Jalan-jalan
di Bandung mah nggak pernah ada habisnya. Setelah semua wisata alam disambangi,
wisata kulinernya nggak pernah selesai berbenah diri. Adaaaaa... aja terus
tempat baru yang lucu-lucu. Kalau dulu kita cukup percaya dengan rasa yang enak
dan kebersihan dari suatu tempat makan, sekarang udah nambah lagi syaratnya.
HARUS INSTAGRAMABLE!
So, kalau
saya mau ngejar trend untuk mengunjungi tempat-tempat semacam itu nggak akan
pernah merasa puas. Saya memilih cara yang berbeda untuk menikmati Kota Bandung.
Menikmati setiap jalanan dan pemandangan orang-orang di Bandung sambil
hujan-hujanan. Bukan bermaksud india-indiaan tapinya. Saya lebih memilih
menikmati momennya. Momen bersama siapa perjalanan itu saya lakukan dan
menghargai sekecil apapun kebahagiaan yang dihadirkan.
Flashback Bandung Lautan Kenangan
Seperti
yang telah saya ceritakan sebelumnya, bahwa saya sudah lama jatuh cinta dengan
Kota Kembang ini. Dulu pertama sekali saya ke Bandung naik Damri dari Lampung.
Sampai di pool Damri depan stasiun pas banget subuh dalam keadaan lapar.
Beruntung teman yang menjemput saya waktu itu bawa mobil. Saya diajak sarapan
kupat tahu di seputaran Dago. Saya lupa tepatnya dimana. Sejak saat itu saya
langsung suka banget sama yang namanya kupat tahu. Sampai sekarang. Bahkan
sewaktu menjalani Praktek Umum di LIPI Subang, saya selalu sarapan dengan menu
kupat tahu setiap hari.
Nah, di
masa-masa itu saya selalu menantikan datangnya weekend. Senin sampai Jumat,
dari pagi sampai sore saya harus berada di kantor LIPI atau di laboratorium.
Jumat pagi adalah waktunya saya packing untuk bersiap menghabiskan weekend di
Bandung. Tentunya saya sudah mempersiapkan rencana weekend ini sejak jauh-jauh
hari.
Baca juga: Me and My Mocca.
Hal yang
paling berkesan bagi saya adalah ketika saya ketemu dengan band idola saya.
MOCCA. Nggak cuma ketemu Mocca aja, tapi juga ketemu dengan teman-teman
Swinging Friends yang sudah seperti saudara sampai sekarang.
Bersama Swinging Friends Bandung (2009) |
Saya juga
menghabiskan weekend ala-ala pelancong yang ingin melahap semua pesona Bandung.
Dua bulan tinggal di sana rasanya masih kurang. Saya ke Tangkuban Perahu. Saya
juga sangat menikmati wisata belanja. Saya juga jatuh cinta dengan udaranya
yang sejuk. Orang-orangnya juga kayaknya kreatif banget yaaaa. Penduduknya yang
ramah membuat saya semakin betah. Nggak peduli mereka keturunan Tionghoa,
Batak, Bugis, Jawa semuanya pandai berbahasa Sunda dan menjunjung tinggi budaya
Sunda. Bahkan bule aja kental banget logat Sundanya. Hebat, ya Sundanisasi ini!
Dalam hati
kecil saya sejak saat itu tumbuh seberkas harapan. Halah! Harapan untuk bisa
jadi bagian dari Bandung Juara!
Sehari di Bandung Tanpa Sepeda Motor
Masyarakat
Bandung tuh harusnya bersyukur banget karena ketersediaan angkutan umumnya
melimpah ruah. Mau kemana-mana pake angkot, bisa. Nggak kayak di Jogja yang
mengandalkan bus yang cuma lewat jalan besar aja berikut harus nunggu sampe
jenggotan. Sopir angkotnya juga nggak terlalu ugal-ugalan. Nggak kayak sopir
Kopaja atau angkot di Bandar Lampung.
Setelah
hari sebelumnya capek-capek motoran dari Cimahi ke UPI Setiabudi lanjut ke
Unpad Jatinangor mampir ke kantor Mizan sampe hujan-hujanan dan masuk angin, HB
ngajakin saya jalan-jalan naik angkutan umum di hari Rabu, 10 Februari 2016
lalu. Kami kan sangat mendukung #AngkotDay dan #AyoNaikKendaraanUmum.
Oke,
paragraf di atas sebenarnya ada unsur pencitraan sih. Honestly, HB emang belum
pernah ngajakin saya jalan-jalan seharian gitu ke kota. Lha wong jalan di Plaza
Ambarukmo aja udah misuh-misuh. Tapi kali ini dia baik banget. Nurutin semua
maunya saya, mau ke sana mau ke sini. So, ini pertama kalinya saya sama HB
benar-benar jalan seharian.
Berangkat
pagi-pagi dari rumahnya HB setelah sarapan, HB bilang dia harus ngisi bensin
dulu. Kening saya berkerut. Kan kita nggak bawa motor, please deh! Nggak taunya
saya diseret ke salah satu kedai kopi. Ternyata dia harus nenggak espresso biar
semangat. Fiuh.
Lihat perubahannya! |
Kami naik
angkot dan turun di Pasar baru. Niat awalnya mau mampir ke supplier kopi Kapal
Selam. Tapi karena sopirnya kelabasan, jadi ke kapal Selamnya keesokan hari
deh. Saya diajakin HB menyusuri pedagang-pedagang kaki lima mirip kayak di
Jalan Malioboro. Cuma bedanya mereka nggak maksa-maksa saya untuk beli sih.
Akhirnya
kami sampai di Pasar Baru. Jadi Pasar Baru ini jauh dari bayangan saya
sebelumnya. Saya pikir itu semacam Pasar Bringharjo. Eh ternyata, Pasar Baru di
sini nyaman banget. Ruangannya ber-AC, enggak kumuh, dan pedagang-pedagangnya
ramah-ramah. Enggak rese. As I said before, di Bandung nggak ada istilah rasis.
Meski yang jualan orang Minang, mereka masih suka pakai Bahasa Sunda. Padahal
kita tanyanya, “bara iko, Bang?” mereka jawab pakai bahasa Sunda. Haha. Yang
ini mah improvisasi aja, sih.
Entah ada
berapa lantai gedung Pasar Baru itu, saya nggak sempat ngitungin karena
terkesima. Itu kayaknya bawa duit berapa pun juga pasti kurang. Saya emang
orangnya suka lapar mata. Tapi beruntung HB selalu mengingatkan saya.
Aku dimana? |
Di sana
bahkan dijual juga baju-baju ala hijaber masa kini. Harganya juga relatif lebih
murah daripada di butik atau di toko-toko online. Beberapa toko memang memajang
harganya. Jadi kita nggak perlu malu-malu tanya harga padahal nggak jadi beli.
Walau pun udah ada harganya, tapi bisalah ditawar sedikit-sedikit.
Langit
semakin gelap ketika kami keluar dari gedung Pasar Baru. HB masih keukeuh nyari
topi. Alih-alih nemu topi, kami malah beli payung karena emang lupa bawa
payung. Kami menyusuri jalanan menuju Kota Kembang. Di sana enggak ada yang
jualan bunga. Jualannya kebanyakan juga sepatu yang harganya murah meriah ajah.
Keluar
dari lorong-lorong Kota Kembang, kami masuk ke suatu area terbuka di antara dua
deretan gedung-gedung. Saya kok malah jadi de javu. Suasananya mirip di salah
satu bagian Museum Angkut di Batu, Jawa Timur. Bersih. Rapi. Cuma ada
orang-orang yang duduk dan foto-foto. Kayaknya sih lokasi itu adalah yang
dulunya banyak pedagang kaki limanya. Sekarang sudah rapi. Ada salah satu
lorong yang dipintunya bertuliskan ‘Pusat UKM Bandung’. Di depannya saya
ngobrol dengan bapak-bapak yang lagi merajut. Ih, Si Bapak bikin envy.
Merajutnya terampil banget. Saya merajut asa aja susah, Pak.
Karena
lapar, saya dan HB kemudian makan siang dulu di bagian basement Pusat UKM
Bandung tadi. Di sana ada semacam foodcourt. Menunya macam-macam. Mulai dari
yang khas Bandung seperti Soto Bandung, Batagor, sampai Nasi Kapau juga ada di
sana. Harganya juga nggak lebay, kok. Kami berdua kalo nggak salah habis Rp.
30.000 untuk soto bandung plus nasi dengan mie tektek.
Sialnya,
uang saya jatuh entah dimana. Sementara HB sudah menyerahkan uangnya sama saya
sebelum belanja-belanja tadi. Mungkin ada padagang yang dapat rejeki lebih tuh
karena saya kelebihan ngasih uang. Atau kami yang kurang bersedekah? Entahlah.
Saya sih yakinnya itu jatuh, bukan kecopetan. Yang jelas Si HB langsung sigap
nyari ATM. Padahal saya udah siap cuci piring kalo nggak bisa bayar. Haha.
Makannya yang hangat-hangat |
Melanjutkan
perjalanan setelah bosan ngeliat orang-orang foto sama badut-badut Frozen di
halaman Masjid Agung Bandung, HB ngajak saya ke Plaza Parahiyangan. Huwaaa...
di sana sisinya produk clothing dan distro semua. Itu ada lima lantai loh. Kata
HB, pedagang di sana mah nggak perlu mengandalkan omzet dari pengunjung yang
datang seperti kami. Mereka bisnisnya udah main karung-karungan. Saya baca di
karung yang mau dikirim aja alamatnya tertulis Makassar, Bontang, Palembang.
Widiihh, mantap!
Keluar
dari Plaza Parahiyangan ternyata hujan sudah semakin lebat. Beruntung kami
sudah beli payung tadi. Asiikkk... jadi sepayung berdua deh. Kami melanjutkan
perjalanan dengan menyusuri trotoar di jalan lainnya. Kami beli beberapa
stuffs dari pedagang kaki lima kemudian masuk ke Yogja Departement Store.
Sekalian berteduh. Eh di sana banyak sepatu sama tas lagi didiskon parah.
-_____-
Ini lantai tiga Plaza Parahiyangan |
HB mulai
merasa bersalah karena mengajak saya masuk Yogya. Nafsu belanja saya enggak
bisa dibendung jadi kami segera keluar dari sana sebelum mata kami ngeliat
baju-baju diskon. Haha.
Awalnya HB
mau ngajakin saya ke Jalan Asia Afrika. Dulu waktu belum ngehits, saya juga
suka lewat sana, sekedar foto-foto. Tapi saya nggak menyarankan foto di sana
ketika maghrib atau malam-malam yaaaa. Hehe. Saya pernah ada pengalaman buruk
soalnya.
Saya juga
gagal ke Jalan Braga. FYI, Jalan Braga adalah favorit saya sepanjang masa. Saya
bebas mengagumi kekayaan jiwa manusia di sana. Dalam bentuk mural-mural,
lukisan, gedung-gedung, bahkan dari dalam batang pohon-pohon dan bunga di
pinggir jalan. Saya juga suka dengan perlambatan kendaraan meski nggak ada
polisi dan nggak ada yang mau nyebrang di sana. Sayangnya hujan semakin lebat,
maka kami menunggu hujan mereda di pinggir Plaza Parahiyangan.
Gara-gara
menunggu hujan itulah saya dan HB jadi punya waktu untuk ngobrol. Bukan
ngobrolin apa-apa yang kami liat. Bukan ngobrolin ada diskonan untuk barang
lucu-lucu. Ngobrolnya lebih lepas aja. Kayaknya saya bisa menyebut aktivitas
itu dengan: OUR TIME atau US TIME gitu deh. HB juga mau-maunya difoto. Biasanya
dia susah banget difotonya.
Selepas
ashar, hujan mulai mereda. Kami memutuskan untuk langsung pulang ke Cimahi. Selain
karena faktor cuaca yang berkemungkinan akan memburuk, kami juga punya janji
untuk berkunjung ke salah satu kedai kopi.
Awalnya
saya diajak HB untuk ke Perpustakaan yang terletak di depan Masjid Agung
Bandung. Sayangnya hujan makin deras. Di halaman antara perpustakaan dan masjid terdapat rumput sintetis. Saya sih masih agak rancu yah,
kenapa harus rumput sintetis? Kenapa nggak rumput biasa aja. Kan lebih asik,
lebih hijau. Nggak palsu.
Di sisi
depan perpustakaan itu juga ada beberapa alat fitnes. Hehe. Ada gitu yah orang
yang menyempatkan fitnes di tempat terbuka banget gitu. Kalo di taman kayaknya
masih lebih oke. Alat-alat fitnes itu diletakkan di belakang halte bus.
Lucu ya perpustakaannya?! |
Halte
busnya juga lumayan unik. Ada ayunannya. Saya juga sempat ngeliat ayunan di
halte bus lainnya di Bandung. Bus-bus Damri berbaris berjajar menunggu
penumpang. Pengguna angkutan umunya juga banyak ternyata. Seneng deh kalo
ngeliat orang-orang naik angkutan umum. Saya dan HB naik Damri jurusan Ciburuy.
Kelak kami akan turun di pertigaan Jalan Sangkuriang, Cimahi.
Seperti
angkutan di kota lainnya, Damri atau di sini disebut Trans Metro Bandung (TMB)
dilengkapi dengan layar yang menunjukkan lokasi. Misalnya, 100 m Batas Kota.
Jadi penumpang nggak perlu tanya-tanya dan khawatir kesasar. Di bus ini juga
ada musik tahun 1980-an. Yah, era-eranya pak sopir dan pak kondekturlah.
Shortly, nyaman banget naik angkutan ini. Tarifnya jauh-dekat Rp. 6.000 aja.
Rutenya juga nggak muter-muter kayak angkot. Nggak sampai satu jam kami udah
sampe aja di Sangkuriang.
Ada yang
saya sayangkan dari fasilitas TMB ini. Halte-halte yang ada belum difungsikan.
Malahan ada beberapa yang rusak nganggur. Entah kenapa, saya juga belum nyari
tau infonya sih. Padahal Pemerintah Kota Bandung udah benar-benar semakin
memberbaiki kualitas dan kuantitas ruang publik dan fasilitas umum yah. Tapi
masih aja mereka merasa kurang. Alih-alih merasa memiliki dan saling menjaga,
nggak sedikit warga yang justru kufur nikmat.
Tips City Tour Bandung di Musim Penghujan
Saya punya
tips buat warga Bandung maupun pelancong yang pengen keliling-keliling kota.
Sekarang kan lagi musim hujan, ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian:
1. Jangan lupa bawa jaket, di
Bandung kan suka ekstrim suhu udaranya. Jangan lupa juga jas hujan atau payung.
2.
Pakai
sepatu dan tas yang tahan air tapi nggak licin, misalnya kulit sintetis atau
plastik.
3.
Jangan
lupa sarapan, dan makan yang cukup supaya badan tetap fit.
4.
Bawa
tumbler berisi air minum dan makanan kecil biar nggak boros jajan dan
mengantisipasi kita terjebak di suatu tempat dalam keadaan lapar.
5.
Tentukan
lokasi tujuan. Kalo pengen berwisata alam, usahakan berangkat dari pagi. Siang
sampai sore kan biasanya hujan terus tuh. Takutnya selain cuma kehujanan, kita
terjebak longsor atau pohon tumbang.
6. Pilih angkutan umum.
Kalau tujuannya pengen jalan-jalan kayak saya, mendingan pakai angkutan umum.
Lebih santai dan aman.
Masjid Raya Bandung yang melegenda |
Saya dan
HB merasa bersyukur banget dengan adanya angkot dan bus di kota ini. Bayangin
aja kalo kami harus naik motor apalagi mobil untuk bisa jalan-jalan seharian
seperti itu. Kami harus parkir di suatu tempat, bayar parkir. Belum lagi
capeknya kalau kami harus jalan lagi dari perpustakaan ke parkiran Pasar Baru.
Gempor, Man! Kalau kami pergi pakai motor, sudah pasti kami akan keujanan. Ini
sih sama sekali nggak romantis. Justru nyari penyakit. Belum lagi kami harus
terjebak kemacetan, bikin emosi negatif. Bukannya fresh, sampai rumah malah
kesal, capek dan masuk angin. LOL.
Romantis
itu ya gini, berdua di balik kursi pak sopir bus sambil cerita-cerita dan
ngeliat hujan di luar sana. Tapi kami mah nggak PDA (Public Display Affection)
alias pamer kemesraan di depan orang lain. Kata HB itu nggak baik. Takut bikin iri
orang. Padahal mah semesra-mesranya kami juga paling cuma ketawa-ketiwi aja
ngejekin satu sama lain. Eh, sorry... segitu mah sama sekali enggak mesra,
yaaaa?! Haha... whatever.
Absolutely,
momen di hari itu berkesan banget buat saya. Tanpa harus menyingkirkan
momen-momen berkesan di Bandung lainnya karena kenangan kan bukan untuk
dilupakan atau dipilih yang paling manis. Kenangan manis cukup diendapkan
diingatan dan diangkat ke permukaan ketika dada kita mulai hampa, gersang dan butuh penyegaran.
aku rela dijadikan objek, huhuhu
ReplyDeletesemoga menang ya,,,
smoga yg ngadain giveaway faham anehnya dijadikan objek LOL
Aamiin... yeeyyy... terimakasih atas kerelaanmu darling
Deletewah seru seru
ReplyDeleteseru tapi kurang :D
DeleteTerakhir ke bandung waktu masih pacaran, saking udah lamanya sampe lupa.. tapi bandung ini memang semacam 'kota wajib kunjung bersama pacar' yaa.. wkwkwkk..
ReplyDeleteCiyeeeee Mak yoaaannn ciyeeeee :D
DeleteWaaaah seru euy jalan-jalannya. Saya malah pengen Bandung kayak Jogja. Jangan banyak angkot. Polusi dan macet, euy. Hehehehehe....
ReplyDeleteMakasih sudah ikutan GA saya. :)
Hihi... kalo nggak ada angkot susah Mbak. Motor dimana-mana semrawut, nggak mau ngalah dan pake aturan sendiri. Terimakasih atas GA yang bikin saya pusing milih cerita hihi
Delete