Tepe-Tepe; I don't need this fucking bullshit!

Mengenai isi kepala terkadang memang tidak cukup diungkapkan dengan satu atau dua kalimat saja. Ada kalanya suatu pernyataan butuh penjelasan yang berkepanjangan. Seperti status Facebook saya pagi ini, misalnya. 


Saya mulai jengah (lagi) dengan beberapa 'sekilan' dan flirting yang nggak jelas. Menurut saja itu so "apa banget, sih?!". Dalam status saya jelas saya katakan bahwa saya bersyukur bahwa mereka masaih mau memperhatikan atau sekedar menyapa. Di sisi lain ada kalanya saya kesal dengan SMS tiba-tiba yang hanya berbunyi:

"Lg pa bu" (tanpa tanda tanya dan tanpa nama sang pengirimnya. Dan lagi saya belum ibu-ibu).

"Jgn lupa maem ea... udh mandi, kan?" (Siapa, elo? Please, saya bukan lagi teenager).

"Lembur, bu?" (dan setelah saya jawab, dia kembali mengetikkan pertanyaan pada chat Facebook) "emg penting ya" (Helloooo... seharusnya saya yang bertanya, emang penting, ya, saya lembur atau enggak. Mengerjakan suatu hal yang penting atau enggak menurut anda? Toh menurut saya ini penting).

... dan beberapa obrolan lain yang jika saya teruskan mengobrol dengan mereka malah membuat naik darah. 

Saya pikir kecerdasan seseorang bisa dilihat melalui cara orang dalam memulai pembicaraan atau menanggapi obrolan. Demikian juga dalam sosial media. Meskipun orang cerdas cenderung menyenangkan, namun bisa jadi juga menyesatkan seperti yang dikatakan oleh Kak Andri dalam komentarnya pada status saya.Benar juga kita tidak pernah tahu kemungkinan-kemungkinan yang terjadi setelah kita mengobrol atau meladeni obrolan yang kita pikir tidak penting dan bahkan menjustifikasi bahwa obrolan itu tidak cerdas. Tapi dalam beberapa kasus yang kita sudah tahu seperti apa kepribadian seseorang dan apa tujuan orang tersebut mengobrol kosong. Studi tentang manusia dan hubungan sosialnya memang tidak pernah selesai. Bisa jadi saya salah dengan tesis saya tentang obrolan cerdas itu. 

Saya pikir pria cerdas itu seksi. Seksi bukan karena six pack atau one pack bentuk perutnya. Bukan karena rambut-rambut di dadanya. Atau jenggot dan kumis yang saya pikir justru menggelikan. Bukan isi dompetnya atau isi yang lainnya. Tapi isi kepalanya. Isi kepala dengan berbagai pemikiran luar biasa. Juga isi hatinya yang terpancar dari wajahnya. Kesalehan dan kecerdasan gampang saja dinilai oleh manusia lemah seperti saya. Mereka selalu saja mampu membuat saya meleleh. Meski entah menurut Tuhan seperti apa.

I don't need this fucking bullshit! Kalau anda ingin mengajak saya ngobrol atau diskusi, dengan senang hati saya akan menanggapi. Kalau hanya mencela atau basi-basi, lebih baik tidak usah buang waktu, pulsa, atau data internet anda. Carilah pengantar diskusi yang lebih cerdas dan terlihat berwibawa. Anda bukan buku diary di mana saya harus selalu melaporkan agenda saya. Saya sudah cukup punya keluarga, kekasih, dan para sahabat yang selalu siaga.

Saya pikir jika komentar saya tidak menyenangkan, atau bahkan saya tidak menanggapi sama sekali, anda cukup tahu bahwa saya tidak ingin dirayu. Saya cukup tahu mana pria dengan jam terbang tinggi, dan mana yang sekedar berhenti pada basa-basi.

Sombong sekali saya, ya? Memang kesombongan itu relatif. Tentu ada maksud tertentu saya mencegah anda bertindak lebih jauh dari sekedar tepe-tepe. Jika begini saja dikatakan sombong, anda adalah orang berpemikiran sempit.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<