Mertua Idaman (?)

Sumber: Avira Go

"Santai aja Rinda, di rumah Bunda mah jangan anggap kayak di rumah mertua," kata Ibu seorang kawan.

Pada kunjungan berikutnya dia bilang, "Nggak usah repot-repot nyuci piring, Nda, ini bukan rumah mertua."

Berkali-kali Si Bunda nyebut "bukan di rumah mertua" sementara dia sendiri mendukung kalo saya kuliah dan menikah cepat-cepat. Jadi dalam bayangan saya, rumah mertua adalah sebuah rumah tua yang angkuh, dingin, angker. Kalo lagi di rumah mertua harus jadi anak manis, ramah, dan penurut. Harus ngerjain semua pekerjaan rumah sampe ngeladenin mertua. Dan yang paling parah adalah bayangan bahwa saya enggak boleh lagi salah-salah ngomong atau ngomong asal nyeplos. Bisa-bisa Sang Ibu Suri tersinggung, dan saya dikutuknya jadi batu. MERTUA itu SEREM, JAHAT!!! Mertua itu kayak nenek sihir! Yang terakhir itu mah improvisasi aja. Biar keliatan lebay.


Sepanjang saya berkunjung ke rumah teman, laki-laki atau pun perempuan, nggak pernah bermasalah dengan orangtuanya. Saya cuek banget anaknya, jadi sepanjang saya masih berlaku sopan dan enggak mengusik kehidupan mereka ya saya mah santai aja. Kebanyakan teman-teman saya mempunyai kebiasaan di rumah yang sama dengan saya. Jadi nggak merasa kaget, kikuk, atau bahkan takut.

Tapi pertama kali ketemu dengan orangtua HB dengan status pacar rasanya mati kutu. Masalah paling besar adalah kendala bahasa. Keluarga HB sampai tetangga-tetangganya kalau ngomong selalu pakai bahasa keturunan Raja Siliwangi. Merepet, cepet, dan saya bengong aja. Di rumahnya ada kakek yang udah sepuh, biasa dipanggil Bapak atau Mbah. Si Mbah ini pendengarannya kurang baik tapi hobi bercerita. Saya jadi salah tingkah harus menanggapinya seperti apa. Ada juga neneknya yang biasa dipanggil Emak. Tapi beliau sudah meninggal setengah tahun silam. Nenek ini sebenarnya yang saya andalkan untuk jadi penyelamat dan tempat berlindung saya. Neneknya baik banget. Mau makan apa dimasakin, tapi nggak boleh bantu-bantu di dapur. Karena kalo saya ke dapur, kerjaan malah nggak beres dan malah berantakan bikin kerjaan baru. akhirnya oleh Almh. nenek inilah saya diperlakukan selayaknya manusia. Diajak ngobrol dan tertawa.

Perempuan Kuat itu Kupanggil 'Mama'

Almh. Nenek, beda dengan Mamanya HB. Mama mungkin terbiasa mengurus empat orang anak laki-laki. Mama adalah anak sulung yang terbiasa hidup 'keras' dengan didikan ala tentara dari si Mbah. Jadi mama sangat kaku dan kurang bisa nyambung kalo diajak bercanda. Kalo disekil atau digombalin juga tanggapan mama datar aja. Kata HB, mama emang nggak pernah memperlihatkan sayangnya sama anak-anak lewat kata-kata. Nggak pernah bilang 'I love you, Nak' dan anaknya juga nggak pernah bilang 'mama kesayangan aku sedunia'. Jadi kalo saya sedikit bercanda malah jadi garing dan krik-krik banget.

Saya merasakan aura yang sangat berbeda antara kehidupan di keluarga (besar) saya dan keluarga HB. Saya biasa bermanja dan gelendotan sama Ibu atau Bapak. Merengek sampai menangis. Juga bercanda dalam keluarga besar bersama para sepupu. Tapi di rumah HB saya banyak memilih diksi untuk berbicara. (Merasa) susah untuk ceplas-ceplos bercerita. Padahal sebenarnya orangtuanya juga baik. Cuma memang kebiasaan mereka berbeda. Saya pernah ngobrol berdua dengan Mama di kamar, pernah juga di dapur. Tapi menurut saya, nggak bisa all out. Meski pada akhirnya saya juga terbiasa dan kadang Mama juga bisa tertawa bersama saya, dan bercerita apapun dari hati. Di situ kadang saya merasa sukses merebut hatinya. *devil laugh*

Mama memang pekerja keras dari dulu. Menjadi single parent untuk empat orang anak (sekarang tiga karena adik HB yang pertama, meninggal dua tahun lalu) bukan perkara mudah. Bekerja, mengurus rumah dan orang tua, hingga mengawasi anak-anaknya nggak bisa dianggap pekerjaan sepele. Saya belajar banyak dari Mama yang luar biasa tangguh. Mama perempuan hebat yang rela mengalahkan dingin udara subuh demi menyiapkan keperluan sekolah kedua adiknya HB. Membersihkan rumah, mencuci baju dengan tangan semua dilakoninya sebelum pergi bekerja. Ya, Mama masih harus bekerja untuk membiayai hidup sehari-hari. Mama menyewa tenant di sebuah food court nggak jauh dari rumahnya. 

Menjelang jam sepuluh pagi, Mama sudah siap dengan segala alat tempurnya. Sudah ke pasar dan berbelanja keperluan dagangannya. Mama bisa pulang jam sepuluh malam kalau weekend. Sampai di rumah, tentu yang ada rasa capek dan ngantuk. Tapi kadang Mama masih sempat mencuci piring atau sekedar mengobrol dengan anak-anaknya. Mama juga punya tugas menggiring ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk pengajian pada minggu pertama setiap bulan. Saat itulah Mama bisa sedikit terbebas dari rutinitas.

Katanya, dulu Mama juga aktif di LSM dan partai. Kegiatan itu mungkin yang mendidik Mama untuk bisa bersosialisasi dengan baik di masyarakat. Sehingga kini pun Mama masih sempat mengatur waktu untuk mengurus rumah, bekerja, dan bersosialisasi. Mama terkadang juga pergi berlibur atau sekedar hang out dengan teman-teman SMA-nya. Mama bercerita kalau teman-teman lamanya sekarang ada yang jadi ibu pejabat, ada yang jadi pengusaha sukses, dan semuanya intinya sukses kecuali Mama. 

Ketika bercerita seperti itu, mungkin Mama hanya perlu dibesarkan hatinya. Hanya perlu diingatkan lagi untuk terus bersyukur dan tidak boleh berhenti jadi seorang perempuan yang kuat. Meski sering mengeluh, nyatanya Mama nggak pernah menyerah. mama membuktikan kecintaannya terhadap anak-anaknya dengan cara nggak pernah berhenti 'berbuat'. Mama memang nggak pernah memanjakan anak-anaknya, nggak pernah mengeluarkan kata-kata manis kepada anaknya. Tapi dengan cara itu juga anak-anaknya tumbuh menjadi lelaki-lelaki tangguh. Mungkin Mama yakin kelak ada saatnya bahagia menghampiri dan tinggal bersamanya. Ada saatnya Mama tinggal membayar perjuangannya. Mungkin kelak Mama hanya ongkang-ongkang kaki, pergi pengajian, arisan, dan senam dalam rutinitasnya.

Mertua=Horor

Berbagai kisah horor tentang mertua memang melengkapi kegalauan Nikah? Yay or No? saya. Ditambah lagi pergaulan saya yang belakangan agak lebih intens dengan wanita-wanita yang sudah menikah. Di komunitas ODOJ (One Day One Juz) misalnya. Seorang kawan pernah bercerita bahwa kehidupannya kurang harmonis dengan ibu mertuanya. Bahkan ada juga tipe ibu mertua yang sangat posesif terhadap anaknya (baca: suami). Sehingga, ibu mertua tersebut sering ikut campur urusan keluarga kecil yang harusnya bisa belajar mandiri. Entah masalah pembagian tugas suami-istri, anak, atau keuangan yang sangat sensitif. Ada juga ibu mertua yang kecewa dengan menantunya karena nggak bisa ngasih cucu, terang-terangan menjodohkan anaknya dengan perempuan lain. Itu kan menyakitkan banget kayak di sinetron-sinetron. Kalo di sinetron sih biasanya di akhir cerita ibu mertua akan sadar dan menyesal. Biasanya itu terjadi pas si ibu mertua mau meninggal. Duh, serem! Saya jadi makin ngeri.


Sumber: Merdeka

Oh, itu dulu. Sewaktu saya masih amat labil dan kebanyakan nonton sinetron. Setelah saya timbang-timbang lagi, mertua adalah gimana menantunya juga. Saya melihatnya dari sikap Alm. Mbah Putri (Ibunya Bapak) kepada Ibu. Setiap dateng langsung disambut dengan suka cita, dimasakin ini-itu, dibeliin apapun-yang-kau-mau. Dan Alm. Mbah Putri itu hebat banget, kalo lagi kangen sama Ibu dan saya langsung aja naik bus antar-kota buat berkunjung ke perantauan kami. Bapak anak sulung dari tiga bersaudara. Saya emang beruntung jadi cucu pertama, juga adik saya yang jadi cucu kedua, sebelum tante melahirkan anak pertamanya.

Nenek dari Ibu juga selalu bersikap baik dengan menantu-menantunya. Dari ketujuh anaknya, orangtua dari Ibu hanya punya satu menantu laki-laki. Menantu paling tampan itulah Bapak. Jadi nenek saya dikelilingi oleh menantu wanita yang semuanya (sepertinya) baik-baik saja. 

Dari banyak peristiwa dalam keseharian keluarga besar saya, perlahan saya mulai bisa 'menerima nasib'.  Ya, kalo mau menerima anaknya apa adanya harus nerima orangtuanya apa adanya juga. Toh dia yang menjadi perantara para suami hadir ke dunia. Dia merawat, dia yang mendidik, dia yang bikin lelaki (kemudian saya menyebutnya 'suami') itu tetap hidup dan bertahan sampe ketemu dengan saya. Saya, perempuan yang merenggut lelaki itu dari tangannya. Maka, saya pikir saya yang harus jadi menantu idaman untuk ibu mertua. 

Bisa saja saya memang menjadi istri ideal untuk suami, tapi apakah saya cukup ideal untuk mertua saya? Ibu mertua bisa jadi kurang menerima perempuan yang serba kekurangan dan selalu menganggap rendah menantunya. Pola komunikasi yang baik mungkin bisa jadi alternatif pencegahan bencana dalam rumah tangga, ya.

Ini kenapa saya ceritanya ngalor-ngidul nggak jelas sih? Ya, salah sendiri temanya tentang mertua. Saya kan belum punya mertua. Lagian ngapain nyusun list mertua idaman. Kalo ternyata mertuanya kelak nggak sesuai dengan harapan malah stress yang ada. Tapi setidaknya saya punya role model menantu yang baik idaman mertua. Sehingga kelak saya bisa bersikap luwes tanpa takut dan canggung lagi menghadapi mertua. Mertua itu sama aja dengan Ibu, kan? Jadi ya perlakuannya nggak ada bedanya dengan memperlakukan Ibu yang punya surga di kakinya. Dan Mama adalah ibu-saya-yang-lain yang memberikan teladan untuk jadi perempuan idaman. Semangat Kartini terbarukan, Ibu, Mama, saya, dan perempuan-perempuan idaman yang lainnya.

12 comments

  1. Dulu sebelum nikah bayangan mertua dibenakku itu juga horor bgt.tp trnyata setelah menikah malah sebaliknya. makanya buruan nikah mak rinda, biar nggak horor lagi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. yeaaayyy... Maaakkk, besok ya kalo tiketnya belom abis :D

      Delete
  2. Ibu mertua salah satu alasan saya memilih suami, dulu ada yg pengen deket tp mama ketemu aku dingin, cuek, aku jd takut, mertuaku...pertama ketemu aku ramah, hangat bikin aku jd jatuh hati

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, semoga hangat terus sampe di surga, ya, Mak.

      Delete
  3. Hahaha, nggak apa berimajinasi tentang mertua yang diinginkan, setidaknya kan punya harapan, siapa tahu segera cepat dilamar :D

    ReplyDelete
  4. Yuhuuuu,, terimakasih ya dah repot-repot riset tentang mertua,

    juga partisipasinya! Kudoakan deh, dapat mertua *eeuh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mertua yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung, ya, Maaaakkk :D

      Delete
  5. semoga dapat mertua yg pas....amin amin :-)

    ReplyDelete
  6. Semoga kita dapat mertua yg perhatian dan baik hati ya Mak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.. oh ya, mak, aku udah bca punya mak vhoy tp gabisa komen... hihi... itu banget yg ada dibenakku. #nemutemensenasib

      Delete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<