Bertualang Bersama Blogger Murtad

Mengikuti kegiatan Kopdar Blogger Nusantara tanpa ada seorang pun kawan apa enaknya, sih? Tapi itulah yang biasanya membuat pengalaman baru saya semakin berkesan. Tentu ini bukan kali pertama saya kopi darat dengan berbagai komunitas sementara belum ada seorang pun dari komunitas itu yang saya kenal.

Gagal merayakan sesuatu karena seseorang tidak bisa datang bertandang ke Jogja itu really something (baca: sesuatu sekali). Untuk mengalihkan sedikit perhatian pada penelitian yang tidak kunjung menampakkan titik terang, mendingan kopdaran. Meskipun ijin kepada panitia untuk tidak ikut ke Tembi karena alasan persiapan seminar kemajuan tesis itu sepertinya tidak logis. Akhirnya aku tetap datang ke Joglo Abang karena jadwalnya berubah. Acara tidak jadi digelar di Keraton, tapi di Joglo Abang yang entah dimana itu.



Awalnya aku ingin menyewa motor dan berkelana mencari Joglo Abang sendirian. Tapi karena langit semakin gelap dan rute menuju kesana melewati ring road, akhirnya aku menyewa ojeg. Bapak ojeg yang baik hati inilah yang dengan sabar menanti dan kubuat bingung dan berputar-putar. LO-ku tidak memberikan ancang-ancang Westlake Resto, tapi malah memberikan arahan yang membuatku sedikit pusing. Tapi pas dicari ternyata rutenya tidak terlalu sulit. Hanya disampaikan dengan bahasa yang berbelit sehingga keningku sedikit berkerut. Ketika melewati sawah-sawah sepanjang Selokan Mataram, aku mulai khawatir, jangan-jangan aku nyasar...! Lantaran sedikit ragu mengingat peribahasa "Malu bertanya akhirnya jalan-jalan", aku memilih bertanya kepada penduduk sekitar daripada lempar koin untuk mengundi nasib.

"Pak, Joglo Abang itu dimana, ya?"

"Oh, ini udah deket, mbak, mbak-nya ke barat aja, nanti terus aja, ketemu yang lagi dangdutan. Nah, itu Joglo Abang.

Dahiku berkerut. Aku berpikir. Aku disorientasi terhadap arah mata angin. Kenapa orang-orang disini (baca:Jogja) selalu menggunakan arah mata angin untuk menunjukkan lokasi sedangkan mereka mungkin tahu mungkin juga tidak tahu bahwa aku tidak pernah membawa kompas. Namun karena jiwa petualangku yang tinggi, maka aku memberanikan diri dan (sok) meyakinkan kepada Bapak Ojeg bahwa kami tidak akan tersesat. Dan janji Tuhan itu pasti, dan aku juga yakin aku pasti menemukan Joglo Abang yang sedang di'goyang'. Kan katanya lagi dangdutan.

Selidik punya selidik, ternyata panitia belum mengomunikasikan dengan penduduk sekitar bahwa akan ada sekitar seribu lima ratus orang yang tumplek dilingkungan mereka. Pantas saja beberapa penduduk masih tampak kebingungan. Maklum, run down acara pun sangat fleksibel dan kerap berganti-ganti. Mambaca run down yang dirilis panitia pagi hari-H aku pikir pasti akan membosankan sekali. Duduk disuatu tempat mendengarkan ceramah bukan pilihan yang baik untuk menikmati kegiatan kopi darat yang seharusnya menyenangkan. Ah, mungkin terlalu banyak sponsor, jadi banyak pula comercial break. Ternyata hal itu dirasakan pula oleh tiga orang teman baruku.  

Hal yang paling incredible adalah petualanganku bersama 'Tiga Blogger Murtad' ini yang benar-benar baru kenal di acara kopdar. Maaf jika ada pembaca yang kurang berkenan dengan sebutan diatas, tapi itu tercetus begitu saja ketika mereka bertiga memutuskan untuk ikut pulang bersamaku.


Yeah... belum ada lima belas menit aku berada dilokasi tersebut, aku sudah bertemu tiga orang teman dari Jakarta. Sehingga kami membentuk formasi kwartet empat sekawan tinggal tunggu saja ada produser yang menawari rekaman. Nah, kan mulai ngelantur! Teman baruku (yang-tidak-perlu-disebut-namanya) ternyata orangnya 'rame' semua. Thank God for sending them diwaktu dan saat yang tepat.

Baru kenal beberapa jam saja kami sudah terasa seperti teman akrab yang lama tidak bertemu dan merasa bahagia tak terkira karena dipertemukan dalam acara itu. Sampai-sampai titik jenuh kami pun tarafnya hampir sama. Kami memutuskan untuk berkelana tepat setelah selesai pementasan Tari Bedana yang berasal dari Lampung Tercinta. Ini cukup membuatku merasa kembali kemasa lalu ketika aku (masih) membawakan tarian tersebut dengan riang gembira. Juga menghadirkan rindu yang semakin menggebu didalam kalbu pada ibuku (baca: homesick).

Kami menyusuri Selokan Mataram, dan untuk pertama kalinya aku menyetop mobil yang lewat dan berharap mereka memberi tumpangan. As we know, lokasi Joglo Abang sangat jauh dari pusat keramaian dan akses transportasi umum. Kami memberanikan diri menebeng dan setelah melalui pertimbangan yang sangat panjang ketiga temanku memutuskan untuk ikut denganku dan menginap di kamar kosku yang biasa kuperkenalkan kepada tamu sebagai "Kerajaan Kecil Vita". Hal yang sangat kami syukuri kala itu adalah bahwa si pemilik mobil rela mengantarkan kami sampai ke kos meskipun rumah yang ditujunya sudah terlewat jauh. Awalnya kami memita agar diturunkan di Shelter Trans Jogja, tapi mereka baik sekali hingga mengantar kami sampai ke kos.

Setelah makan malam, kami menyusuri jalanan kota yang sangat padat dengan kendaraan. Seperti biasa, aku mengutuk kota dengan lalu lintas yang ramai dan padat kendaraan sampai tidak bisa bergerak seperti itu. Kota Jogja seperti lautan manusia. Andai saja orang-orang itu mau naik angkutan umum saja, pasti tidak akan macet dan membuatku hampir gila. Selain karena pembukaan kegiatan Sekaten di Alun-alun Utara, kemacetan itu dipersembahkan oleh seribu lima ratus blogger dan partisipan POMNAS yang tumplek di Jogja.

Gara-gara macet, kami sampai di Jalan Malioboro pukul sembilan malam. Itupun setelah diturunkan di Jalan Mataram karena bus Trans Jogja yang kami tumpangi tidak bisa bergerak jika melewati Jalan Malioboro. Awalnya teman-temanku ingin membeli oleh-oleh, tapi ternyata toko sudah beranjak ditutup. Akhirnya kami terus berjalan ke selatan, memasuki Benteng Vredeburg yang sudah tutup dan tidak bisa diakses. Lalu kami menuju KM 0 untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke alun-alun. Satu keinginanku yang telah terwujud berkat mereka adalah berfoto bersama hantu-hantu KM 0. Setelah sekian lama aku ingin sekali berfoto bersama hatu-hantu asli Indonesia sampai hantu impor. Sayangnya kali ini nggak ada Tuan Dracula yang biasanya necis dan cool.
Kami terus berjalan sampai di alun-alun utara. Jalanan menuju kesana penuh sesak oleh manusia dan klakson-klakson kendaraan. Entah apa yang menyebabkan orang-orang begitu menyenangi pasar malam. Terlebih dengan kondisi padatnya manusia, hingar bingar musik, dan suara-suara lainnya membuat kepalaku pusing. Beruntung teman-temanku juga tidak tertarik dengan kondisi ramai seperti itu. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Alun-alun selatan.Dalam perjalanan menuju Alun-Alun Selatan, kami melihat seorang perempuan dengan name tag tergantung dileher berjalan seperti kebingungan. Namun dia segera hilang ditelan lautan manusia. Waktu itu kira-kira pukul sepuluh malam, sementara panitia menjanjikan penjemputan di Halte Ngabean pukul sembilan. Kami mempunyai dugaan bahwa dia adalah peserta yang terpisah dari peserta lainnya. Semoga dia baik-baik saja. Khawatirnya ponselnya mati sehingga dia tidak bisa menghubungi panitia.

Sampai di alun-alun selatan, arlojiku sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Kami duduk-duduk disana menikmati keramaian yang sama sekali tidak nikmat dan sepeda tandom berbentuk warna-warni sambil menikmati wedang ronde. Tidak terlalu lama disana, kami segera memesan taksi dan pulang ke Kerajaan Kecilku.

Berjalan kaki dari Jalan Mataram belakang Mall Malioboro sampai ke alun-alun selatan tidak bisa dianggap sepele. Selain jauh, kami juga harus berjejalan dengan manusia-manusia lainnya dan juga kendaraan. Oleh karena itu kami ingin segera merebahkan diri dan beristirahat untuk menyiapkan fisik bagi petualangan keesokan harinya.

Setelah sarapan pagi, sedikit terlambat dari jadwal yang telah ditentukan, kami menuju portable shelter Bus Trans Jogja untuk menuju Terminal Jombor. Dari sana, kami menumpang bus Cemara-(something) untuk mencapai Terminal Borobudur. Target awal, kami harus meninggalkan borobudur sebelum dzuhur karena kami masih harus berbelanja oleh-oleh di Malioboro dan menyambangi Taman Sari. Alih-alih patuh pada target, masing-masing dari kami malah asyik foto-foto, setelah itu sibuk berbelanja di pasar di kawasan candi. Alhasil, kami baru meninggalkan kawasan Borobudur pukul dua siang. 

Kami (khususnya ketiga temanku) harus membayar keterlambatan jadwal dengan membeli oleh-oleh apa yang ada di Pasar Borobudur, juga di kios pia dan minimarket yang terletak di depan gang menuju kosku. Namun ternyata mereka sudh mempunyai rencana untuk menyiasati kemungkinan ketinggalan kereta. Mereka mengontak teman lama masing-masing yang kuliah di Jogja untuk bisa mengantar mereka menuju Stasiun Lempuyangan yang tidak terlalu jauh dari Kerajaan Kecilku. 

Teman-temanku ini seperti memiliki kisah yang belum usai dengan memori bersama teman lamanya yang mungkin akan menjadi masa depan. Meskipun hanya bertemu sebentar sebelum mereka kembali ke ibukota, setidaknya mereka telah merajut kembali silaturahmi yang telah lama kendur. Demikian juga pertemuan dan kebersamaan kami selama dua hari satu malam, semoga akan berlanjut sampai kapan pun dengan petualangan-petualangan dan pengalaman yang lebih berkesan. Semoga mereka bertiga tidak kapok menghadapi tour guide yang payah ini. Siapa tahu suatu hari nanti kita bisa ke Desa Tembi. Terimakasih Tuhan yang telah merencanakan pertemuan kami melalui Blogger Nusantara :)


Cerita ini turut memeriahkan Lomba Menulis Kreatif Blogger Nusantara 2013

6 comments

  1. Heeeiii..heeeeiii...
    Frasa macam apa ituu..??

    Kita bukan murtad, hanya sedikit agak nakal,,, qkqkqkqk

    dan saya suka ini :
    Teman-temanku ini seperti memiliki kisah yang belum usai dengan memori bersama teman lamanya yang mungkin akan menjadi masa depan. Meskipun hanya bertemu sebentar sebelum mereka kembali ke ibukota, setidaknya mereka telah merajut kembali silaturahmi yang telah lama kendur.

    :D

    ReplyDelete
  2. segenap panitia mohon maaf atas segala ketidak nyamananya ya mas :)

    dan kami mengucapkan terimakasih telah jauh2 datang untuk event BN

    :)

    ReplyDelete
  3. waahh..sepanjang postingan ane ga berhenti senyum-senyum bin terharu
    Rencana Tuhan yang sungguh indah, memberikan segores memori di akhir tahun
    Like this..like this ^_^

    ReplyDelete
  4. Mesam-mesem sendiri awas kelabasan, Siti. Kita tunggu saja kabar baik dari Lili, mana tahu kita diundang jalan-jalan dikampungnya yang nggak kalah menawan. Siapa tahu juga ada cerita yang berlanjut dari Qona dan teman SMA-nya juga. Atau Siti dengan teman Lili yang baru aja kenalan...ah...apa sih yang nggak mungkin?! :p

    Mas Jarwadi, maaf kami nakal, ya, mas. Terimakasih kepada segenap panitia, mohon khilaf kami dimaafkan :)

    ReplyDelete
  5. tak kirain murtad benaran ....heheheehe

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<