Berbaur Tanpa Melebur di Lampung Timur

Aku sangat menggilai buku. Aku mampu bertahan didalam rumah dengan persediaan logistik semacam beruang sedang berhibernasi jika aku ditemani buku-buku bermutu. Selain itu, aku juga hobi jalan-jalan, bahasa kerennya travelling. Siapa sih yang tidak suka membaca, jalan-jalan, dan mendengarkan musik? Kasihan sekali, sepertinya ia melewatkan tiga kenikmatan dunia. 

By the way hobiku mainstream sekali, ya? Hobi yang juga dipunyai banyak orang. Eits, siapa bilang? Aku mempunyai spesifikasi sendiri mengenai kegemaranku ini. Buku misalnya, aku lebih suka membaca buku yang tidak terlalu banyak dibaca oleh orang lain. Apa bedanya isi otakku dengan kebanyakan orang jika begitu? Ingat strategi marketing : Be first, be best, or be different. Saya lebih condong kepada anti-mainstream untuk menjadi berbeda dengan orang kebanyakan. Dalam hal musik, aku suka musik indie  dan jazz, mereka lebih tampak berbeda dan berkualitas. Dalam urusan travelling, nih, aku lebih suka pergi ketempat-tempat yang tidak banyak dieksplorasi oleh terlalu banyak orang. Aku penganut paham "wisata minat khusus". Tentu pengalaman travelling ditempat yang sulit dijangkau, suguhan objek yang menawan, dan tidak banyak dikenal orang, akan memberikan kesan yang sangat mendalam. Syukur-syukur kemudian bisa mempromosikan lokasi yang belum tereksplorasi itu. Salah satu daerah yang berkesan bagiku ada dalam label ini.

Aku sempat beberapa kali gagal pergi keluar negeri. Paspor yang kubuat dengan tergesa-gesa alhasil  belum "berguna" sampai saat ini. Pesan yang kuambil adalah bahwa negaraku ini saja belum habis semua kusambangi, belum pudar pesonanya yang menanti untuk kunikmati. Mudah-mudahan ini bukan pembelaan karena aku beberapa kali belum berhasil pergi keluar negeri, belum diberi jalan untuk menjadi diplomat sebagaimana cita-cita masa kecilku. Miris: pengen jadi diplomat jebol SPMB-nya pilihan ketiga, Teknologi Hasil Pertanian.

Entah kenapa aku memilih untuk menceritakan pengalamanku menelusuri sebagian kecil wilayah Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Terakhir kali aku kesana sekitar akhir tahun 2010 saat aku merasa sangat jengah dengan scriptshit skripsi. Saat itulah aku merasakan hidup bersama masyarakat yang sangat sederhana, anak-anak sekolah dengan kaos kaki bolong, sepatu robek-robek, baju kucel, ingusan, dan hanya makan sayur tanpa lauk, serta mandi di sungai. Tentu saja kami harus hidup bersama masyarakat tanpa menelan bulat-bulat paham yang dianut masyarakat setempat. Justru sebaliknya, kami harus mampu mengubah gaya hidup mereka yang kurang aware terhadap kesehatan untuk lebih peduli.

Mungkin banyak yang belum tahu bahwa di sepanjang daerah aliran sungai besar yang ada di Lampung banyak ditemukan situs-situs arkeologi yang menjadi  saksi peradaban nenek moyang kita. Objek yang kumaksud adalah Taman Purbakala Pugung Raharjo yag merupakan situs purbakala yang terletak di Desa Pugung Harjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Untuk mencapai lokasi ini, dibutuhkan waktu sekitar satu setengah jam dari Bandar Lampung. Konon lokasi ini dianggap angker oleh masyarakat sekitar karena masih berupa hutan. Baru kemudian sekitar tahun 1954, para transmigran yang berasal dari Pulau Jawa menjamah lokasi ini. Jadi, masyarakat dilokasi kebanyakan adalah keturunan suku Jawa dan Bali. Mereka pula yang menemukan berbagai artefak dilokasi hutan angker tersebut.

Kami berdua adalah rider andal yang telah terbukti disegala medan!
Ketika itu, aku dan tiga orang kawan yang sedang menjalankan program CSR sebuah perusahaan air mineral multinasional iseng-iseng kelayapan. Kami mengendari dua sepeda motor yang kami sewa dari penduduk dikampung dampingan kami. Lantaran hanya ada dua orang yang bisa mengendarai sepeda motor, aku harus rela memegang kemudi setiap hari. Waktu itu akhir tahun, entah Oktober, November, atau Desember, yang jelas hujan sangat agresif mendatangi kami. Basah kuyub bukan halangan, bahkan aku sempat mendorong motor karena pecah ban. Maklum, waktu itu jalanan aspal begitu rata rusaknya. Sekarang jika kawan-kawan pembaca ingin berkunjung kesana, jangan khawatir, jalanan sudah agak diperbaiki.
Beberapa sungai besar melintasi Kabupaten Lampung Timur dengan debit air tinggi

Numpang eksis dulu dengan sesama pengguna jalan dan jembatan

Untuk menyebrang menggunakan jembatan gantung ini, kita harus mengantri
Selain jauh dari  kampung dimana kami tinggal, kawasan sekitar sering disebut-sebut sebagai kawasan rawan kejahatan. Sudah banyak yang menganggap bahwa beberapa kawasan di Lampung rawan penodongan, perampokan, dan lain sebagainya. Namun faktanya, kami Alhamdulillah kembali kerumah dengan selamat tanpa kurang suatu apapun setelah dua bukan mondar-mandir dikawasan yang katanya rawan itu. Jika mudik lebaran ketika aku masih kecil dulu, keluarga kecilku yang tinggal di Kecamatan Palas, Lampung Selatan memilih rute melewati kawasan yang katanya rawan ini untuk mudik natal ke Bandar Jaya Lampung Tengah. Bapak sebagai pengendara motor ulung, Alhamdulillah selalu meyakinkan kami bahwa kami semua akan selamat. Jadi jangan takut, ya, jika ingin jalan-jalan di Lampung! 

Aktivitas kami sehari-hari setelah menjalankan program terkait kesehatan, kami tidak ingin melewatkan kesempatan untuk jalan-jalan. Kami menyusuri tiap sudut kampung yang masih eksotis. pemandangan rumah-rumah tradisional, penduduk yang mandi di sungai bersamaan dengan sapi dan kendaraan, kebun pepaya, kopi, cokelat, dan tanaman-tanaman kayu.
Narsis bersama seorang nenek yang bertugas mengurus cucu yang ditinggal orang tuanya
Berfoto bersama setelah bercengkrama dengan siswa Sekolah Dasar




Rumah tradisional yang multifungsi
Bermain di kebun

Seseruan mandi di sungai

Salah satu hal yang berkesan bagiku dalam setiap perjalanan adalah keakraban dengan penduduk sekitar. Aku kerap mengobrol dengan beberapa orang dalam setiap kesempatan. Banyak manfaat yang didapat, misalnya info rute terbaik, kuliner yang enak dan harga pas, penginapan, bahkan makan dan penginapan gratis plus saudara baru :)

Taman Purbakala Pugung Raharjo

Taman Purbakala ini merupakan peninggalan masa megalitikum dimana manusia belum mengenal tulisan. Di area seluas kurang lebih 30 ha itu berserakan batu-batu kecil dan besar, patung, dan sebagainya. Adanya batu-batu besar sebagai alat pendukung kehidupan dimasa lalu itu merupakan ciri peradaban megalitikum. Bahkan disana ada juga batu-batu yang berfungsi sebagai tanda peringatan, tempat pemujaan, makam, dan  tempat bermusyarawah. 
Gerbang yang sudah ada sejak  zaman baheula
Satu objek yang sangat menarik di dalam kawasan Taman Purbakala adalah kolam pemandian. Sayangnya ketika kami sampai dilokasi tersebut, hujan mengguyur kami yang telah siap berpayung daun pisang. Di kolam ini juga masih banyak benda-benda megalitik. Disana juga banyak ikan-ikan yang berenang kesana kemari. Bisa terapi ikan juga disana.
Memori daun pisang

Menurut saya bagian timur dari Taman Purbakala ini yang paling menarik
Bukan susunan batu biasa
Beberapa aset taman ini tetap ada yang hilang meski sudah dipajang ancaman hukuman seperti ini
 
Mendung yang menggelayut menambah suasan gothic di kawasan taman
Taman ini cukup terawat dan rapi. Hal itu bisa terlihat dari rumput yang menutupi punden berundak di pangkas rapi. Warna abu-abu dan kecoklatan dari batu yang menyusun jalan setapak dan anak-anak tangga punden berundak terlihat kontras dengan hijau rumput disekitarnya. Ada juga kebun-kebun dijalan-jalan yang cukup menyegarkan mata.
Fasilitas jalan setapak dikelilingi kebun hijau
 Museum Budaya

Lokasinya tidak jauh dari Taman Purbakala. Museum ini berbentuk rumah adat Lampung yang disebut "Sesat". Bangunan ini  berisi beberapa benda-benda bersejarah dan masih berhubungan dengan Taman Purbakala. 

Selain menhir, dan batu-batu pemujaan, museum ini juga menyimpan beberapa artefak
Peta kehidupan zaman purbakala
Penjelasan tentang batu-batu di Taman Purbakala juga ada disini
Bangunan museum berupa rumah sesat dari kayu lokal

Permainan coklak mungkin sudah ada sejak zaman purbakala
Rasa penasaran akan kebudayaan manusia pada masa lalu  menggerakkan aku untuk membuka kembali pelajaran sejarah khususnya pada bagian peradaban prasejarah. Penjelasan mengenai dua objek diatas  mungkin kurang pas jika dipaparkan disini. Akan terlalu panjang dan khawatirnya memunculkan perasaan malas untuk meneruskan membaca hingga akhir tulisan. Mungkin lain kesempatan aku bisa menulis lebih jauh lagi. Cerita tentang salah satu museum di Propinsi Lampung pernah aku tulis disini sewaktu aku masih memegang desk liputan pendidikan di salah satu surat kabar.

Kabupaten Lampung Timur banyak dikenal karena Taman Nasional Way Kambas dengan gajahnya. Padahal daerah ini juga menyimpan potensi pantai di Kecamatan Labuhan Maringgai, Suaka Rhino Sumatera, persinggahan Way Curup, dan agrowisata di Pekalongan.

Selama di Lampung Timur, aku dan kawan-kawan jarang makan dirumah host family. Kami banyak jajan diluar karena kami banyak kelayapan. Kami puas walau hanya makan somay, bakso, atau makan di rumah penduduk.
Selain untuk beribadah, masjid mampu memberikan kesegaran dan semangat baru setelah berjalan jauh
Alhamdulillah bertemu mamang somay setelah keliling kampung
Lagi-lagi kami mampir warung bakso dan mi ayam

Singkat cerita, pengalamanku bertugas sekaligus travelling di Lampung Timur sangat berkesan. Selain menghadirkan warna baru dan menyisakan rasa penasaran terhadap pelajaran sejarah yang dulu sangat tersisih dari daftar mata pelajaran yang menjadi prioritasku. Selain itu, aku bisa mengakrabkan diri dengan kehidupan masyarakat, hidup berdampingan disana selama kurang lebih dua bulan cukup untuk menciptakan keterikatan batin diantara kami. Aku juga belajar hidup sederhana, makan apa adanya, dan mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepadaku. Ternyata kehidupan yang Tuhan anugerahkan kepadaku, keluarga, dan kawan-kawan sangat jauh lebih baik daripada masyarakat kampung yang serba kekurangan. Maka, nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?

"My Itchy Feet...Perjalananku yang tak terlupakan"

8 comments

  1. Pingin keliling lagi.. hahahaha.. kenangan yg tak terlupakan beuudd

    ReplyDelete
  2. Keliling Jogja, yuk, El! Sama aja, pake motor juga, nyewa juga :v

    ReplyDelete
  3. waaaah....aku rindu sesat agung dan makan siomay :D..benar-benar perjalanan yang penuh cerita dan tak terlupakan...2 bulan lumayan lama juga y tinggal di pedalaman...aku dulu KKN (kuliah kerja nyata lhooo...) di Lampung Utara.3 bulan dan benar-benar menikmati suasana desa yang penuh nuansa baru..termasuk berenang di sungai dan kolam ikan, nonton jaranan kepang, dan mengajar di sekolah...Thanks for sharing your stories dan iktutan GAku yaaa...viva MyItchyFeet dan happy traveling..

    ReplyDelete
  4. Aku iri dengan mbak Indah yang bisa menjajah dunia. Mbah Indah bisa, kenapa aku belum bisa? heuheu... waaahhh... dulu aku nggak KKN,mbak. PU tapi tak ubahnya seperti KKN lha wong dipelosok Subang :D

    ReplyDelete
  5. Hiks.. ngaku orang lampung tapi belum pernah ke pugung raharjo. #gue

    ReplyDelete
  6. hohohohohoooo... ayooooo... "habiskan" Lampung dulu, Kakak :D

    ReplyDelete
  7. asyik juga ya berkeliling kota lampung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lampung itu provinsi, bukan kota. hehe. ayo main ke lampung

      Delete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<