Perubahan mendasar yang terdapat dalam UU Sumber Daya Air (SDA)
bila dibandingkan dengan UU No.11 Tahun 1974 adalah dibedakannya hak guna air menjadi
dua kategori, yaitu hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna pakai
air adalah hak penggunaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari atau
nonkomersial, sementara hak guna usaha air adalah hak untuk mengusahakan air bagi
tujuan-tujuan komersial. Hal ini secara eksplisit telah menempatkan air sebagai
barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.
Selain itu dalam UU SDA juga diperkenalkan sistem
kemitraan antara pihak pengelola sumberdaya air (dalam hal ini pemerintah) dengan
pihak swasta. Hal ini di kemudian hari dapat berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan (conflict of interest) di mana perusahaan atau swasta yang
berorientasi profit diberikan kewenangan untuk melakukan juga fungsi-fungsi
sosial yaitu menyediakan air yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan makhluk
hidup lainnya.
Hal ini sangat mengkhawatirkan karena membuka
pintu bagi penguasaan dan pengusahaan sumber-sumber air tanah ( aquifer)
bagi industri air dalam kemasan. Saat ini di Indonesia, pasar air dalam kemasan
dikuasai oleh dua merk utama yaitu Aqua (yang dimiliki oleh Danone) serta Ades
(yang dimiliki oleh Coca-Cola). Coca-Cola bahkan memprediksikan bahwa dalam
sepuluh tahun mendatang penjualan air dalam kemasannya akan melebihi penjualan
minuman ringannya. Menurut Harian Sinar Harapan, kedua korporasi multinasional
tersebut menyedot 2,73 miliar liter air tanah pada2001. Pasar air dalam kemasan
memang sangat mencengangkan. Pada 1998, di seluruh dunia volume air dalam
kemasan yang diperdagangkan mencapai 18 miliar liter. Dapatlah dibayangkan
berapa keuntungan yang didapatkan oleh korporasi multina sional tersebut.
Masalah krisis yang terus berlanjut ditengah peningkatan kebutuhan terhadap air yang tidak dapat dicegah. Sementara itu ketersediaan air dimusim kemarau menurun dengan perbedaan debit yang semakin besar dengan musim hujan. Hal ini berarti degradasi lingkungan di daerah tangkapan air, fungsi hidrologis daerah hulu sebagai resapan air sudah tidak memadai lagi. Akibatnya nilai air bergeser dari fungsi sosial menjadi komoditas yang diperjual belikan. Disamping itu, kualitas air semakin menurun akibat cemaran-cemaran baik dari aktivitas industri, rumah tangga, pertambangan, maupun pertanian. Parahnya lagi, konflik kepentingan dalam penggunaan SDA semakin besar.
Masalah krisis yang terus berlanjut ditengah peningkatan kebutuhan terhadap air yang tidak dapat dicegah. Sementara itu ketersediaan air dimusim kemarau menurun dengan perbedaan debit yang semakin besar dengan musim hujan. Hal ini berarti degradasi lingkungan di daerah tangkapan air, fungsi hidrologis daerah hulu sebagai resapan air sudah tidak memadai lagi. Akibatnya nilai air bergeser dari fungsi sosial menjadi komoditas yang diperjual belikan. Disamping itu, kualitas air semakin menurun akibat cemaran-cemaran baik dari aktivitas industri, rumah tangga, pertambangan, maupun pertanian. Parahnya lagi, konflik kepentingan dalam penggunaan SDA semakin besar.
Menurut UU No. 7 Tahun 2004 pasal 1, SDA terdiri dari air, sumber air, dan daya air yang terkandung didalamnya. Termasuk dalam sumber daya yang memiliki sifat mengalir (flowing resources), terbatas (limited resources), langka (scarce resources), dan memiliki nilai-nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan. Saat ini yang harus terus dilakukan adalah berupaya mewujudkan kemanfaatan yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat melalui aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebagaimana termaktub dalam pasal 2 PP No. 42 Tahun 2008.
Alokasi Air
Alokasi air yang dimaksud disini adalah upaya pengaturan air untuk berbagai keperluan dari waktu ke waktu dengan memperhatikan jumlah dan mutu air pada lokasi tertentu. Pengaturan ini mencakup perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, pemantauan-evaluasi, serta koordinasi berdasar asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
Kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan
air dan sumber air, merupakan lingkup dari kegiatan operasi prasarana sumber daya air. Dimana pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dapat
melakukan kerja sama pelaksanaan konstruksi sekaligus operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air. Penyediaan sumber daya air dilakukan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. mengutamakan
penyediaan air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan irigasi lahan pertanian rakyat pada sistem irigasi yang ada.
2. Menjaga keberlanjutan penyediaan air dan memperhatikan pemenuhan kebutuhan air untuk penduduk didekat sumber air.
Lalu apa saja yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan pemerataan alokasi air ini? Tentunya dinas terkait harus melakukan pembangunan seperti pos untuk pendugaan air, bangunan pengukur debit air, yang harus di-follow up-i dengan upaya pemeliharaan, inventarisasi informasi nilai efisiensi, kapasitas dan prasarana yang memerlukan pemeliharaan(baik korektif maupun preventif).
Akuifer Buatan
Akuifer Buatan merupakan media / lapisan tanah yang dibuat atau ditata
ulang untuk menyimpan dan mengalirkan air di dalam tanah sehingga dapat
menjadi sumber air yang berkelanjutan. Air Permukaan yang mempunya kuantitas yang melimpah tetapi kadang-kadang mempunyai kualitas yang kurang baik. Air tanah yang mempunyai kualitas baik, tapi kuantitasnya sering sangat terbatas. Pengeksploitasian
sumber air tanah yang berlebihan menimbulkan terjadinya pencemaran air
tanah dari akuifer sekitarnya, terjadinya land subsidence, dll.
Air Permukaan yang di-"recharge"-kan ke dalam akuifer buatan akan
mengalir (dengan kecepatan sangat lambat) di dalam lapisan tanah batuan
(bahan akuifer). Kualitas air akan ter-"update" oleh akuifer selama
perjalanan (semakin lama semakin baik) menuju tempat pengambilan.
Akuifer buatan akan dapat menjadi sumber air tanah yang berkualitas dan
berkelanjutan.
Kegersangan DAS di daerah pegunungan disebabkan oleh kelangkaan air atau
kekeringan pada lapisan tanah permukaan. Sementara itu, pada alur-alur
lembah terdapat sisa-sisa aliran dari mata air yang mengalir ke hilir
dan menghilang. Dengan fasilitas akuifer buatan aliran air dapat
ditangkap dan disalurkan kembali ke areal pegunungan sebagai sarana
pemberian air tanaman penghijauan yang berupa tanaman produksi atau
tanaman reboisasi.
Pengelolaan Hutan Rakyat
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat berupa Pembuatan Hutan Rakyat /
Kebun Rakyat, yaitu penanaman lahan kosong dan pekarangan di luar
kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis tanaman keras, MPTS (Multi
Purpose Trees Spesies), dan buah-buahan. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperoleh penutupan lahan yang optimal untuk mengendalikan lahan
kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu bangunan, untuk keperluan
masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata air
serta lingkungan.
Kegiatan pengembangan pengelolaan hutan rakyat ini, merupakan usaha
untuk mengelola hutan rakyat berdasarkan azas kelestarian lingkungan dan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan bahan
baku industri, dan peningkatan mutu lingkungan.
Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan
Sebagai contoh, kegiatan pemanfaatan lahan di bawah tegakan yang telah dilaksanakan pada DAS Brantas antara lain :
a. Wanatani, yaitu pemanfaatan lahan untuk usaha pertanian dan
kehutanan dan/atau ternak yang secara ekologis, sosial dan ekonomis ,
sehingga terjadi kesinambungan antara kedua usaha tersebut. Oleh karena
itu, Wanatani secara teknis dirancang dengan mengatur pola tanam, jarak
tanam (tanaman kehutanan), pergiliran tanaman, pemilihan jenis tanaman
komersial (tanaman pangan, obat-obatan, hortikultura, kehutanan), waktu
tanam, pemeliharaan dan pemanenannya.
b. Wanafarma, yaitu kegiatan pemanfaatan lahan dengan penanaman
tumbuh-tumbuhan sebagai penghasil obat-obatan di bawah tegakan hutan
(Hutan Negara dan Hutan Rakyat), dengan jenis tanaman produktif tertentu
yang bertujuan memperkaya atau meningkatkan nilai hutan secara ekonomis
dan ekologis sehingga berfungsi sebagai tumpangsari secara permanen.
Reboisasi
Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada
kawasan hutan rusak dan lahan kritis berupa lahan kosong / terbuka,
alang-alang, atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan
fungsi hutan.
Penghijauan
Penghijauan dalam arti luas adalah upaya untuk memulihkan,
memelihara, dan menigkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan
berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air maupun sebagain
pelindung lingkungan. Penghijauan Lingkungan adalah usaha untuk
menghijaukan lingkungan dengan melaksanakan penanaman di taman, jalur
hijau, pemukiman, perkantoran, dan lain-lain termasuk turus jalan yakni
penghijauan yang dilakukan di kiri kanan jalan.
![]() |
Hutan sebagai sumber oksigen, penyerap emisi, konservasi air, dan sarana rekreasi |
![]() |
Taman Hutan Raya (Tahura) Maribaya, Bandung, Jawa Barat |
Sabuk Hijau (Green Belt)
Sabuk Hijau (Green Belt) adalah hutan yang tumbuh pada kawasan
sekitar bendungan /waduk / danau pada daratan sepanjang tepian danau /
bendungan / waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik bendungan / waduk / danau. Pada kawasan ini tidak diperbolehkan
melakukan penebangan pohon dan melakukan pengolahan tanah.
Areal Model Budidaya Buah atau Getah
Pembuatan Areal Model Budidaya Buah atau Getah adalah kegiatan
penanaman lahan kosong dan pekarangan di luar kawasan hutan oleh
masyarakat dengan jenis tanaman MPTS (Multi Purpose Trees Spesies) dan
buah-buahan. Tujuan kegiatan ini untuk memperoleh penutupan lahan yang
optimal untuk mengendalikan lahan kritis, kayu bangunan untuk keperluan
masyarakat local, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata air
serta lingkungan.
Sasaran pengembangan Wanatani dan Wanafarma adalah lokasi hutan
(Hutan Negara atau Hutan Rakyat) yang diutamakan wilayah yang mendapat
tekanan sosial ekonomi tinggi, serta wilayah lainnya dengan
pertimbangan: kondisi Hutan Rakyat; tingkat kesuburan tanah; kelerengan
lahan dan; kondisi masyarakatnya.
Pengembangan Hutan Mangrove
Menurut Kalsim (2005), masalah yang terjadi di daerah pesisir adalah (a) berkembangnya budidaya
perikanan yang tak terkendali sehingga berdampak negatif terhadap
lingkungan, (b) perlunya debit minimum pada MK untuk menjaga lingkungan
biotik perairan, dan (c) terumbu karang dieksploitasi tak terkendali.
Dampak negatif lingkungan misalnya hilangnya sabuk mangrove;
erosi/abrasi pantai, sedimentasi/akresi pantai; salinisasi (intrusi air
asin), polusi airtanah (asin) karena berkurangnya air tawar pada MK;
viral disease, MBV, dan white spot disease (BMS).
Rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai adalah upaya pembuatan
tanaman hutan untuk memulihkan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai
yang mengalami degradasi kepada kondisi yang dianggap baik secara
ekologis dan ekonomis. Hal ini terkait erat dengan pengaturan fungsi DAS
di bagian hilir. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
hutan bakau merupakan ekosistem hutan sehingga Pemerintah
bertanggungjawab dalam pengelolaannya.
Kebun Bibit Desa (KBD)
Kebun Bibit Desa adalah unit persemaian yang tidak permanen yang
dibuat untuk menyediakan bibit dalam pecan penghijauan di sekitar desa
lokasi kegiatan. Kebun Bibit Desa pernah diaplikasikan di DAS Brantas dan dikelola oleh kelompok tani
pelaksana penghijauan / pembangunan hutan / kebun rakyat. Untuk 1 (satu)
unit Kebun Bibit Desa mempunyai luas 0,25 Ha.
Hutan Kota
Hutan Kota adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang
bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat di dalam wilayah
perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh Pejabat yang berwenang. Hutan kota merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). UU Nomor 26 Tahun 2007 yang mengharuskan setiap kota memiliki RTH sebesar minimal 30% lahan kota. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan juga menyebutkan,
RTH di sebuah kota penting untuk menjamin tersedianya ruang konservasi,
kawasan pengendalian air tanah, area pengembangan keanekaragaman hayati
serta area penciptaan iklim mikro. RTH juga bisa berfungsi untuk mengurangi polutan, sebagai tempat rekreasi dan olahraga, area mitigasi dan evakuasi bencana.
Dam Pengendali (Dpi)
Dam Pengendali adalah bendungan kecil untuk menampung air dan sedimen
dengan konstruksi yang sederhana. Manfaat dari Dam Pengendali ini
adalah sebagai pengendali banjir dan sedimentasi, meningkatkan
infiltrasi, dan sebagai sumber air bagi masyarakat dan perikanan.
Dam Penahan (Dpn)
Dam Penahan adalah bendungan kecil yang hanya menampung sedimen
dengan konstruksi bronjong batu atau trucuk kayu / bambu. Manfaatnya
adalah sebagai pengendali sediment dan aliran permukaan dan meningkatkan
infiltrasi.
Resapan Buatan
Air yang ada di bumi mengalami siklus hidrologi dan membentuk suatu kesetimbangan dinamik. Air hujan yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, sebagian meresap membentuk air tanah. Gangguan terhadap komponen siklus hidrologi, secara alami akan membentuk kesetimbangan baru yang mengakibatkan banjir dan penurunan muka air tanah. Setiap pemilik, pengguna atau pengelola lahannya diwajibkan mengelola lahanya agar dapat meningkatkan resapan. Setiap
pengguna air tanah diwajibkan mengisikan kembali air ke akuifer yang
sesuai dengan penmgambilannya dalam bentuk resapan buatan. Contoh resapan buatan yang dimaksud ditunjukkan oleh gambar sebagai berikut.
![]() | |
Contoh Resapan Buatan Hasil Litbang PU |
Selain itu, ada juga sumur resapan menyerupai sumur gali dengan
kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan
yang jatuh dari atas atap rumah atau daerah kedap air lainnya dan
meresapkannya ke dalam tanah. Sumur ini bermanfaat untuk meningkatkan
kandungan air tanah dan mengurangi jumlah aliran permukaan yang dapat
mengakibatkan banjir.
Perlebahan
Kegiatan perlebahan yang dilaksanakan adalah pembuatan model budidaya
lebah, yaitu suatu rangkaian pemanfaatan lebah dan vegetasi
penunjangnya (tanaman pakan lebah) untuk memperoleh manfaat optimal bagi
kepentingan manusia dengan tetap menjaga kelestariannya. Hasil kegiatan
ini berupa madu, royal jelly, lilin lebah. Usaha perlebahan ini cukup
potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Gully Plug
Gully Plug (Bangunan Pengendali Jurang) adalah bendungan kecil yang
lolos air yang dibuat pada parit-parit melintang alur parit dengan
konstruksi batu, kayu, atau bambu. Gully plug ini dibangun pada lahan
iritis dan potencial iritis, kemiringan > 30 % dan terjadi erosi
parit / alur, sedimentasi dan curah hujan yang tinggi, pengelolaan lahan
sangat intensif atau lahan terbuka, serta kemiringan alur maksimal 5 %.
Sistem Insentif dan Disinsentif
Perlu disusun suatu mekanisme insentif
dan disinsentif melalui Perda, misalnya: (a) para petani pemilik lahan
yang mengelola lahan dengan melaksanakan Konservasi Tanah dan Air
Terpadu (KTAT) dengan baik, PBB (Pajak Bumi Bangunan) nya lebih rendah
daripada petani yang tidak melakukan KTAT ; (b) lahan produktif PBB nya
lebih rendah daripada lahan bongkor (terlantar); (c) kontribusi daerah
DAS bagian tengah dan hilir (semua stake holder yang menerima manfaat)
ke bagian DAS hulu yang menjaga kelestarian hutan dan melaksanakan KTAT.
Degradasi lahan dan hutan di DAS tidak akan mampu hanya dilaksanakan
oleh Dinas Kehutanan saja dengan program GN-RHL nya, karena
permasalahan utamanya adalah kemiskinan. Oleh karena itu penyelesaian
masalah kemiskinan harus dilaksanakan secara terpadu oleh berbagai
sektor, termasuk dinas PU selaku penyedia infrastruktur. Suatu keputusan kebijakan politik yang mantap ditindak lanjuti dengan
implementasi segera, sinergi lintas sektor dan berkesinambungan dalam
jangka panjang, untuk rehabilitasi lahan kritis di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota, sangat diperlukan.
Pengelolaan sumberdaya air
yang bertumpu pada korporasi multinasional akan lebih mengutamakan profit di
atas fungsi-fungsi sosial dan kelestarian. Apalagi ketika terjadi liberalisasi
dimana air akan dapat dijadikan komoditi untuk ekspor. Paradigma pembangunan
ekonomi yang berorientasi ekspor akan menyebabkan terjadinya pengurasan
sumber-sumber air secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian
dan fungsi-fungsi ekologisnya, seperti halnya yang telah terjadi di sektor
kehutanan dan pertambangan.
Diwilayah DAS Way Sekampung Propinsi Lampung, kegiatan yang telah dilakukan dimulai dengan demplot KTAT/Konservasi Tanah dan Air Terpadu (integrated soil and water conservation)
di Kedondong seluas 0,5 ha. Demplot tersebut digunakan untuk pelatihan
PPL, tokoh masyarakat, kelompok tani, dan wanita tani dari setiap
kabupaten yang ada dalam WS Seputih-Sekampung. Materi pelatihan adalah
merupakan hasil lokakarya yang melibatkan dinas terkait di tingkat
propinsi dan Universitas Lampung. Areal dampak dari kegiatan ini adalah telah
dilaksanakannya konsep KTAT pada kegiatan GN-RHL di kampung Pesawaran
seluas 50 ha oleh dinas Kehutanan Lampung Selatan. Selain itu beberapa
petani yang dengan inisiatif sendiri mengadopsi beberapa teknologi KTAT
di demplot Kedondong.
Tahapan kegiatannya dilakukan dengan pendekatan partisipatif selama 4 bulan oleh LSM Wanacala. Berbagai pelatihan telah
dilaksanakan selama periode tersebut antara lain (a) cara pembibitan
kakao, (b) cara pembuatan teras gulud, (c) budi daya ternak kambing,
(d) budi daya ikan gurame, (e) cara pembuatan pupuk kompos organik.
![]() |
"Jaman kita udah gede nanti, masih harus jauh-jauh ngambil air buat masak sama mandi, nggak, ya...?!" |
Jika pemberdayaan SDA untuk masyarakat ini gagal dilakukan, ketahanan dan kedaulatan pangan juga akan hilang. Ketika
suatu DAS dikuasai oleh korporasi sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
WATSAL, petani skala kecil tidak lagi memiliki kedaulatan atas pemanfaatan air
bagi pertaniannya. Aliran air ke sawah mereka dapat sewaktu-waktu diputus oleh
korporasi penguasa DAS untuk kepentingan kelompok tertentu yang dapat membayar
lebih mahal.
Faktanya adalah masyarakat kita masih sulit mengakses air bersih sekalipun mereka tinggal dikampung. Selain harus menyusuri kebun, mereka juga bergantung pada musim. Jika musim kemarau tiba, mereka harus rela memangkas habis penggunaan airnya. Tetapi jika musim hujan, mereka harus nrimo dan mengonsumsi air keruh. Bahkan tak jarang mereka menjadi korban banjir bandang. Hal ini terjadi karena tidak adanya konservasi sumber daya air dari hulu kehilir.
Faktanya adalah masyarakat kita masih sulit mengakses air bersih sekalipun mereka tinggal dikampung. Selain harus menyusuri kebun, mereka juga bergantung pada musim. Jika musim kemarau tiba, mereka harus rela memangkas habis penggunaan airnya. Tetapi jika musim hujan, mereka harus nrimo dan mengonsumsi air keruh. Bahkan tak jarang mereka menjadi korban banjir bandang. Hal ini terjadi karena tidak adanya konservasi sumber daya air dari hulu kehilir.
Lambat laun, bentuk struktur tanah yang lebih padat menghalangi
infiltrasi air ke dalam tanah. Karena itu, air tanah yang telah dikuras dibanyak
tempat, tidak dapat segera terisi ulang. Selain itu, penurunan infiltrasi air
itu akan meningkatkan volume aliran permukaan, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan erosi tanah. Residu kimia pertanian telah mencemari badan sungai
serta mengganggu kesehatan hewan liar pemakan biji-bijian. Pada saat yang sama
pestisida telah turut memusnahkan organisme non-pengganggu-tanaman.
Plasma nutfah lokal juga tergusur dan menghilang karena
petani dipaksa untuk menggunakan benih-benih
eksotik. Kini nyaris mustahil untuk bisa memperoleh benih padi bengawan, gede,
dan padi bulu primadona-primadona varietas padi lokal pada pertanian masa
lalu.
Situasi itu telah memaksa orang untuk menemukan
pilihan yang lebih cerdas. Pada saat yang sama lantas tumbuh kesadaran,
bahwa setiap tindakan manusia senantiasa akan menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Keseimbangan lingkungan akan selalu bergeser pada titik baru,
setiap kali ada intervensi tindakan manusia atau ada fenomena alam yang
mengganggu keseimbangan semula. Karena itu, muncul ukuran-ukuran
penilaian lingkungan yang lebih praktikal: manfaat dan risiko yang dapat
diterima. Manusia hanya mau memanen manfaat, jika risiko yang melekat padanya
ada pada tataran yang dapat diterima. satu keyakinan yang harus kita tanamkan adalah bahwa kita dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan optimasi SDA melalui penerapan IPTEK yang mumpuni.
Referensi:
http://www.hijauku.com/2012/05/11/merebut-kembali-rth-di-bandar-lampung/
Kalsim, Dedi Kusnadi. 2005. Konservasi Tanah dan Air Terpadu: Belajar dari Pengalaman pada Proyek Good Governance in Water Resources Management (GGWRM) PMU Lampung
(Maret 2003 – Maret 2005). Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
Munggoro, Dani Wahyu dan Andy Armansyah. 2008. Menjadi Environmentalis Itu Gampang! Sebuah Panduan Bagi Pemula. WALHI
Foto: Balitbang PU, WALHI, dan Dokumentasi Pribadi
Tulisan ini diikutsertakan dalam Sayembara Penulisan Blog 2013 Balitbang PU
(Maret 2003 – Maret 2005). Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
Munggoro, Dani Wahyu dan Andy Armansyah. 2008. Menjadi Environmentalis Itu Gampang! Sebuah Panduan Bagi Pemula. WALHI
Foto: Balitbang PU, WALHI, dan Dokumentasi Pribadi
Tulisan ini diikutsertakan dalam Sayembara Penulisan Blog 2013 Balitbang PU
Pemberdayaan sumber daya air digunakan seluruh masyarakat Indonesia. Sumber daya air sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Jadi sudah seharusnya pemberdayaan sumber daya air harus dijaga dan dirawat untuk masa depan Indonesia. Jika Pak Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden Indonesia bisa mewujudkan kedaulatan di sumber daya air.
ReplyDeletePak Prabowo punya ide seperti apa terkait hal ini? Saya pikir akan lebih baik lagi jika janji itu sudah gamblang. SDA ini berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat berupa air bersih dan penerangan (PLTA) dimana saat ini PAM dan PLN sama-sama byar pet setiap hari
Delete