'Nikmatnya' Berlayar Di Selat Sunda



Melakukan perjalanan dan mengunjungi berbagai tempat memang sangat penting. Dengan begitu kita mendapatkan banyak informasi baru dan pelajaran hidup. Bukan mengenai pengetahuan tentang daerah yang kita kunjungi, karena hal tersebut masih dapat kita pelajari dari buku, atau dengan searching diinternet. Pelajaran lain yang amat sangat penting adalah melihat dengan mata kita sendiri dan mengalami bagaimana oranglain hidup, bertahan, dan bekerja keras. Atau bagaimana perjalanan kita memberikan kesan yang begitu lekat dalam benak. Menikmati keindahan alam yang membuat kita makin dekat dan mengagumi Penciptanya. Kemudian merasa bersyukur atas apa yang telah dianugrahkan kepada kita. Itulah hidup, sarana belajar sepanjang waktu.

Satu hal yang saya ingin lakukan ketika saya menelusuri berbagai tempat dan mendapati hal-hal baru disana, saya ingin mengajak pejabat. Saya ingin mengajak mereka naik kapal ferry yang bobrok. Besi tua raksasa yang mengapung dilaut dengan segenap siksaan dan ketidakmanusiwian diatasnya. Ketika kapal penuh sesak dengan penumpang, ada yang harus tidur berhari-hari dibawah tangga. Kemudian mencari inspirasi dengan berjalan-jalan digeladak yang pengap, ruangan yang penuh bau keringat. Rela menahan hajat demi melihat muntahan atau toilet mampet.

Saya sangat tidak suka dengan suasana diatas kapal, hal ini hanya saya temui jika saya menyeberangi Selat Sunda via Pelabuhan Bakauheni. Dari sepuluh kali perjalanan, mungkin hanya satu kali saya dipuaskan dengan pelayanan diatas kapal. Diawali dengan pembelian tiket kapal yang mahal untuk ukuran pelayanan yang tidak layak. Kemudian perjalanan menuju dermaga yang tidak terorganisasi dengan baik. Arus lalu lintas kendaraan roda dua hingga roda duabelas yang semrawut.

Jika saja saya bisa tetap berada didalam mobil ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, saya akan memilih berada disana. Menikmati kebebasan bernapas tanpa harus berebutan dengan penumpang lain. Menikmati music yang saya suka sembari membaca buku atau bercengkrama. Atau mengistirahatkan mata sejenak dengan tidur pulas dibuai mimpi indah membaiknya pelayanan public. 

Terakhir saya menikmati siksaan berada diatas kapal adalah ketika saya harus menyeberangi Selat Sunda dari Pelabuhan Merak. Sopir kami memilih memutar stir mobil menuju dermaga lain ketika tahu kami tengah dinantikan oleh Kapal **** Banten yang sudah kami tumpangi ketika kami akan menyeberang dari Bakauheni menuju Merak dua hari lalu.

Alih – alih mendapatkan kapal dengan fasilitas yang manusiawi, kami malah terperangkap dalam kapal yang lebih parah rusak dan kumuhnya dari kapal yang sebelumnya. Keluar dari mobil, kami menuju Diatas kapal, setelah mobil terparkir, kami ingin bisa bebas berkeliaran diatas kapal.

Kami naik ke lantai dua disambut dengan aroma tak sedap toilet dan antrean panjang penumpang yang hendak membuang hajat. Kupikir mereka pasti sudah sangat tidak tahan lagi. Kalau masih bisa ditahan, mana tega mereka membuang hajatnya ditempat kumuh begitu.

Melewati ruangan kelas ekonomi, rasanya sulit sekali bernapas. Penumpang tidak hanya duduk dikursi yang telah disediakan, mereka bahkan ada yang berdiri dan duduk dilantai. 

Diatas kapal ada juga penjual makanan dan minuman. Dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan harga normal, tentu saya tidak mau berbelanja diatas kapal. Bukan tidak mau membantu perekoni=omian mereka, tapi untuk bisa makan dan minum diatas kapal saja saya tidak tega. Jika terpaksa memang sedang lapar dan tidak sempat makan, lebih baik belanja dulu sebelumnaik keatas kapal. 

Sebenarnya rasa kesal karena pelayanan transportasi laut bisa sedikit dilupakan ketika kita bisa menikmati cuaca cerah dan indahnya pemandangan Selat Sunda. Jika berlayar pada malam hari, akan lebih menyenangkan jika kita berada diluar sambil menikmati angin laut dan memandang langit.

Pada perjalanan kali ini, kami sangat naas!!! Sepertinya kapal ini overload. penumpang sudah tidak dapat tertampung lagi di ruangan yang telah disesiakan, baik ekonomi maupun bisnis. Akhirnya banyak penumpang yang memilih duduk menggelar koran atau kardus dilantai atas kapal. Mungkin dengan begini mereka akan membayangkan bagaimana rasanya jadi gelandangan.

Aku mencuri dengar dari penumpang yang lain bahwa mereka membeli lima lembar koran dengan membayar Rp. 5000. Kalau kardus mungkin akan lebih mahal lagi. Waktu itu aku merasakan takut. Takut kalau - kalu kapal yang kutumpangi akan tenggelam. Alhamdulillah kami dapat merapat dengan selamat di Gate Of Sumatera.

Jika kita beruntung dan mempuanyai kesempatan untuk berlayar pada siang hari yang cerah, katanya ada kemungkinan kita dapat melihat lumba - lumba. Tapi saya sendiri belum pernah mengalaminya. Jika kita hampir tiba di Pelabuhan BAkauheni, kita juga bisa melihat menara siger yang berada didataran tinggi menyerupai bukit. Menara ini adalah icon Lampung.

Dalam perjalanan kali ini saya lebih memilih tidur sambil menatap langit diatas gulungan tali jangkar. Lumayan, sekalian buat pijat refleksi punggung.




No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<