemerintahan, stake holder, pengelola lingkungan dan masyarakat. Semua terkonsep dari awal dan masing-masing menjalankan fungsinya demi terwujudnya wisata berkelanjutan ini.

Nah, kita sebagai traveler, apa yang bisa kita lakukan? Yuk simak tips-tips berwisata tanpa merusak:
  1. Saat merencanakan traveling, coba dipikirkan transportasi apa yang bisa membantu mengurangi CO2. Untuk jarak pendek, pergunakan bus atau kereta api daripada pesawat terbang. Jika menggunakan pesawat terbang pilih rute penerbangan langsung, proses take off dan landing memerlukan banyak bahan bakar. 
  2. Sharing transportasi dengan beberapa traveler lain bisa membantu mengurangi CO2. Gunakan sepeda untuk keliling di sekitar tempat wisata. Ayahnya anak-anak selalu membawa sepeda lipatnya jika bepergian. Dia bilang lebih enak keliling-keliling menggunakan sepeda. Selain bermanfaat untuk kesehatan, lebih hemat, juga bisa menikmati pemandangan dengan santai sambil menikmati udara segar. 
  3. Pilih hotel yang dekat dengan wisata yang ingin kita kunjungi. Berjalan kaki bisa menjadi alternatif eksplore tempat wisata. Selain hemat, sehat, dan kita juga telah berperan untuk lingkungan.
  4. Sebagai traveler peduli lingkungan, bawalah selalu tempat sampah sendiri untuk menampung sampah-sampah, jangan dibuang sembarangan. 
  5. Belilah makanan lokal. Kenapa? Dengan membeli makanan lokal, kita telah berperan serta dalam mengurangi 4 – 5% gas rumah kaca ke udara, yang dihasilkan untuk membawa suatu produk ke tempat lain, disamping membantu mengerakan roda perekonomian masyarakat setempat.
  6. Pilih hotel yang mengembangkan prinsip green environment. Saat ini ada beberapa hotel mulai menerapkannya. Hotel-hotel seperti ini telah menyadari pentingnya menghemat energi dan sumber daya. Contohnya penggunaan lampu LED untuk penerangan yang bisa menghemat 20-25% energi listrik.
  7. Saat snorkeling, walaupun besar hasrat untuk mengusik terumbu karang, jangan pernah melakukannya. Menyentuhnya sama saja dengan membunuh terumbu karang. Dampaknya besar lho! Terjadi abrasi pantai, populasi ikan akan berkurang banyak sehingga menyebabkan tangkapan nelayan pun berkurang. Terus kalau sudah rusak, siapa yang mau datang lagi?
  8. Jangan ada VANDALISM! Apa itu? Pernah lihat bangunan bersejarah banyak tulisan tidak bertanggung jawab seperti: A & B pernah ada di sini, C love D, dan sederetan tulisan narsis lainnya untuk menunjukkan existensi diri. Jika ingin menulis, salurkanlah bakat anda menulis blog misalnya, itu lebih menghasilkan kan?
  9. Jangan membeli binatang yang diawetkan, apalagi binatang langka. Uh, forbidden deh! Oya, Jangan juga membawa oleh-oleh banyak-banyak sehingga over bagasi pesawat. Selain kena ongkos tambahan, setiap penambahan 1 Ton di bagasi pesawat memerlukan 35 kg bahan bakar/jam
  10. Terakhir, jika menggunakan jasa tour guide, pilih tour guide yang peduli terhadap lingkungan.  
 
Jika tidak dimulai oleh kita, siapa yang akan memulai? Yuk kita jadi travel blogger yang peduli mas depan!

Levina Mandalagiri
instagram: levina_mandalagiri
twitter: @azkaaqeela1517
facebook: levina.mandalagiri


1 comment

  1. Yes... we share the same sunshine.. so be kind to others as we are one ecosystem

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<