Gimana sich kalau kamu dibuat down sebelum bertanding? Diyakinkan
bahwa kamu nggak akan menang melawan nasib buruk yang emang sudah melekat
hebat?! Kemudian dicemooh seolah kamu hanya seorang pemimpi disiang hari.
Bah, setidaknya itulah yang kualami
menjelang ujian masuk Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM). Awalnya aku
merasa biasa saja, yakin seyakin yakinnya atas izin Allah aku pasti bisa lulus.
Kuliah dikampus berprestasi, dengan lingkungan yang mendukungku untuk
berkembang. Kemudian dukungan dari Kementrian Pendidikan Tinggi mengalir
kepadaku berupa support biaya kuliah dan kesempatan langka yang tak datang dua
kali.
Tapi kemudian harapan itu sedikit
tergoyahkan ketika kedengan berbagai hoax
mengenai sulitnya mendapatkan beasiswa, bagaimana perjuangan masuk ke UGM,
dan lain sebagainya.
Awalnya yang paling membuatku gentar
adalah ketika ada seorang peserta beasiswa yang sama menyatakan bahwa dia telah
mengikuti tes PAPs dan AcEPT. Untuk PAPs, dia mendapatkan nilai yang lebih dari
cukup. Semantara dia berpikir bahwa
AcEPT sangat sulit, dia belum berhasil melampaui target yang telah ditentukan.
Dia mengajakku mengikuti kursus selama
dua bulan dengan biaya Rp. 3000.000. Bukan biaya yang sedikit
menurutku. Selain itu juga aku masih mempunyai beberapa tanggungjawab di
Lampung, sehingga aku belum bisa pergi ke Jogja.
Kemudian dia memberikan info workshop
AcEPT selama seminggu dengan biaya Rp. 130.000. Lumayan terjangkau juga. Tapi
lagi-lagi aku belum bisa meninggalkan Lampung. Hingga pada akhirnya aku tidak
mengikuti kursus ataupun workshop apapun.
Aku hanya berusaha menumbuhkan keyakinan
dalam diriku bahwa dengan segenap usaha dan jerih payahku, aku pasti berhasil.
Aku mempelajari beberapa referensi soal TOEFL dan AcEPT. Aku juga latihan
mengerjakan soal – soal Tes Potensi Akademik (TPA) dan PAPs.
Meski sedikit waktu yang kumiliki, aku
berusaha focus. Aku terus berlatih. Beruntung, salah seorang rekan yang juga
mendaftar untuk beasiswa ini memberitahu bahwa dia mempunyai contoh soal yang
lebih spesifik. Dia mendapatkannya dari kakaknya yang sudah lebih dulu menjadi
mahasiswa pascasarjana di UGM. Kakaknya juga memberikan sedikit pencerahan
kepada kami mengenai PAPs. Namun ketakutan yang ada pada diriku tidak juga
hilang. Justru bertambah seiring dengan waktu tes yang semakin dekat.
Malam hari sebelum tes, rumah kos
sepupuku dibuat heboh dengan segala persiapan. Ada yang meminjamkan alat tulis
cadangan, setrika, sampai rebut mengenai bekal makanan yang akan kubawa esok
harinya. Hingga menjelang pukul Sembilan malam, ketika perasaanku makin tak
karuan dan degub jantungku makin tak beraturan, aku diperintahkan untuk tidur.
Aku menurut saja.
Pagi hari rumah oranye Sendowo G 25
dibuat heboh lagi. Aku berangkat pukul tujuh pagi. Berbekal doa dan semangat dari
semua orang yang kusayangi, aku melangkah pasti menuju Fakultas Kehutanan ruang
kuliah V.
Sampai disana, nyaliku menciut melihat
wajah – wajah tegang namun penuh keyakinan. Tapi aku tak mau kalah, aku kembali
mengatur napas, kemudian berusaha menormalkan detak jantungku.
Memasuki ruang kelas, tidak kusangka aku
mendapatkan bangku paling belakang. Nomor urut 22 (dua puluh dua), ya, ini
pasti bangkuku, pikirku. Selama ini aku belum pernah ujian duduk dibangku
paling belakang.
Ujian pertama, PAPs, dimulai pukul
delapan dan diakhiri pukul sepuluh. Biasa saja, menurutku. Soalnya tidak
seekstrim apa yang dicontohkan oleh kakak rekanku itu. Tapi tetap saja aku
merasakan adanya jebakan disana sini. Soal yang tampak mudah itu penuh jebakan
sodara – sodara!!!
Tepat pukul sepuluh, ujian PAPs
berakhir. Kami diberikan kesempatan untuk beristirahat selama kurang lebih satu
jam. Waktu itu kumanfaatkan untuk menenangkan diri. Mengobrol dengan sesame
peserta tanpa sedikitpun menyinggung pembicaraan tentang ujian ternyata asyik
juga. Teman baruku itu dari Malang, mengambil Master Ilmu Gizi.
Guess what!!! Kami
bertukar pendapat mengenai fenomena “My
best friend is my boy friend”. Topic yang nggak
pernah ada basinya untuk dibahas.
Kemudian pukul sebelas kami kembali memasuki
ruang ujian. Sesi pertama dimulai. Aku mengerjakan soal listening tanpa ada
keluhan sedikitpun. Ah, sayang, listeningnya hanya dua puluh soal. Kemudian
sesi dua, tiga, dan empat kurasakan makin berat. Aku mulai melakukan pengacakan
soal yang akan kukerjakan. Tentu saja aku kehabisan waktu.
Kondisi ini diperparah dengan tanganku
yang basah. Benar – benar mempersulitku. Lembar jawabanku basah, dan aku merasa
tidak nyaman. Entah bosan atau mulai stuck,
sulit kubedakan. Sampai akhirnya pada sesi
soal kelima aku benar – benar menyerah.
Aku merasa untuk membaca soalnya saja
tidak cukup waktuku setengah menit. Aku mulai kacau. Kukerjakan soal mulai dari
belakang. Tapi waktunya lumayan panjang, seperti tidak ada warning bahwa waktunya sudah hampir habis. Aku membaca sekilas –
sekilas saja soal persoal. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa jawabanku
benar. Aku kembali melakukan pengacakan
untuk mengerjakan soal sesuai dengan mood-ku.
Aahhh…sial!! Masih saja ada bayangan
‘dia’ dan ‘kamu’ di booklet soalku. Apa – apaan ini?!! Aku berusaha mengahalau
bayang – bayang
itu. Alih – alih kembali mendapatkan konsentrasiku, bayangan itu malah
berangsur – angsur saling kait mengait antar peristiwa. Seperti ada sebuah
kontemplasi diatas booklet soalku. Malah seperti nonton film jadinya. Hihihiii... stress alert!!!
Selesai mengerjakan soal, eh bukan dhink, karena waktunya
habis, aku berhenti mengerjakan soal. Kemudian aku keluar ruangan dengan
gontai. Aku langsung menuju toilet, membuang sisa – sisa rasa nervous-ku dan membenahi diri. Kemudian
aku bertelepon dengan beberapa orang teman dan berusaha sedikit melupakan
kegelisahan terhadaphasil tes yang baru saja membuatku (nyaris) gila.
Aku berjalan menyusuri jalanan sepi yang rimbun oleh
naungan pohon – pohon besar. Sejuk. Tanpa terasa, aku berjalan sampai sisi
Jalan Kaliurang. Aku bersyukur tidak ada tes lanjutan untuk di fakultas, dan
Pak Wagiman mengurungkan jadwalnya untuk bertemu denganku. Sehingga aku bisa
menggalau sendirian. Banyak pelajaran hidup dijalanan yang membuatku sedikit
melupakan rasa tidak karuan akibat tes dan menutupinya dengan rasa syukur tak
terhingga.
Sampai dirumah kontrakan, hanya ada Kakak Maya yang
sedang belajar. Dia bertanya ini-itu tentang tesku dan memberikan sedikit support dan membangun harapan dalam
diriku. Sampai akhirnya aku memilih untuk masuk kedalam kamar dan memutar
playlist “galau”. SMS-mu tak terbalas, karena aku tertidur sampai sepupuku
pulang.
Malam hari, sepupuku mengajakku untuk menghabiskan satnite diluar. Karena suasana hati
sedang buruk, aku memilih pergi ke Ambarukmo Plaza. Malam itu ada midnite sale disana, plus pertunjukkan
musik jazz yang membuat hati jadi adem.
Keesokan harinya, aku pergi dari Sendowo dengan memesan
taxi pukul tujuh pagi. Aku turut serta rombongan Forum Keluarga dan Anak Cinta
Lingkungan (FOKAL) Yogyakarta dan Sahabat Lingkungan Peduli Bencana Walhi
Yogyakarta. Kami mengunjungi Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di pusat budidaya umbi
lokal.
Seperti mendapatkan semangat baru dari keluarga baru di
kota yang sarat budaya. Keceriaan dan keakraban bersama teman – teman baru dan
lingkungan baru yang menyumbangkan pengalaman baru. Rekan – rekan FOKAL dan
Shalink PB Walhi Jogja serta masyarakat lokal di Kulon Progo seperti menjadi
obat ‘anti-galau pasca ujian’ dihari sebelumnya. Belum lagi pertemuanku dengan
Diah, SF Jogja, yang terasa begitu singkat namun berkesan mendalam. Sate sapi
dan wedang ronde menemani kami bercengkrama di Lapangan Karang hingga pukul
sembilan malam. Alhamdulillah, semuanya memberikan pelajaran baru bagiku.
Rabu pagi aku meluncur bersama Lodaya pagi si ular besi
menuju Bandung. Pemandangan dan suasana kereta jarak pertama (seorang diri)
sepanjang perjalanan aku nikmati dengan tak henti mengucap syukur dan mengagumi
Illahi rabbi. Insya Allah aku mengikhlaskan semua hasil tes-ku beberapa hari
sebelumnya. Terlebih setelah dikuatkan oleh mamah dan bapak Teh Nia. Akupun
dengan tegar melangkah (seorang diri) menuju Lampung, mulang tiyuh.
Hari demi hari, aku lewatkan tanpa lupa memanjatkan doa
dan meminta doa restu dari orang – orang disekitarku agar aku dapat meraih apa
yang aku cita-citakan. Sedikit melupakan kegalauan, aku berencana menonton
konser Mocca yang bertajuk ‘Dear Friends’ di Bandung (30/7). Aku berangkat
Jumat malam setelah bertemu dengan Ahmed, rekan mahasiswa berprestasi 2010 dari
STBA Teknokrat. Doa dan semangat dari Ahmed dan teman – temannya pun berhasil
aku kantongi. Aku bertolak menuju Bandung sekitar pukul sepuluh malam.
Diperjalanan, aku mendapat SMS dari Nindi, rekan sesama
pelamar Beasiswa Unggulan di Universitas Gajah Mada. Seketika itu pula aku
membuka web UGM, dan alhamdulillah, ada namaku disana dan dinyatakan lulus
secara akademik tanpa syarat. Sungguh
berita itu merupakan kebahagiaan tak terhingga untukku. Terlebih skor-ku jauh
diatas skor minimal yang disyaratkan oleh pihak UGM. Dengan tak henti –
hentinya mengucap syukur, aku melangkah dengan riang menuju konser Dear Friends
yang sudah aku nanti – nantikan.
Kembali aku terngiang kata – kata sarat motivasi yang selalu
mampu membangkitkan semangat juangku : Kalau kita berkata bahwa kita sudah
tidak lagi punya harapan, itu berarti aku telah membanting pintu didepan Allah.
Sementara Allah selalu baik terhadap umatnya, oleh karena itu kita harus selalu
berprasangka baik kepada Allah. Insya Allah, apapun yang Allah berikan atas
segala daya upaya kita, itulah yang terbaik untuk kita. Semangat!!!
Hari – hariku berikutnya dipenuhi dengan harapan bahwa
aku harus lulus seleksi beasiswa unggulan atau aku harus bekerja keras untuk
dapat melanjutkan kuliahku. Sudah kepalang tanggung, perjuangan dan
pengorbananku bukan hanya sedikit. Dengan atau tanpa beasiswa, aku harus tetap
kuliah. Ditambah komitmen dari orangtua yang tetap merestuiku untuk kuliah
meski tanpa beasiswa. Tentu saja dengan segala konsekuensi yang tidak mudah.
Insyaallah ada jalan, demikian keyakinan yang kupegang teguh.
Minggu keempat Bulan Juli, seperti yang tertera dalam
jadwal tahapan seleksi beasiswa unggulan, tidak kunjung ada kabar baik mengenai
studiku. Lagi – lagi aku hanya bisa berharap dan terus memupuk kepercayaan
diri. Tidak sedikit orang yang meremehkan aku dan tidak yakin aku akan
berhasil. Jangankan untuk mendapatkan beasiswa, untuk lulus seleksi di UGM
punrasanya mereka tidak percaya. Setiap hari aku terus membuka web Dikti dan
UGM, tapi pengumuman itu tidak juga muncul.
Daripada terus menunggu sesuatu yang belum pasti, aku
tetap mengisi hariku dengan padatnya kegiatan. Aksi penolakan TUKS dan
stockpile batubara PT Sumatera Bahtera Raya, aksi simpatik konflik agraria
masyarakat dan PTPN VII di Sumsel, pengumpulan data Taman Hutan kota, dan
sederat rutinitas lainnya membuatku sedikit meyakinkan diriku bahwa aku
mempunyai peran dimasyarakat. Sekarang aku mungkin buka apa – apa, tapi dari
aku yang bukan apa – apa ini kelak aku akan menghasilkan karya.
Menjelang daftar ulang UGM dan pembayaran semester,
pengumuman hasil seleksi beasiswa belum juga muncul. Karena tekadku begitu kuat
untuk tetap kuliah, aku memutuskan untuk mendaftar ulang dengan biaya sendiri.
Tentu saja dengan keikhlasan orang tua. Kebetulan Mocca menggelar mini konser
yang bertajuk ‘secretgigmocca’ yang dikemas seperti semacam konser rahasia
(secret show) (4/8). Aku berangkat menuju Bandung sekitar pukul sembilan malam.
Setelah mendapatkan semangat dari Mocca dan swingging friends, aku bertolak
menuju Jogjakarta dengan ular besi Lodaya Pagi dihari berikutnya.
Di jogja, aku tinggal di asrama mahasiswi Lampung (Amila)
bersama mbak Asnani, mantan staff Watala yang sedang mengambil program
pascasarjana Sosiologi. Dari beliau aku juga banyak mendapatkan endurance. Alhamdulillah, jika kita
berteman dengan penjual parfum, kita juga akan terkena wangi parfumnya. Jika
kita berteman dan menjalin silaturahmi dengan orang – orang inspiratif, orang –
orang sukses, insyaallah citra diri kita juga akan baik, bahkan kita dapat
mengambil pelajaran dan motivasi dari orang – orang tersebut.
Sayangnya, tahun ini asrama tersebut tidak menerima
mahasiswa S2. Penghuni asrama hanya sebatas mahasiswa S1 dari semester 3-8.
Sementara cari tempat kos yang sesuai keinginan sulit sekali. Rata – rata sudah
di tempat oleh mahasiswa bari S1. Alhasil aku belum mendapatkan tempat tinggal
di Jogja.
Selasa sore (7/8) setelah menyelesaikan urusan daftar
ulang di jurusan, aku bertolak menggunakan Garuda si burung besi menuju Batam.
Entah seperti apa kondisi kota yang industrialis itu. Yang jelas ini kali
pertamaku datang ke Batam.
Aku mengikuti pelatihan litigator kasus lingkungan yang
diadakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Aku tidak sendirian, ada Kak Nopi
juga yang menjadi utusanWalhi Lampung menggantikan Kak Hendra. Hanya saja dia
berangkat duluan dari Lampung. Kami tinggal di hotel bintang empat, Pacific
Palace Hotel. Hotel besar yang penuh dengan ornamen kapal. Bentuk bangunannya
pun mirip kapal. Aku menempati ruangan besar seorang diri. Sulit tidur, itu yang
aku rasakan.
Hari pertama pelatihan digelar sampai pukul 16.30 WIB.
Aku langsung menuju kamar untuk beristirahat. Karena aku tidak bisa lepas dari
dunia maya, aku membuka facebook. Di wall-ku
ada ucapan selamat dari Mr. Wahyu “Selamat buat Rinda.... yang diterima di UGM,
semoga....” lho, pengumumannya kan sudah lama, kenapa si mister baru ngucapin
sekarang? Itu pertanyaan yang timbul dibenakku. Kemudian aku ‘pergi’ ke news feed, ada ucapan senada di wall Kak
Tia yang ditulis oleh Kak Novi. Hatiku berdebar seketika. Langsung aku telepon
Nindi yang saat itu berada di Jogja. Dan saat itu Nindi and the gank juga sedang sibuk men-download pengumuman beasiswa unggulan.
Bahagia tak terkira saat itu ketikan Nindi bilang bahwa
namaku ada disana sebagai penerima beasiswa unggulan. Tidak begitu saja
percaya, aku men-dowbnload pengumumandari
laman dikti. Subhanallah. Aku langsung memanjatkan syukur dan mengabari keluarga
dan sahabat – sahabatku. Beragam respon yang aku dapatkan via SMS antara lain :
“Alhamdulillah, saya ikut senang. Saya doakan sukses.
Salam untuk mister wagiman. Saya akan cek kemajuan via mr. Wagiman,” (Pak
Tanto),
“Alhamdulillah,
peluukkk..ciuummmm...barakallah sayaaangg, aku main aah ke Jogja”(Ima)
“Congratulation!!! *berpelukan gaya teletubies” (Una)
“Hehehe...iya maaf maaf maaf banget, sekali lagi selamet
selamet selamet... u’re gret woman in the world” (Shikamaru)
“ Alhamdulillah...congratulation nduuuuuuttttt..peyuuuuk
aaaahhhh” (Bintun)
“Semoga rinda bisa makin meningkatkan derajatnya dimata
Allahkarena ilmu dan takwanya. Jadi wanita sholihah ya say” (Mbak Ria)
...dan berbagai ekspresi via telepon lainnya. Bahagia tak
terkira. Alhamdulillah. Semoga barakah dan dilancarkan jalanku mencari ilmu
oleh Allah SWT. Tidak selamanya pandangan rendah orang lain akan menyurutkan
niat kita. Bahkan terkadang, kesangsian orang lain terhadap potensi diri kita
merupakan dukungan yang teramat dahsyat bagi kemajuan diri kita.
Bismillah, aku punya status sekarang, bahagianya... I AM
A STUDENT NOW!!! \(^_^)/
Particularly thank’s to : My lovely family, sahabat – sahabat-ku, kakak – kakak di Walhi Lampung, Mocca , Swinging Friends, Sendowo G 25 (Mbak Rani, Kak Vyani,
Kak Maya), Tiwi, Mbak Erli, Nindy (dan Abangnya), Mr. Wahyu, Mbak
Emi, Udin Sensei, Pak Tanto, Mr.
Wagiman, Pak Wahyu, Tukang ojeg-ku, Om Che, Bu Ning,
dan rekan2 Walhi Jogja lainnya.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<