Hidayah tidak dapat diminta, tapi bisa saja ditolak. Tapi masak iya, pemberian ditolak?! Dengan
Berbagai cara Allah memberikan hidayah bagi umatnya. Ada yang harus melalui
masa lalu kelam, ada yang memang sudah ditatar untuk menjadi anak soleh dan
solehah sejak dalam kandungan. Pun tidak menjamin anak seorang ustadz kenamaan
mempu menempuh jalan hidup sesuai tuntunan Alquran dan hadist. Who knows...?! Allah selalu punya hak preogatif.
Seperti kisah seorang kawan yang baru saja saya kenal
beberapa hari. Memang kami baru kenal beberapa hari, namun intensitas
komunikasi kami cukup tinggi. Saya salut dengan beliau. Menjadi bagian dari
kaum minoritas di Hongkong selama delapan tahun lamanya. Bahkan hidayah itu
datang di negara tersebut. Bukan di Indonesia dengan mayoritas muslimnya. Tapi
Allah berhak memilih siapa saja hambanya yang beruntung akan sebuah hidayah dan
dengan cara apa.
Artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).
Mbak R, inisialnya. Ia datang ke Hongkong sebagai Tenaga
Kerja Indonesia (TKI). Selama delapan tahun (2006-2013), menurutnya akhir tahun
2013 adalah yang paling membawa berkah. Sebagai seorang nanny (pengasuh anak), ia mendapatkan hidayah yang memutar pola
pikirnya mengenai akhlak seorang muslimah.
Ia bekerja selama 6 (enam) hari dalam seminggu, ia hanya
mengingat Allah ketika dirundung masalah saja. Hari liburnya diisi dengan
kegiatan modelling, atau sekedar konkow bersama dengan crew hip hop dance-nya, window shopping, atau kegiatan lain yang
bersifat duniawi semata.
Hidayah itu datang melalui seorang pria yang bermaksud ingin
mengenal lebih dekat (ta’aruf)
dengannya. Kala itu orang tuanya di Surabaya tidak merestui niatnya untuk
membina rumah tangga bersama pria tersebut. Masalahnya pria tersebut tinggal di
negara berbeda dan tidak ingin menetap di Indonesia. Sebagai warga negara yang
baik, Mbak R tentu sudah sangat cinta terhadap tanah airnya dan ingin kembali
ke Indonesia suatu saat nanti.
“Anda Islam?” tanya pria itu.
“Iya,” jawab Mbak R mantap.
‘Bukankah Islam mewajibkan unutk berhijab? Dan anda akan
terlihat lebih indah sebagai wanita kalau berhijab,” Mbak R meresapi kata-kata
sarat makna yang diucapkan pria itu.
Lambat laun ia menangis mengingat ke-Islam-KTP-annya selama
ini. Ia menyadari bahwa kehidupannya sangat jauh dari ajaran Rasulullah SAW. Bergaul
dengan lawan jenis tanpa mahram (khalwat),
cinta dunia (hubuddunya), dan kufur nikmat.
Alhamdulillah ...
meskipun Mbak R hanya dipertemukan sesaat dengan pria itu, tapi yang paling
penting adalah Allah mengirimkan hidayah kepadanya melalui pria itu. Cinta Mbak
R kepada Allah tetap tak lekang, bahkan terus bertumbuh seiring waktu. Awalnya pria
itu berpikir bahwa Mbak R berhijab karena dirinya. Namun Mbak R menegaskan
bahwa meskipun mereka tak berjodoh, bukan berarti ia akan kembali lagi ke jalan
yang salah.
“There is no way to turn back for a such a way in my life anymore, ever
and never,” katanya pada pria itu.
Mbak R kini menemukan kehidupan baru dan saudara-saudara
baru. Ia sadar keputusan besarnya ini akan membuat teman-teman lamanya menjauh,
tapi ada yang lebih penting dari sekedar dunia modelling dan hura-hura. Ada yang tertanam dalam hatinya kini. Ya,
IMAN, yang selalu mengatakan bahwa perjuangan hidup ini akan berhenti pada satu
stasiun akhir. Akhirat. Dunia hanya ladang untuk mencari bekal ke akhirat
sampai kematian digariskan olehNya.
Barakallahu fiikum
...
Semoga bermanfaat, saya hanya menyampaikan suatu yang haq ,soal hidayah dan taufiq hanya Allah yang berhak memberi kepada hambaNya lewat jalan dan kondisi yang sedemikian rupa.
Semoga bermanfaat, saya hanya menyampaikan suatu yang haq ,soal hidayah dan taufiq hanya Allah yang berhak memberi kepada hambaNya lewat jalan dan kondisi yang sedemikian rupa.
*Seperti diceritakan Mbak R kepada Rinda Gusvita
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<