Surat Terbuka untuk Emmanuel LEGRAND


Dear Emmanuel Legrand,   
Terimakasih atas surat-suratmu dan kenangan yang masih sangat rapi kamu simpan dalam ingatan. Seperti kamu, tidak mudah bagiku untuk menepis semua rekam jejak kita. Terbayang patung Liberty sampai menara Eiffel. Juga sungai Seine yang tak terlalu ramai dan menghadirkan secercah ketenangan dari kesibukan yang tak ada habisnya. Oh... ya, Selamat untuk pekerjaan barumu. Akan sangat menyenangkan bertemu dengan orang-orang dalam suasana baru. Good luck.


Manu, setiap orang harus bertemu dengan musuh utamanya: kehilangan. Cepat atau lambat, siap atau pun tidak. Seperti halnya kamu, L’Ile Aux Cygnes, Pont des arts, dan juga Le Mur des Je t’aime sudah cukup menyesaki ruang dalam neuron-neuronku. Bukan perpisahan ini yang sebenarnya tidak kamu kehendaki, tapi kekosongan yang menghantui. Terasa kosong dan sangat ingin berlari. Perasaan semacam itu hadir agar kelak kamu punya ruang dengan sejuta rasa. Bisa saja kamu mengisinya dengan melodi cinta yang baru, atau bahkan pelangi yang melengkung di taman bunga yang penuh dengan kupu-kupu. Semua ada saatnya, Manu. Semua akan terbayar indah pada akhirnya.

Kamu ingat kata-kata yang pernah kamu sampaikan padaku di Trocadero? You asked me not to leave you alone again and you promise that you would never let me go. Cinta tak pernah selamanya berlayar di laut yang kita inginkan. Kadang ia menepi untuk menggenapkan takdirnya sendiri. Mungkin yang terjadi kepada kita, tidak seideal yang kita pikirkan. Bahkan kita tak pernah mengharap kerikil sekecil apapun menghalangi langkah kaki. Apalagi tebing curam dan tinggi yang harus kita daki dengan segala kepayahan. Namun ternyata kita harus menerima bahwa di antara kita terlalu banyak perbedaan. Maaf jika aku terlalu pesimis. 

Dear Manu,
Dalam hidup selalu ada banyak pilihan yang harus diambil, dan aku akhirnya memilih untuk berbahagia dan mendengar apa yang hatiku inginkan. To love with an equal partner, and to subordinate oneself formation of a new subject : a "we". Aku harap kamu pun demikian. Maaf untuk surat-surat yang tak terbalas, juga telepon yang tak terjawab. Berakhirnya kita bukanlah pilihan, Manu, ini suatu keharusan. Kita bisa saja berteman, tapi tidak dengan terus menerus menziarahi kenangan. Cobalah ... berhentilah bernostalgia dengan rasa, di depanmu telah banyak kesempatan dan peristiwa yang tersia-sia.



 Salam,
 Kirana Rahayu Puteri



8 comments

  1. Replies
    1. Banget, Maaakkk.... tapi da gimana lagi atuh, kalo jodoh juga dia bakal mepet lagi #eh

      Delete
  2. Replies
    1. Awww... makasih, Maaakkk... akunya mah enggak indah, ya... hihi

      Delete
  3. Kisahnya kok mirip kayak aku dengan mantanku. Kurang lebih seperti itulah pesan yang ia tulis padaku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh..yaaa...? tapi sekarang sudah menemukan kebahagian dan move up dari kepingan-kepingan kenangan kaaannn?

      Delete
  4. Baru kali ini nemuin yang indah kayak gini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Indah, ya, Bang? Kok aku mewek yaaa... sedih ini mah, Bang :(

      Delete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<