K I T A

Dear, aku tidak akan lagi bicara mengenai ‘anatomi rasa’. Entah mengapa otakku belum bisa mencapai pemahaman kata yang kamu cipta. Tapi satu yang aku sangat paham, ketidakpahamanku ini adalah salah satu upaya untuk memahami kamu sepenuhnya.
Terimakasih untuk telah berusaha melahirkan larik-larik kata yang belum pernah bisa kamu selesaikan. Kamu bilang, dulu kamu bisa. Maka aku yakin sekarang dan sampai kapanpun kamu akan mampu menggambarkan apa-apa yang kamu pikir dan rasakan dalam rangkaian kata-kata dan bahasa, sebagaimana apa yang sedang kamu coba. Aku yakin kamu terlalu kuat untuk menyerah begitu saja pada kerancuan otak yang mencoba menjadi alasanmu menghentikan semua upaya. Tapi tidak daya, dear. Daya itu selalu ada dan bahkan bertambah dari masa ke masa.

Dear, sebenarnya aku sungguh paham, bahwa sebagai lelaki kamu layak mendapatkan penghormatan dan penghargaan. Terkadang aku bahkan menyadari bahwa ruang ego (beberapa) lelaki lebih luas daripada perempuan. Tapi kamu tidak pernah meminta untuk diberikan penghormatan dan penghargaan sebesar yang kamu harus dapatkan. Kamu juga tidak melulu ingin menang sendiri dalam setiap debat kita walau hanya canda pengisi waktu (yang di-) luang (kan). Padahal aku beberapa kali sadar, bahwa aku terkadang salah. Tapi kamu selalu membenarkan bahwa aku tidak pernah ditakdirkan untuk salah apalagi mengalah. Aku selalu merasa benar dan menang di atasmu, apalagi aku lebih muda dari kamu. Maaf, beberapa kali aku amat keterlaluan. Egoku selalu membadai, tapi kamu tidak pernah bosan jadi pihak yang selalu mengalah. Eh, tapi ada kalanya aku selalu kalah. Seperti ketika kamu memintaku segera pulang malam ini. Seperti biasa, nada bicaramu tidak mampu membuncahkan bantahan apapun dari mulutku. Apakah kamu sadar, dalam ‘kita’, itulah warna?
Kamu masih ingat konsep ‘kita’ yang dulu pernah kamu ucapkan? Apakah masih lekat dalam benakmu apa perbedaan ‘aku’, ‘kamu’, dan ‘kita’? Aku ada setelah kamu ada. Namun, aku bisa ada tanpa adanya kamu. Kamu juga bisa bertahan tanpa aku. Tapi tidak ‘kita’. Kita tidak akan ada tanpa kamu, pun tanpa aku. Kita tidak bisa berdiri sendiri jika hanya ada aku atau kamu. Maka untuk itulah aku selalu berbagi. Pun kamu. Berbagi pemikiran, pemahaman, dan ego yang biasanya kita pendam dalam-dalam. Karena kita bukan hanya milikmu, bukan hanya milikku. Ini semua tentang aku dan kamu.
Dalam ‘kita’, aku dan kamu harus siap ‘menerima’. Karena pemikiranku dan pemikiranmu tidak selamanya sejalan. Kemauanku dan kemauanmu tidak melulu padu. Tapi dalam kita, kamu dan aku harus mengutamakan kepentingan ‘kita’. Bukan urgensimu atau urgensiku.
‘Kita’ adalah wadah dimana aku dan kamu selalu siaga. Saling memberi, menerima. Saling menguatkan dan menopang. Saling mengingatkan dan meluruskan. Karena dalam ‘kita’ ada tujuan yang mulia. Karena dalam ‘kita’ bahagiamu adalah bahagiaku juga. Bukankah itu artinya kita saling menjaga? Karena aku dan kamu adalah kita yang saling merasa.
Dear, aku selalu berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengirimkan seorang kamu untuk menggenapiku. Ah, andai kamu masih setia untuk bercanda atau berdebat kusir yang (sedikit) manis seperti biasa. Selamat tidur, jangan bermimpi jika itu membuatmu semakin lelah. Bangunkan aku dengan aroma seduhan susu dan setangkai bunga esok pagi, ya. See you.



Kerajaan Kecil Vita, pada detik ke-48.556.800 'kita'

2 comments

  1. busettttt, beneran tuh itungan detik nya ??? ga percaya :D
    hehehe ...
    proud with u

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beneran itu. kemrin 562 hari berapa menit gitu, agak lupa lg sekarang :D
      proud with apanyaaaaaaaa

      Delete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<