Rumput Saya Lebih Hijau Dari Rumput Tetangga

Tuhan, hanya inilah penghormatan yang bisa kuberi
dalam harap cahyamu akan terus menerangi
ampuni kami
tak semua nikmat-Mu mampu kutulis dengan darah dan jari


Seujung kuku nikmat Tuhanku


وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Artinya: "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” QS Ibrahim: 7

Ditantang untuk menuliskan rasa syukur terhadap nikmat Allah menurut saya bukan hal mudah. Tak banyak nikmat yang telah saya syukuri sedangkan saya sendiri tahu bahwa nikmat-Nya tak terukur. Apakah saya termasuk kufur? Entahlah. Namun sebisa mungkin saya menyukuri apa-apa yang telah Allah berikan. 

Bersyukur merupakan salah satu ujian dari Allah. Manusia dikaruniani banyak kenikmatan dan diberitahu cara memanfaatkannya. Sebagai balasannya, manusia diharapkan untuk taat kepada penciptanya. 

Mendengar suara alarm atau telpon dipagi hari berarti saya masih diberikan jatah hidup (lagi) dan ada yang peduli agar saya bangun pagi, beribadah, dan bergerak supaya produktif. Meskipun badan rasanya lelah dan pikiran stress itu berarti saya masih bisa beraktivitas. Saya masih bisa berpikir dan mencari jalan keluar untuk berbagai masalah yang saya hadapi. Diberikan ujian berupa masalah-masalah pun harusnya saya masih bersyukur karena itu berarti Allah ingin saya naik level. Allah membuat saya percaya bahwa saya bisa melewatinya.

Jika ada masalah yang tampak sangat berat, saya sering bernyanyi. Thank God saya masih bisa bernyanyi, melafalkan kata dalam beberapa bahasa, dan saya masih bisa mendengar. Saat itulah saya sadar bahwa  masalah yang saya hadapi tidak lebih buruk daripada suara saya sendiri. Konyol...? Mungkin. Why so serious...?! :)

Saya juga sering membereskan kamar kos dan berbagi tempat tidur dengan beberapa orang. Namun saya bersyukur masih ada kawan-kawan yang sudi bertandang, bahkan sampai menginap. Mereka juga selalu membawa cerita-cerita tentang pengalaman seru dan pelajaran baru. Tidak masalah kamar kos jadi berantakan dan berisik selama tidak mengganggu tetangga.

Nikmat berupa waktu dan kesehatan sering kali disepelekan. Di usia saya yang menjelang seperempat abad ini saya sendiri bingung, sudah saya manfaatkan untuk apa saja waktu yang Allah berikan. Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan, banyak manusia menjadi merugi gara-gara dua kenikmatan ini, yaitu; nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang.” (H.R. Bukhari)

Bahkan sampai saat ini saya masih belum mampu mandiri. Saya masih bergantung dengan orang tua. Shortly, saya masih terlalu manja. Orang-orang diluaran sana seumuran saya sudah bisa hidup sendiri, mengurus anak, dan bekerja keras. Sementara saya, mengurus diri sendiri saja masih belum becus. Alhamdulillah orang tua saya selalu memberikan kebebasan bagi anak-anaknya. Kami diberikan kebebasan dengan tetap diberi arahan dalam menentukan masa depan. Saya pun berusaha bertanggungjawab terhadap apa-apa keputusan yang saya ambil.

Saya tidak berlatarbelakang keluarga berada. Sewaktu SD, saya pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Masuk SMP, saya pergi ke sekolah dengan menaiki sepeda jenki dengan jarak sekitar 3 km. Ketika masuk SMA yang jauh dari kampung, saya menebeng seorang kawan yang pergi naik motor. Saya membonceng dan mengisikan bensin. Sesekali saya juga diantar bapak sampai dapat angkot. Jarak dari rumah ke sekolah saat itu sekitar 20 Km. Saya harus bisa mengatur waktu agar tidak terlambat sampai di sekolah. Saat kuliah S1 saya pergi ke kampus yang berjarak sekitar 25 Km dari rumah nenek. Saya harus naik bus antar kota, kemudian naik angkot. Saya bersyukur tidak harus berjalan jauh dan waspada dengan keberadaan buaya seperti Lintang dalam kisah Laskar Pelangi. Tidak juga harus bertaruh nyawa melewati jembatan dengan meniti tali. Tidak juga harus berganti sepatu dengan adik yang pergi ke sekolah siang hari.

Nah, saat ini saya pergi ke kampus dengan bersepeda. Sepeda itu saya beli dari jatah bulanan beasiswa S2. Sepeda itu saya beri nama "Seli Wimy". Jarak dari kos ke kampus memang tidak jauh, sekitar 15 menit saja bersepeda santai.  Alhamdulillah saya tidak harus berjalan kaki ke kampus. Dengan bersepeda saya juga bisa berolahraga dan tidak menyumbangkan emisi gas buang beracun kendaraan bermotor.

Masyaallah... terlalu banyak nikmat yang tidak mampu saya runut satu persatu, Semuanya harus saya syukuri. Rumput saya lebih hijau dari rumput tetangga. Setidaknya ungkapan itu yang bisa memuaskan saya. Saya manusia biasa yang tidak pernah puas. Semoga rasa tidak pernah puas itu akan selalu mengantarkan kita untuk senantiasa berbuat lebih baik, berusaha lebih kuat, dan tawakal kepada Allah. Meski bagaimana pun, saya harus meyakini bahwa apa-apa yang dianugerahkan kepada saya adalah yang terbaik untuk saya. Apapun itu. Mudah-mudahan kita termemotivasi untuk senantiasa mensyukuri semua nikmat Allah dengan syukur yang sedalam-dalamnya.

Allahumma a’innii ’ala zikrika wa syukrika, wahusni ’ibaadatika
Ya Allah tolonglah kami untuk selalu ingat kepada Mu, untuk selalu bersyukur kepada Mu, dan untuk selalu memperbaiki ibadat kepada Mu. Aamiin. (Doa yang diajarkan Nabi Muhamad SAW kepada sahabat Muadz ra).

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<