#RGHBJourney #18: Ekspektasi VS Realita Pernikahan Impian




Dulu saya pernah nulis blogpost tentang pernikahan impian gara-gara saya pengin ikutan kuis di salah satu penerbit buku. Ya, dulu saya saking joblessnya kayaknya jadi quiz hunter dan alhamdulillah ya selalu dapat deh entah juara berapa.


Waktu itu saya menulis dalam kondisi saya yang baru terbuka pemikirannya untuk menikah. Awal 2015 di kala tesis saya mangkrak dan nggak dapat gelontoran uang dari beasiswa lagi. Sekarang kan saya udah menikah. Jadi saya pengin membuat tandingannya. Semacam ekspektasi VS realita pernikahan impian gitu deh.


Mempelai Pria

Sewaktu saya membuat ulisan pernikahan impian itu sebenarnya calon mempelai prianya udah ada sih. Udah siap diseret ke penghulu juga.

Budget

Wow. Ini bagian yang paling bikin saya menangis teriris-iris. Uang yang kami keluarkan lumayan banyak menurut kami sekalipun nggak ada pesta yang meriah. Uang ini berasal dari HB sama dari orang tua saya. Pengeluaran terbanyak ada di transportasi dan konsumsi. Bapak motong sapi. Meski pun nggak ada pesta, kami bagi-bagi makanan ke tetangga dan saudara. HB juga ngasih uang ke orang tua saya buat bantu-bantu support acara.


Lokasi

Pernikahan saya digelar di rumah. Tapi sepertinya saya yang dulu lebih wise daripada saya yang sekarang deh. Dulu saya sempat mengiyakan soal resepsi, tapi sekarang sama sekali saya nggak pro dengan resepsi.

Dulu saya menulis begini: “Salah satu tujuan dari resepsi, kan, mengabarkan berita baik. Agar kelak nggak ada lagi fitnah kalo tiba-tiba aku nggendong anak dengan perut buncit jalan di pasar. Selain itu, resepsi menurut keluargaku adalah sarana silaturahmi. Bener juga, sih.

Ini untuk kasus saya yang tinggal di kampung ya. Saya belajar dari pengalaman sepupu yang menikah awal tahun ini, saya jadi sangat nggak berselera. Padahal kampungnya beda. Di tempat sepupu saya orang-orangnya lebih maju. Apalagi kalau di kampung saya? Dan ternyata kekhawatiran saya terbukti jadi kenyataan.

Undangan

Dulu saya berencana untuk membuat undangan dari kertas daur ulang. Kalau enggak ya dari barang berguna seperti totebag. Nyatanya saya nggak membuat undangan sama sekali. Saya hanya membuat video pengumuman dan meminta doa dengan menemui atau menelepon teman-teman dekat dan rekan kerja saya. Selebihnya saya hanya menyebarkan video via grup whatsapp dan media sosial.  Undangan di kampung berupa hantaran makanan Cuma ke sekitar 150 orang aja. Ke keluaga besar udah diumumin waktu arisan keluarga.

Katering

Di kampung kami, ada kebiasaan untuk nganter makanan ke tetangga. Yang ini aku pengen pakai besek dari bambu, yang dibungkus dengan tote bag/goodie bag yang di tulisin semacam "save the date", "you are invited to...", yang bisa sekalian jadi pengingat, undangan, juga dipakai belanja ke pasar. Jadi yang udah dapet ini nggak usah lagi dikasih undangan.
 
Ini sebenarnya udah dibahas di poin sebelumnya.  Realitanya saya nggak pakai besek bambu karena pengrajinnya udah nggak ada. Jadi pakai besek dari plastik. Sedih sih karena nasi yang dimasukin ke besek itu kan panas, terus dilapisnya bukan pakai daun karena daunnya udah untuk bikin kue sama ngebungkus rolade. Tapi ya mau gimana lagi, orang-orang kampung masih susah diedukasi. Tapi saya nggak pakai kantong plastik. Saya dan HB membuat totebag. Kami pesan di Toko Mustika di Jalan Cibadak Bandung.

“... aku nggak akan mengizinkan di pestaku ada air mineral gelas. Selain nyampah, itu artinya mendukung komersialisasi air. Lha wong tinggal di kampung, banyak sumur dengan air melimpah masak air minum aja harus beli. Ngerebus apa susahnya. Nanti kita sewa orang untuk ngerebus air. Nambah lapangan kerja juga, kan?! Sekalian juga suruh nyuci gelas, masak iya nyuci gelas aja males.

Ini juga yang bikin saya sedih.  Tapi ya lagi-lagi mau gimana lagi. Huhuuuuuuu. Sedih. Akhirnya pakai air mineral gelas, tapi saya keukeuh nggak minum air mineral gelas kok sampai hari ini sejak tahun 2012. Sampai-sampai pengantinnya harus ke belakang ngambil minum dari teko.

 
Dekorasi

Aku nggak mau dekorasi yang terlalu hebring. Yang simpel elegan gitu aja. Less is most, man! Lagian bisa ngirit juga (again?). Kalo bisa sih pakai hiasan bunga-bunga segar yang fresh dan wangi. Jadi enggak nyampah dengan bunga plastik. Meskipun biasanya di tukang sewa juga udah disediain bunga-bunga plastik. Pengennya sih garden party tapi takut ujan juga sih.



Saya susah banget untuk dapat slot bagian rumah yang nggak dikasih tenda. Akhirnya saya dapat secuil di depan teras di bawah pohon palm dan mangga. Di sana Cuma saya buat photo booth sederhana. Niat awalnya pengin bikin tempat untuk akad nikah. Tapi karena emosi di awal-awal perdebatan tentang konsep pernikahan dengan orang-orang akhirnya nggak jadi saya buat. Saya juga pada akhirnya memakai bunga artifisial karena nggak mungkin saya pergi ke kota untuk beli bunga segar. Tapi di sekeliling tenda ada banyak bunga-bunga alami yang sengaja nggak diusik.

Ohya, saya nggak pakai pelaminan karena saya nggak suka dipajang.

Aku nggak mau pakai pawang. Apalagi pake acara naro sesaji di perempatan. Kembali lagi kepada makna pernikahan, gaesss.

Ini sih parah banget kalau sampai di pernikahan saya ada hal-hal semacam ini. Pasti akan saya tantang entah sampai kemana pun pemberontakannya. Sekali pun pelakunya adalah orang yang dituakan sekalipun. Tapi alhamdulillah nggak ada sama sekali hal-hal seperti ini kecuali mitos-mitos yang diucapkan oleh orang-orang yang langsung saya sanggah dengan mudah.

Aku nggak mau pake sound system yang heboh kayak orang-orang. Cukup setengah dari jumlah sound system mereka aja. Ngganggu tetangga. Aku ngaca sama diri juga, sih. Aku suka misuh-misuh kalo ada yang hajatan tapi berisik dan bikin harus teriak-teriak buat ngobrol.

Ya kalau saya aja nggak suka berada di antara keributan, kenapa saya harus membuat keributan di rumah saya dan mengganggu tetangga.  Awalnya saya nggak mengizinkan adanya hiburan, tapi Bapak maksa supaya keluarga bisa nyanyi. Yaudah, yang penting nggak ada biduannya. Nggak boleh ada dangdut juga. Padahal saya dan HB punya playlist lagu wedding. Tapi ya gimana, kami benar-benar kayak sedih banget di hari pernikahan. Mana sempat ngurusin lagu wedding. Di pagi hari Cuma ada “From This Momen”-nya Shania Twain, lagu sejuta umat kalau nikahan. Itupun adik saya yang muterin. Selebihnya entah lagu apa yang diulang-ulang dengan iringan musik ke barat dan lagu ke timur. Terserahlah.

Kerusuhan bermula di malam sebelum akad nikah. Jam setengah sebelas malam orang-orang masih nyanyi-nyanyi di dean teras. Mending bagus, ngerusak mah iya. Akhirnya jam sebelas saya mute langsung jadi nggak keluar suaranya karena mereka nggak bisa lagi dibilangin. Kami butuh istirahat dan suara kalian sangat mengganggu fisik sampai jiwa. So sorry. Belum lagi keluarga HB baru datang dan mereka butuh istirahat setelah perjalanan jauh.

Saya sendiri nggak suka ada musik terlalu kencang di hajatan. Kalau mau keras ya di kamar, di tempat karaoke, atau akai headset. Selesai perkara.

Make Up dan Wedding Dress

Selain fitting baju, aku juga harus fitting riasan. Mana tau tukang riasnya lebay. Nanti aku dibuatnya jadi norak-norak bergembira. Nggak lucu banget kalo tiba-tiba aku pundung pas hari pernikahanku gara-gara riasan. Aku juga nggak mau pake kerudung yang dililit-lilit. Apalagi kerudung yang cuma mirip penutup muka yang terbuat dari jaring-jaring saking tipisnya. Aku tetep mau kerudung yang kupakai menutup dada. Apalagi kalo pake kebaya. Duh, itu boobs bakal kemana-mana kalo nggak ditutup sempurna. Plus aku nggak mau pake 'punuk unta'. Udah, sederhana aja.



Alhamdulillah saya berhasil pakai kerudung sendiri. Sama sekali nggak diusik. Riasan juga saya hapus lagi.  Dan ditouch up sendiri. Tukang rasnya adalah guru saya waktu SD, jadi masih bisa agak dipengaruhi.  Meski pada akhirnya saya nurut juga sewaktu disuruh foto pakai baju yang mekar ibarat cinta saya sama HB. Pretlah. LOL. LIat aja betapa timpangnya kostum saya sama HB. 

Tapi nggak apa-apa, setelah dia pulang saya langsung ganti baju pakai kemeja dan celana panjang,

Acara

Untuk menghemat waktu, tenaga, dan uang, aku pengennya acara pagi itu akad nikah, dilanjut siang resepsi.

Well done, karena nggak ada resepsi.

Aku pengennya diiringi dengan musik-musik pilihan kami juga instrumental. Biar syahdu gitu. Kalo sempet juga bikin video perjalanan hidup kedua mempelai. Salah satu lagu backsoundnya dari The Weepies, Somebody Loved. Jadi di situlah para tamu jadi kenal dengan pengantin yang dipajang di depan. Sekalian di situ bisa disisipkan harapan, ucapan terimakasih dan maaf kepada orang tua. Pasti jadi sakral banget, tuh. Tapi kalo dikonsep seenak mungkin sih bisa aja jadi mencairkan suasana.

Bagian ini yang nggak kalah bikin sedih. Huhuuuuuuuu. Sama sekali nggak terlaksana.

Hiburan

No biduanita, no dangdut. But, dangdut is the music of our country! Silakan dangdutan aja sendiri di rumah atau di Inul Vista. Di rumah gue nggak boleh ada dangdut. Apalagi yang nyanyi biduan bohay dengan baju seronok ditambah goyangan aduhai. Hey, ini perayaan sakral sekali dalam hidupku, masak harus dinodai dengan syahwat yang diumbar-umbar macam itu, sih.

Ini udah dibahas ya di atas.


Souvenirs

Oh, ya, biar berkesan, sebenernya aku pengen ada photo booth. Foto bisa sekalian jadi sovenir para tamu. Jadi nggak usah lagi nyiapin sovenir. Hemat juga, kaaannn?!

Souvenir impian adalah photobooth dan kaktus atau kopi. Kenyataannya ya lumayanlah, saya ngasih Al Matsurat, plus kalau di kampung saya kan ada oleh-oleh untuk tamu. Nah, oleh-oleh itu diwadahin totebag berwarna pink yang ada kartun saya dan HB-nya. Yihaaaaa.

Kalau dibilang saya bahagia enggak atas pernikan ini ya bahagia. Cuma sedih aja kalau ingat prosesnya. Tapi ya diambil hikmahnya aja. Yang penting saya dan HB sudah menikah. Yang lain, yang bikin stress itu dianggap aja nilai tambahan yang membuat kami harus belajar ikhlas.

2 comments

  1. Jadi ingat waktu nikah, saya memang tidak punya banyak ekspektasi biar gak banyak selisihnya sama orang tua. Alhamdulillah yang saya wanti-wanti bisa terjaga dan gak bertentangan dengan keinginan ortu.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<