My 1431 Eid El Fitr

[Masih kusimpan rupanya,,,publish ajaaaa ^^]

Seringai Rindu Ramadhan…

Hadiah terindah dari Sang Empunya Cinta telah berlalu. Terpaku. Terdiam mengiringi kepergiannya. Seolah tak rela. Seolah menyesali apa yang telah terjadi. Waktu. Sesuatu yang tak akan berulang dating telah tersiakan. Dalam hati ini terpendam sebuah doa sekaligus harapan, semoga di kemudian hari kita masih diberikan-Nya kesempatan ini, kesempatan untuk lebih bisa mengisi lagi, lebih bisa menikmati lagi Keindahan Cinta Ramadhan dengan malam-malam yang lebih baik daripada malam seribu bulan yang senantiasa mengiringinya...amin, ya Allah, ya Rahman, ya Rahiim...

Jika boleh aku jujur, sesungguhnya aku tidak terlalu suka dengan lebaran. Aku lebih suka menikmati ramadhan. Namun, selalu saja ramadhan dan idul fitri berjalan beriringan. Andai saja dapat kucerai berai. Hhhahh… aku tidak suka lebaran karena mendekati lebaran orang – orang malah menyibukkan diri dengan persiapan idul fitri. Membuat kue, memperbaiki rumah, membeli ini – itu yang sebenarnya tidak terlalu penting. Padahal aku ingin memfokuskan saja satu minggu terakhir hanya untuk ramadhan yang mulia. Satu minggu setelah libur dan terbebas dari kegiatan dikampus, dilab, atau diluar sana. Walaupun tidak benar – benar terbebaskan.

Lebaran day

Yang lebih menyedihkan lagi menyambut lebaran tahun ini adalah menyadari bahwa tuan rumah pertemuan keluarga besar mbah kakung (a.k.a. kakekku) adalah keluarga di Gedung Tataan. Terbayang olehku betapa ramai, repot, riweh, lelah, bokek, de el el… sudah seperti membayangkan apa saja *lebai mode.on*
Benar saja, menjelang lebaran frekuensi kena semprot oleh si nenek menjadi lebih sering. Apalagi ketika anggota keluarga sudah berdatangan. Rumah terasa makin sempit. Sulit dibedakan antara pasar atau rumah. Bising. Pekerjaan rumah makin menumpuk. Belum lagi urusan menjaga emosi yang sering meluap – luap. Untuk itu, sampai H-2 sebelum lebaran aku tetap saja pergi keluar rumah. Kemana saja. Nengok kampus sebentar, lalu pergi kewarnet, atau kekantor demi menggunakan fasilitas hotspot yang kecepatannya super duper hebat. Tentu saja aku tidak pulang malam seperti biasanya saat kampus masih aktif. Jam 16.30 aku sudah dirumah dan membantu sedikit saja pekerjaan rumah. Nakal ya???!!

Ketakutanku menjadi kenyataan. Lebaran tahun ini aku tidak bisa pergi kemana – mana. Lebih repot mengurus dapur kala lebaran seperti ini daripada meng-handle dapur umum di posko PMI Toboh Palabah sewaktu gempa Padang dahulu. Hari pertama idul fitri, keluarga besar (minus mbah putrid a.k.a nenekku yang jaga rumah ;p) berkeliling dari rumah kerumah untuk bersilaturahmi. Sampai siang hari kembali kerumah masih harus menyambut banyak tamu yang bertandang (Alhamdulillah…itu artinya banyak saudara, kan?!). Sampai malam hari tamu dating silih berganti, aku lelah…mendingan ngotak-atik laptop mendesain atribut reuni akbar nich..pikirku. namun ternyata hal itu dinilai kurang sopan oleh anggota keluarga yang lain. Tapi bukan aku kalau tidak bersikukuh dengan pendapatku…hehe… aku tetap mengendap dikamar, entah apa yang aku kerjakan.

Hari kedua dan ketiga aku berharap bisa keluar rumah. Paling tidak memenuhi janjiku untuk mengunjungi saudariku di Gading Rejo. Yahhh…kunjungan plus-plus lah…kemanaaaa…gitu sisanya. Tapi ternyata harapanku kandas, sodara- sodara!!! Ini waktunya membuat kue untuk persiapan pertemuan keluarga hari Senin depan. Lagi – lagi aku harus menahan urat Maluku untuk meminta maaf karena (lagi – lagi) tidak bisa memenuhi janjiku. Ya sudahlah…

Parahnya lagi aku harus menjaga kurcaci – kurcaci kecil yang luar biasa kreatifnya sementara ibu – ibu mereka memasak sembari ngerumpi. Tapi justru disinilah aku menemukan hal unik ketika aku menggendong salah seorang keponakanku yang sebenarnya sudah terkantuk – kantuk untuk menyaksikan pembantaian terhadap seekor kambing jantan jenggoter yang tubuhnya super kekar. Keponakanku ketakutan tapi aku tahu dia penasaran. Aku takut – takuti saja dia. Spontan dia menangis. Begitu pula keponakanku yang lainnya. Tapi lucu. Hihi…maafkan aunty yaaa…


Hari yang melelahkan. Namun ini baru pemanasan. Kelelahan yang sesungguhnya baru bisa dirasakan esok hari. Jadi sekarang ini anggap saja warming up. Usai berberes dan sedikit membantu persiapan untuk besok, aku dan sepupuku pergi mencari buah – buahan untuk dibuat sup buah dan pudding. Waaahh…kami sudah seperti memborong apa saja. Harusnya pakai mobil nich ngangkutnya. Sudah begitu banyak yang komentar meragukan kualitas makanan yang akan kami siapkan. Cicip dulu geh…baru komen. Cacian, sindiran halus tapi tajam menghujam sudah tidak membuat kami jera untuk bereksperimen dengan buah – buahan dkk yang kami beli tadi. Lah…justru itu menjadi penyemangat kami untuk dapat menghidangkan makanan yang sehat, lezat, higienis, dan buat mereka menarik kata – kata mereka atas kami. Bukan hanya membicarakan tentang keraguan mereka atas kamampuan kami, mereka juga membicarakan hal – hal lain yang sangat tidak enak dihati. Sudah biasa. Dan kami anggap itu salah satu materi ujian komprehensif lepas ramadhan. Jadi kami bersabar saja, tersenyum, dan berdoa. Aku masih berkutat dengan pudding sampai pukul 12 malam. Semoga saja ini tidak mengecewakan dan tidak sia – sia aku lembur. Lembur untuk mengerjakan tugas kan sudah biasa, nah…ini yang luar biasa. Hehe… (menghibur diri).

Aku beristirahat setelah ibu dan bude, serta seorang sepupuku Nampak kelahan membantu dan menghadirkan semangat dalam diriku. Bukan mudah, menyiapkan makanan seharusnya dengan penuh sukacita, ikhlas, dan full of bumbu cinta. Tidak dengan keadaan murung seperti ini. Tapi aku mencoba untuk ridho dan mengaplikasikan ilmu dari buku yang tengah kubaca. Sesuatu yang kita lakukan hanya karena Allah pasti akan abadi. Aku yakin itu. “Allah, tetapkanlah kaki kami di jalanMu”. Beragam nasehat yang luar biasa dihadirkan dalam sebuah buku. Menjadi pengingat. Penyemangat, meng-charge ruhani yang sering goyah. That’s really a must read deh…dahsyat!!! (lebai jiddan ih…!!)

Haru Biru di Pertemuan Tahunan

Hari yang dinantikan oleh sebagian besar keluarga akhirnya tiba juga. Demi menghadirkan kepuasan bagi keluarga besar, aku dan sepupuku menyiapkan suguhan sejak subuh hari. Aku juga sempat pergi kepasar untuk membeli beberapa keperluan yang masih kurang. Dipasar (lagi – lagi) aku mendapatkan pelajaran. Terutama ujian kesabaran. Peristiwa itu terjadi ketika kami (aku dan sepupuku) mendatangi sebuah toko kelontong untuk berbelanja. Dari kejauhan Nampak sang majikan pemilik toko itu begitu anggun dengan jilbabnya yang terjuntai sampai kedada. Tapi pelajaran pertama setelah memasuki toko ini adalah : don’t judge the book by it’s cover!!! Dan kami pun berlalu sambil berlapang dada.


Tamu makin lama makin ramai seiring matahari yang mulai meyengat. Sorak sorai, tawa, canda, ada juga yang curhat. Mereka tidak menyaksikan ada sesosok anak manusia yang sedang bersedih. Hari ini adalah reuni ke-4 temen – teman SMA ku. Aku tidak pernah bisa menghadirinya barang sekalipun. Bukan apa – apa. Bukan aku melupakan mereka. Rinduku pada mereka begitu membuncah. Tahu mengapa?? Karena perasaan memiliki akan makin kuat ketika kita sudah terpisah jauh. Begitu pula denganku. Tiap tahun, setiap tanggal 4 syawal adalah agenda keluarga besar yang mewajibkan “umatnya” untuk datang. Bukan hanya teman – teman seangkatanku saja, Ikatan Alumni ROhis di SMA ku juga mengadakan reuni. Dan aku tidak mampu memberi apa – apa kecuali doa dan air mata. Tangisku kian menjadi tatkala aku menelepon seorang teman, dari sana aku mendengar begitu riuhnya suasana disana. Aku bercakap dengan mereka satu – persatu walaupun tidak semuanya. Senang bisa mendengar cerita mereka. (kasian banged sich gue  ).

Sstt..sebenarnya aku kabur untuk menelepon temen – temenku sembari menghindari tugas. Hihi…sudah tersiar gossip aku akan diberi tugas, apalagi kalo nggak MC, Tilawah, atau sari tilawah. Mending aku kabur. Toh, tahun lalu aku sudah ditugaskan sebagai MC. Aku masih ingat, tahun lalu ketika acara belum selesai, aku kabur sehingga mereka mencari – cari MC. Hehe…waktu itu lagi booming Film Ketika Cinta Bertasbih 2. Aku lebih memilih nonton bareng sobatku. Hehe..

Aku join lagi dengan anggota keluarga yang lain ketika acara sampai pada sesi ular – ular. Eits…itu bukan snake. Belakangan aku tahu itu artinya adalah nasehat. Jadi para tetua menyampaikan wejangan atau nasehat kepada seluruh anggota keluarga. Hadirin tampak khusyuk menyimak penuturan sang tetua, namun aku yakin bahwa tidak semua dari yang hadir disini mengerti apa maksud pembicaraannya. Terlebih aku. Hehe…jelas saja, lha wong bahasa yang digunakan adalah bahasa kromo inggil, jawa pasaran aja masih susah diterjemahkan, apalagi ini. Lain kali aku usulkan supaya disediakan jasa penerjemah atau diberi subtitle hehe…tapi kalo aku sich mending nerjemahin pembicaraan orang - orang dari palang Merah Internasional (kalo yang ini kan sudah pengalaman…hehe).

Nahh…yang paling tidak aku sukai diacara ini adalah acara sungkeman. Pada sesi ini aku khawatir akan terjadi banjir lantaran orang – orang dewasa pada nangis. Entah apa yang mereka pikirkan aku sendiri kurang paham. Kalo aku sich Cuma mesam – mesem karena suka dicandai dan dinasehati oleh para orang dewasa. Jadi suasana harunya nggak dapet banged gitu dech di aku…hihi

Setelah acara sungkeman, pengundian arisan deh…dan yang beruntung kali ini adalah mbah putri pangkul. Disebut begitu karena beliau memang mengabdi sebagai bidan desa di Pangkul, suatu desa didaerah Tanggamus. Kalau dari Bandar Lampung, setelah Wonosobo. Jauh sekali memang, disana juga sering ada bencana alam, tapi yang sering terjadi adalah perjalanan kesana yang terhambat karena jembatan yang terputus. Alhasil, untuk menuju kesana harus berputar kearah Krui dahulu. Weleh – welwh… amshiong dah pokoknya. Tapi yang paling menyenangkan disana adalah tiada hari tanpa ikan. Mau ikan laut jenis apa saja ada disana. Yah…itu adalah surganya penggemar sea food seperti aku ini. Hehe…

Sesi yang paling ditunggu – tunggu oleh anak – anak kecil seusiaku (haaaahhh…??!!) adalah sesi saweran. Maaf ya sodara – sodara…jangan salah sangka dulu, saya sudah pensiun kok jadi penari. Hehe…saweran yang dimaksud disini adalah penyebaran koin. Tidak sedikit koin yang dibuang keatas untuk diambil oleh orang – orang dibawah, tidak tanggung – tanggung, untuk acara ini harus menukarkan uang di bank lho untuk mendapatkan pecahan koin Rp. 1000 dan Rp. 500. Berbagai upaya dilakukan untuk berlomba mendapatkan uang sebanyak mungkin. Ada yang menangkap uang dengan peci, dengan rok, sampai menginjak koin agar tidak diambil orang lain. Bukan hanya anak – anak, ibu – ibu pun andil dalam meramaikan sesi ini. Beruntuk tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Hehe.. lucu. Mereka tampak begitu akrab, saling dorong, tertawa, berolok – olok, sampai keringat membasahi baju mereka.


Sebenarnya aku sadar dan mendukung maksud diadakannya kegiatan tahunan ini. Namun yang kusesali adalah aku jadi tidak bisa mengikuti acara disekolahku. Bagaimana tidak, lha wong sekolahku di Kalianda, acara keluarganya kalo nggak di Bagelen (Gd. Tataan), di Sukaraja, atau di Pangkul. Kalo Cuma di Bandar Lampung sich aku masih bisa ngabur. Hehe… parahnya lagi orang tuaku jadi tidak bisa berlebaran di tempat dimana aku dibesarkan (Kalianda,red) lantaran tiap tahun harus mudik, kalau kami tidak pulang, mbah putri akan sangat bersedih hati. Menangis dan ngambek dengan anggota keluarga yang lain. Kalau sudah begini sich berabe urusannya. Karena sejak mbah kakung meninggal, beliau memang tinggal dirumah itu sendirian. Tapi sekarang ka nada aku, cucunya yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung ini menemaninya. Dari kecil aku diwajibkan untuk menghafal nama – nama desa yang kami lewati sepanjang jalur mudik ini. Bosan sich…karena dari dulu kami selalu naik bus yang itu – itu saja. Dari Kalianda kami naik bus Bakauheni-Rajabasa, setelah itu naik bus Rajabasa – kotaagung, atau kalau mau mudik ketempat bapak ya naik Rajabasa – Kotabumi. Kecil amat proyek harus menempuh jalur mudik sependek ini. Sekali – kali pengen deh naik kerete api mudiknya. Hehe…
Tapi beneran deh, aku naik kerete api baru sekali. Waktu itu dalam perjalanan dari Jakarta ke Bogor. Itu juga dengan kondisi gerbong kosong sehingga aku dan abangku bisa bebas memilih tempat untuk tidur. Naik pesawat udah bukan hanya sekali, kapal laut juga…jadi pengen sesekali naik KRL atau pesawat sukhoi… (ngayal dehhh).

back to our topic, manfaat dari kegiatan ini sangat banyak. Selain ajang silaturahmi keluarga yang belum tentu juga setahun sekali dapat bertemu, acara ini juga dapat andil dalam upaya pelestarian budaya Jawa yang sudah Nampak jelas sekai tergerus oleh arus globalisasi dan modernisasi. Dalam acara ini bisa ketahuan silsilah keluarga yang sudah mulai berantakan karena saling tidak mengetahui keluarga lainnya. Pernah ada kisah picisan tragis (mulai lebai) yang terjadi ketika sepupuku berhubungan dekat (sulit untuk mengakui bahwa mereka itu pacaran) dan tampak menjalin hubungan serius ketika mereka sama – sama kuliah di Jogja. Dengan bangganya ia memperkenalkan pacarnya yang dari Surabaya yang ternyata adalah sepupunya juga. Dengan berat hati, mereka harus mengakui bahwa mencintai memang tak harus memiliki. Hmmm…preeeeeet!!!

Kasus lain juga terjadi denganku pada lebaran kali ini. Ternyata ada saudara yang kuliah di kampus yang sama denganku, di Fakultas yang sama, hanya saja sedikit beruntung karena jurusan kami berbeda. Itu juga pernah terjadi pada sepupuku, ia harus menerima kenyataan bahwa ia juga berada di fakultas yang sama dengan saudaranya, mereka kenal dekat dan sedikit akrab. Tapi mungkin mereka saling tidak peduli dan tidak pernah menanyakan silsilah keluarga (nggak penting juga kali yaaa…). Jadi seperti menyatukan kembali hubungan keluarga yang sudah tidak terdeteksi, itulah manfaat pertemuan ini. Dan aku menghargai itu.

Balik Mudik

Selepas membereskan sisa – sisa acara tadi siang, kami sekeluarga pulang ke Kalianda. Agak maksa sich…karena seharusnya adikku tidak perlu ikut pulang karena lusa sudah masuk kuliah. Tapi mungkin saja dia enggan berada di kost dan berbicara pada dinding kamar. Hihi…alhasil mobil sedan (yang kau tahu kapasitasnya berapa?) kami tumpangi oleh 6 anggota keluarga plus seorang sopir. Beruntung kedua adikku masih kecil, jadi bisa dipangku. Andai mobil ini bisa bicara, mungkin kalimat yang akan diucapkannya adalah “ampuuunnn…bossss.” Hehe…

Ini semua gara – gara halalbihalal yang keesokan harinya digelar oleh bupati Lamsel yang baru. Jadi bapak dan ibuku harus menghadiri acara tersebut. Nggak tahu orang lagi capek kali yaaa…

Sore hari sepulangnya orang tuaku dari acara halalbihalal, kami berkeliling kerumah tetangga – tetangga dekat. Wahhh…banyak sekali perubahan yang terjadi. Aku seperti makhluk asing. Berapa lama sich aku tidak mengunjungi mereka. Diteana sang onta tua, aku berboncengan dengan adi mengunjungi rumah – rumah saudara disini yang sudah lama sekali tidak kami kunjungi. Mereka terheran – heran melihat kami, hehe…kami juga merasa asing. Kunjungan malam ini menyisakan kesan tersendiri bagiku. Aku bersyukur masih diberi kesempatan bersilaturahmi kepada mereka. Orang – orang yang sudah seperti keluarga sendiri. Begitu baik hati.

Pulang kampong kali ini benar – benar tidak ingin aku lewatkan begitu saja. Aku berberes rumah, bekebun, panen sayuran, panen buah, main di kolam, bertemu teman –teman lama. Semua itu tentu membuat aku merasa seperti berada pada duniaku dimasa lalu. Dan lebaran kali ini benar – benar memberikan kesan tersendiri untukku.

“Allahumma yasir lii jaliisan shalihan…”

2 comments

  1. Kereeennn....

    Senengnya bisa berlebaran bareng keluarga "besaaarr".. ga sprti aq, ank rantauan.
    Hihihi.. lucu3x..

    Tp.. Nda ini trnyta bandel ya.
    Awas klo dpt orng teng jawi asli. mesti sungkem beneran.. :D

    ReplyDelete
  2. xixixixixixixi...

    tidaaaaaaakkkkk...
    bisa bertekuk lutut aku nantiiiii...
    hihi...

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<